Planning, Checklist

122 37 2
                                    

Cause had a bad day. You're taking one down. You sing a sad song just turn it around.

Mungkin penggalan lagu dari Mas Daniel Powter bisa menjelaskan kondisi Ai di pagi ini. Bad day, bad time, and bad moment.

Seharusnya di jam istirahat Ai bisa menikmati jam bebasnya bersama Lila, duduk di kantin sambil berbincang tentang startegi yang akan dimainkan untuk merebut hati Nayaka. Sekaligus merayakan keberhasilannya menjawab soal ulangan dan menyetor hafalan, meskipun nilainya tak akan membuat gurunya puas.

Kenyataanya, Ai tidak ikut ulangan, tidak menyetor hafalan, dan juga sedang tidak di kantin bersama Lila.

Hari ini Ai dan Bintang terlambat ke sekolah untuk pertama kali. Awalnya mereka berangkat dengan waktu yang normal. Namun, di tengah jalan ban motor Bintang bocor, kerjaan salah satu paku yang telantar di aspal.

Bintang menyuruh Ai berangkat lebih dulu dengan ojol, tapi cewek itu memilih menemani atas dasar kesetiakawanan. Mereka mencari penambal ban terdekat, yang sayangnya "terdekat" itu lumayan jauh. Belum lagi menunggu pengerjaannya selesai, karena mereka pengantre ketiga dan si bapak hanya bekerja seorang diri.

Jam pertama hampir usai ketika mereka tiba di sekolah, otomatis harus lewat pintu BK. Karena baru pertama kali, mereka bebas dari hukuman, hanya saja nama mereka sudah tercatat pada buku hitam keterlambatan.

Ai mengaitkan kesepuluh jari dan memainkan tanpa sadar. Di depannya, yang terpisah meja besar, ada Ibu Selvi—guru Kimia, sedang membuka lembaran daftar nama mencari bagian kelasnya. Ia datang gagah berani untuk meminta maaf dan mempertanggungjawabkan keterlambatannya.

Untung saat ini Bu Selvi sedang berada di laboratorium. Sehingga Ai tidak perlu mendengar guru lain bersatu menyalahkan, dengan membahas nilai pelajaran lain yang memprihatinkan.

Di meja terdapat tumpukan hasil ulangan teman-teman kelasnya yang belum diperiksa. Nama Dadang terletak di bagian atas. Sudah dipastikan Bu Selvi akan memeriksa kertas itu lebih dulu lantaran jumlah benarnya paling banyak. Dan Ai yakin, ia masuk dalam jajaran siswa yang membuat para guru menggerutu saat memeriksa jawaban.

"Jadi sekarang gimana?" tanya Bu Selvi. "Apa dengan kesetiakawanan kamu bisa menyelamatkan nilai ulangan Kimia hari ini?" Meskipun terdengar lembut, ada nada tinggi pada suaranya.

"Ya ... kali aja itu bisa menunjang nilai sikap saya di pelajaran ibu." Awalnya, Ai pikir motor Bintang akan cepat selesai, ternyata prediksinya salah. Telanjur basah ya sudah mandi sekali. "Lagi pula ini pertama kali dan pasti bakal yang terakhir saya telat di jam Ibu. Ulangan juga. Beda sama Derby yang jarang masuk di kelas Ibu karena dia ngerokok di belakang sekolah. Preman kelas kayak dia aja Ibu maafin, masa saya nggak. Walaupun saya nggak pintar-pintar amat, tapi saya baik dan rajin, Bu," jelasnya dengan wajah memelas.

Bu Selvi menahan tawa yang hampir tersembur keluar. "Kamu, tuh, ada-ada aja. Nilai Kimia kamu banyak yang anjlok."

"Kalau itu nggak usah Ibu ulang-ulang. Saya ingat banget kok. Tapi, kan, selalu saya perbaiki sampai dapat nilai standar."

Bu Selvi akhirnya tersenyum. "Ya udah. Hari sabtu kamu temuin Ibu. Nanti ibu kasih ulangan susulan. Ingat Ai, kamu harus belajar dengan baik."

Ai mengangguk cepat. "Pasti, Bu."

"Minta bantuan Dadang atau Lila kalau kamu kesulitan. Ya ud-"

"Bu, aku mau balikin modul."

Ai mengesah dan menutup mata. Tanpa menoleh pun, ia tahu siapa yang datang, suara lembut itu sudah sangat melekat di otaknya. Dari ratusan murid di sekolah kenapa harus ada cewek itu di ruangan ini? Dari banyaknya waktu dari pagi hingga siang, kenapa cewek itu harus masuk ke laboratorium pada menit ini?

The Stupid Duckling ✔Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