16. Karena kamu bukan Raefal

1.3K 187 19
                                    


.
.
.
.
.
Fares cukup terkejut saat Gio dan Bayu memintanya pergi kerumah sakit, terutama karena Tirta yang memintanya. Perasaan Fares sangat tidak enak saat Tirta memarahinya di telpon tadi, dan berakhir Bayu dan Gio mengantarnya kerumah sakit.

Plak

"Kamu kemana aja Res? Raefal sekarat tapi kamu malah main!" sebuah tamparan langsung menyapa Fares begitu dia, Bayu dan Gio sampai didepan kamar rawat Raefal. Fares terdiam karena terkejut, bukan hanya Fares, karena Bayu dan Gio juga terdiam saat Arum menampar Fares.

"T-tante." Fares bergumam lirih, apa lagi saat kepalanya kembali pusing. Arum hanya tidak tau bahwa Fares baru saja keluar dengan dari rumah sakit, dengan luka jahit yang masih basah di kepala bagian belakangnya yang tertutup rambut.

"Selama ini tante bela kamu, karena kamu anak baik Faresta, tapi kenapa kamu sekarang jahat sama Raefal, Raefal butuh donor darah dan kamu malah main!" Fares mengedarkan pandangannya, ada Hadi, Tirta, Regis dan sang nenek disana. Tapi kali ini tidak ada satu pun yang buka suara untuk membelanya, jangankan membela, menanyakan keadaannya dengan cara baik-baik saja tidak.

"Maaf." hanya itu yang dikatakan Fares, dia cukup sadar diri, mau sekeras apapun dia membela diri, saat ini tidak akan ada yang membelanya.

Cklek

"Fares!" tubuh Fares menegang saat mendengar suara Abi. Abi yang baru saja keluar dari kamar rawat Raefal, langsung mendekati Fares.

Plak

Sebuah tamparan kembali diterima oleh Fares, kali ini dari sang papa. Sungguh Fares merasa miris dengan hidupnya, tadi sebelum pulang dari rumah sakit, Abi yang memintanya pergi, tapi sekarang dia disalahkan.

"Kamu harus donorin darahmu buat Raefal." Abi langsung menarik tangan Fares untuk menemui dokter. Bayu dan Gio yang merasa bahwa ini bukan hal yang bisa mereka masuki, akhirnya berpamitan.

"Maaf ya kalian harus liat itu, tapi makasih karena udah bawa Fares kesini." Arum menepuk pundak Bayu dan Gio bergantian.

Sebenarnya pamit hanyalah alasan yang sengaja dilontarkan Bayu, karena dia tau ada yang salah dengan Fares. Itulah kenapa dia mengajak Gio untuk mengikuti Fares dan ayahnya.

"Bay, lo yang bener aja, kita gak bisa ikut campur urusan keluarga." Bayu berdecak kesal saat mendengar ucapan Gio.

"Lo tau gak Gi, waktu gue ketemu Fares tadi, dia kayak lagi jalan sambil ngelamun, lo juga liat wajah dia pucet gitu." Gio terdiam, dia memang tidak tau bagaimana Bayu bertemu dengan Fares tadi, tapi harus dia akui, wajah Fares memang sedikit pucat.

Bugh

Bugh

"Papa gak mau tau, kamu harus berikan apapun yang dibutuhin Raefal, kamu dengar itu Faresta?" Bayu dan Gio berhenti melangkah, mereka melihat dari kejauhan saat Fares dipukul oleh papanya.

"Sekarang kamu masuk, Raefal butuh darah, dan cuma darah kamu yang cocok sama Raefal, papa janji ini yang terakhir setelah itu papa gak akan minta apapun darimu." semua ucapan Abi pada Fares bisa Bayu dan Gio dengar. Meskipun kedua nya tidak tau apa arti ucapan Abi.

"Kita tunggu sini bentar ya Gi, gue khawatir sama Fares." Gio mengangguk, dia juga khawatir pada temannya itu.

"Papanya Fares adalah alasan utama Fares susah dideketin, karwna Fares bakal dimarahin kalau punya temen." penjelasan Gio membuat Bayu menatap tidak percaya.

"Kok ada orang tua kayak gitu."
.
.
.
.
.
Fares memejamkan matanya saat proses pengambilan darahnya, beruntung mereka hanya butuh satu kantung ditambah lagi Fares juga baru saja kehilangan banyak darah.

