I'd Catch A Grenade For Ya

101 41 0
                                    

Bintang suka:

- Makanan gak terlalu pedas.

- Warna biru tua.

- Macaroon Mamaku.

"Apa lagi ya?" Ai mengetuk-ngetuk pensilnya pada meja beton sembari memikirkan daftar lain. "Ini dulu aja, deh."

"Lo ngapain nulis kesukaan Bintang?" Lila baru saja ikut duduk di kursi beton melingkar di samping Ai. Ia meletakkan dua teh botol dan empat roti di meja.

"Gue mau kasih ke Aura," jawab Ai seraya membuka bungkusan roti yang dibawa Lila.

"Aura anak pemandu sorak?"

Ai mengangguk dan alisnya berkerut mengamati roti yang baru saja digigit. "Ini rasa apa, sih? Kok keju sih, La."

Lila terkekeh, memasukkan roti ke mulutnya. "Cokelat abis. Keju enak juga kali. Apa hubungannya Aura sama itu?" Ia menunjuk buku notes Ai dengan dagu.

"Aura suka sama Bintang. Terus gue setuju bantu dia, supaya Bintang nggak jomlo lagi."

Lila membuang napas, lalu menggeleng kepala. "Bintang nggak bakal suka sama Aura."

Ai melirik Lila sengit. "Lo tahu dari mana? Nggak ada yang tahu hati orang, La"

Lila mengangkat bahu, lebih memilih menggigit roti daripada memberi penjelasan. Hati Ai sudah sangat melekat pada Yaka, dan mengatakan bahwa Bintang menyukainya akan percuma, lagi pula ia tak punya hak memberi tahu.

"Aura cantik, pintar, bertalenta, dan terkenal."

"Emang Bintang suka modelan gitu?"

"Apa salahnya usaha." Ai menarik lip balm dari saku seragamnya, memakai layar ponsel untuk mengaplikasikan benda itu pada bibir.

"Sejak kapan lo pake gituan?" tanya Lila memelotot.

Ai melengketkan kedua bibirnya untuk meratakan lip balm. "Lo juga pake."

"Tapi, gue udah lama. Nah lo dulu bilangnya nggak suka."

"Itu dulu," debat Ai, menutup benda itu dengan gerakan centil. "Emang orang nggak bisa berubah? Gue ada rencana buat beli beberapa make up."

Lila melongo. "Apalagi ini?"

Ai tertawa, memukul pundak sahabatnya pelan. "Biasa aja kali. Lagian teman-teman kita juga banyak udah dandan. Lo juga. Citra juga."

Mata Lila menyipit, merasa menemukan sesuatu. "Ohh, apa ini semua tentang Yaka lagi?"

"Yaaa ... nggak juga," kilah Ai, menyembunyikan raut tertangkap basah dengan senyuman kaku. "Tapi, masa gue kayak gini-gini aja, sedangkan saingan gue penampilannya kayak gitu. Gue bisa kalah dong."

"Ai lo sebenarnya suka sama Yaka atau pengin jadi Citra, sih? Dikit-dikit lo selalu bandingin diri lo sama dia. Emang lo udah yakin kalau Yaka suka sama Citra?"

Ai menggeleng. "Kalau dia nggak suka modelan kayak Citra, apalagi sama gue, La. Jadi, setidaknya gue harus berusaha naik level, karena satu-satunya cewek yang dekat sama Yaka selain gue itu Citra. Ada indikasi Yaka agak suka sama cewek kayak dia."

Lila mendesah lelah. "Lo harus pintar bedain mana cinta sama obsesi. Seperti kalimat yang gue dengar di film Me Before you: You cant change people, you love them. Artinya kalau Yaka suatu hari suka sama lo, dia harus nerima lo apa adanya. Jadi, lo nggak usah berubah menjadi Citra."

"Udah ah," kesal Ai, menyeruput teh botolannya lalu melanjutkan. "Lo doain gue aja, biar usaha gue berhasil."

"Ai!" panggil Aura semangat, ala-ala pemandu sorak. "Mana?" Ia menjulurkan tangan.

The Stupid Duckling ✔Where stories live. Discover now