10. Papa selalu lupa

1K 194 12
                                    


.
.
.
.
.
Fares menatap restoran yang menjadi tempat tujuannya dengan kagum, desain rumah makan itu terlihat sangat hangat dan nyaman, cocok untuk keluarga.

"Papa sama mama dulu sering kesini?" Fares melihat sekeliling sambil berjalan dibelakang Abi.

"Iya, dulu mama kalian suka ngajak kesini." jawaban Abi membuat Fares tersenyum.

"Biar papa yang pesenin ya." Fares mengangguk, tapi matanya tidak lepas dari Abi yang sefang melihat buku menu.

"Kami pesan dua nasi goreng ayam pedas sama dua lemon tea." saat Abi menyebutkan pesanan mereka, Fares langsung mengubah pesanan mereka.

"Nasi gorengnya satu aja yang pedes, yang satu gak." Abi menatap Fares bingung, baru setelah pelayan yang mencatat pesanan mereka pergi, Fares mengatakan sesuatu pada Abi.

"Fares gak bisa makan pedes pa." penjelasan Fares membuat Abi merasa bersalah.

"Maafin papa Res." Fares tersenyum sendu.

"Gak papa, pa, mungkin papa biasa milih makanan buat Raefal." mendengar itu Abi jadi merasa bersalah.

"Kamu harus tau kenapa papa kayak gitu ke Raefal Res, itu karena papa gak mau kehilangan sosok mamamu lagi, adikmu terlalu mirip sama mamamu." Fares terdiam, bahkan disaat berdua dengannya, Abi masih saya membicarakan Raefal.

"Apa kalau Fares ada diposisi Raefal, papa juga bakal ngelakuin itu?" bukan tanpa alasan kenapa Fares bertanya soal itu. Farea hanya ingin tau.

"Ya selama itu Raefal, papa akan lakukan apapun." Fares langsung tersenyum kecut.

"Fares mau ke toilet dulu ya pa." setelah Abi mengangguk, Fares langsung bergegas pergi.

Fares menatap pantulan wajahnya di cermin wastafel. Bolehkah Fares merasa iri sekarang. Fares menghela nafas, sebelum akhirnya keluar dari toilet. Saat tiba di mejanya, Fares tidak menemukan Abi, yang dia temukan hanya secarik kertas berisi pesan untuknya.

'Papa pulang dulu, Raefal kambuh, kamu bisa pulang sendiri, pesanannya sudah papa bayar'

Fares berdecak kesal setelah membacanya, remaja mungil itu langsung meraih tasnya dan beranjak keluar dari restoran. Fares bahkan mengabaikan pesanan mereka yang belum diantar.

"Harusnya papa tunggu Fares sebentar, kenapa Fares harus ditinggal." Fares bergumam lirih. Netranya melihat sekeliling, tempat itu tampak sangat asing bagi Fares, karena kenyataannya Fares sama sekali tidak pernah pergi keluar selain sekolah juga makam sang mama. Abi juga tidak pernah mengajaknya keluar, ini adalah kali pertama Abi mengajaknya keluar.

"Terus Fares pulangnya gimana."
.
.
.
.
.
Fares tidak punya keinginan untuk beranjak dari tempatnya berada sekarang, saat ini dia ada dimakam sang mama, uang terakhirnya dia gunakan untuk membayar ojek ketempat ini.

Farea bahkan tidak peduli bahwa hari sudah beranjak malam, langit yang semula biru sudah digantikan oleh warna jingga. Fares hanya ingin bersama dengan mamanya, menurutnya percuma dia pulang saat ini, papanya pasti hanya akan memarahinya.

"Mama, apa disana mama bahagia?" Fares kembali bergumam, netra kembarnya masih menatap lekat nama sang mama yang tertulis disana.

"Ma, Fares bukan anak serakah kan? Fares cuma mau sedikit saja kasih sayang papa, Fares cuma mau dipeluk, terakhir papa peluk Fares itu waktu mama pergi, Fares sampe lupa rasanya dipeluk papa." setitik airmata mulai jatuh dari ujung mata Fares.

"Ma, tolong bilang sama tuhan, jangan jemput Fares untuk pulang dulu, Fares belum bisa buat papa bahagia." Fares menarik nafas panjang, dadanya terasa sesak. Ditambah lagi saat ini dia tidak membawa obatnya.

WächterWhere stories live. Discover now