"Kamu sayang sama Raefal kan? Tolong kasih satu ginjal kamu buat Raefal, kamu sehat, hidup dengan satu ginjal gak akan jadi masalah buat kamu, papa udah tanya sama dokter presentasenya 75%, jadi kamu pasti baik-baik aja." Fares terdiam saat sang papa mengatakan itu.

"Apa setelah itu papa mau peluk Fares?" Abi mengernyit saat mendengar pertanyaan Fares.

"Maksud kamu apa?" Fares tersenyum.

"Aku minta papa peluk aku, waktu aku ulang tahun, aku minta itu sebagai kado ulang tahun dari papa." rahang Abi mengeras, membuat Fares sedikit ciut.

"Disaat seperti ini kamu masih mikirin kado ulang tahun?! Otak kamu itu isinya apa Faresta?!" Fares memejamkan matanya.

"Aku cuma minta itu, dan aku bakal kasih apapun yang Raefal butuhin dari aku." Abi tersenyum sinis.

"Apapun? Jangan konyol Faresta, kamu gak akan bisa kasih apa yang paling Raefal butuhin." Fares tersenyum miris, apa hanya untuk mendapat pelukan papanya Fares harus mengemis.

"Papa cukup janji sama aku, papa bakal peluk aku waktu aku ulang tahun." Abi mendorong tubuh Fares kedinding rumah sakit, hingga kepalanya terbentur.

"Ugh.."

"Kalau gitu kenapa kamu gak mati aja, biar Raefal bisa hidup. Kenapa aku bisa punya anak egois kayak kamu!" Fares tersentak saat Abi memintanya mati. Itu artinya Fares tidak berharga untuk Abi kan?

"Kamu harus tetap mendonorkan ginjal kamu buat Raefal." setelah itu Abi berjalan meninggalkan Fares yang masih menunduk.

"Kalau dengan mati bisa bikin papa peluk Fares, Fares rela."
.
.
.
.
.
Fares kembali kekamar rawat Raefal dengan wajah pucat. Semua masih ada disana, tapi tidak ada satupun yang menanyakan keadaannya.

"Bang, ayo pulang, gue anterin." Regis menyentuh pundak Fares saat sepupunya itu memilih duduk sedikit jauh dari mereka.

"Kalian jangan terlalu manjain Fares mulai sekarang, lihat akibatnya karena dia terlalu manja, dia jadi egois." Regis dan Tirta terkejut saat sang nenek mengatakan hal itu, padahal seingat mereka neneknya menyayangi Fares.

"Nek, jangan bilang gitu." Tirta sedikit marah mendengar hal itu, apa lagi Regis.

"Makasih Gis, tapi aku bisa pulang sendiri kok, kamu disini aja." Regis mengepalakan tangannya saat Fares beranjak setelah berucap lirih.

"Nenek keterlaluan sama bang Fares." Regis ikut beranjak meninggalkan mereka dan menyusul Fares.

"Tirta, bilang ke Regis, jangan terlalu manjain Fares, kamu juga, Fares bukan Raefal yang sakit, dia sehat, dia harus mandiri mulai sekarang."
.
.
.
.
.
Fares berjalan dengan kepala tertunduk, bohong jika dia tidak mendengar ucapan sang nenek waktu dirumah sakit, dia mendengar semuanya, bahkan Fares tau jika Regis mengikutinya.

"Kalau kamu mau pulang jangan jalan dibelakang Gis." Regis langsung berlari menghampiri Fares dan memeluknya.

"Maaf bang, maafin gue, maafin bang Tirta yang gak bisa belain lo tadi." Fares tersenyum, dia sudah biasa tidak mendapat pembelaan.

"Gak papa Gis, aku paham kok kenapa tante Arum sampe marah gitu." Fares tersenyum, dia mencoba menutupi perasaannya tentang penjelasan dokter tadi.

"Bang Fares udah makan?" Fares menggeleng.

"Mau mampir makan dulu?" Fares kembali menggeleng.

"Mau langsung pulang aja, aku pusing." Regis langsung emnarik tangan Fares keparkiran, mengarahkan Fares untuk naik kemotornya dan membawa sepupunya itu pulang.

"Balik yuk, Fares udah ada ditangan yang aman, besok pagi kita samperin kerumahnya."
.
.
.
.
.
Tbc
.
.
.
.
.

WächterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang