Bryanca 12

7 5 0
                                    

Gue paham, gue ngerti, makanya gue mau lo terus belajar dan berusaha untuk lupain Darren. Emangnya lo bakal terus-terusan kaya gini? Enggak, 'kan?
☞Bryan♡Ica☜
.
.
.
#salamwritingmarathon
#challengemenulisbersama_tim3
redaksisalam_ped

Happy Reading!

"Loh? Kenapa berenti? 'Kan rumah gue bukan di sini," ucap Ica, yang merasa bahwa motor yang dikendarai oleh Bryan berhenti di pinggir jalan.

"Lo gak mau makan gitu? Ini udah jam setengah tujuh malem, kita makan dulu di sini," jawab Bryan.

"Gapapa 'kan gue ajak lo makan di pinggir jalan?" tanya Bryan.

"Lo pikir gue cewek apaan, di ajak makan di pinggir jalan gak mau," jawab Ica.

"Ya udah lo turun, betah amat lo duduk di atas motor gue," ucap Bryan, sambil melepaskan helm nya.

Ica lantas segera turun dari motor Bryan, dan Bryan pun memarkirkan motornya di depan sebuah warung makan pecel lele.

"Pak, pecel lele nya dua porsi ya," pesan Bryan, sambil duduk di salah satu kursi yang ada di sana.

"Makan di sini atau bungkus?" tanya sang pemilik warung.

"Di sini aja, pak," jawab Bryan.

"Lo mau terus berdiri di situ atau mau duduk?" tanya Bryan, yang melihat Ica terus saja berdiri di samping motor miliknya.

"Lo makan banyak banget dua bungkus?" tanya Ica, setelah ia duduk di samping Bryan.

"Buat lo satunya," jawab Bryan.

Ica tak memperdulikan ucapan dari Bryan barusan, ia hanya melihat-lihat ke arah jalanan ibu kota yang ramai dan indah di malam hari.

Berbeda dengan Ica, Bryan justru hanya melihat dan menatap ke arah Ica, dengan senyumannya yang mengembang, "cantik," gumam Bryan.

"Ha? Apa?" tanya Ica, yang sedikit mendengar gumaman Bryan.

"Lo cantik," ucap Bryan.

Ica hanya diam dan berusaha untuk menetralkan wajahnya yang mungkin kini sudah seperti tomat, "ekhem, eum ... Lo sejak kapan suka sama gue?" tanya Ica tiba-tiba.

Bryan menaikkan satu alisnya, kemudian ia tersenyum mengerti akan pertanyaan dari Ica barusan, "kenapa tiba-tiba tanya?" tanya Bryan yang ingin melihat Ica tersipu karenanya.

Ica menggeleng, "enggak, cuma nanya aja," jawabnya, sambil memalingkan wajah cantiknya.

"Gue udah suka sama lo dari pertama kali lo masuk ke sekolah," jawab Bryan dengan jujur.

Ica lantas kembali menatap dengan lekat ke arah Bryan, "jujur, sebenarnya waktu lo nangis di depan rumah lo dan selalu bilang nama Darren, di situ gue sakit, sakit banget. Gue pengin lo lupain Darren," ucap Bryan dengan penuh harap.

Ica menggeleng, "gue gak bisa lupain Darren gitu aja," jawab Ica.

Bryan lantas tersenyum, "gue paham, gue ngerti, makanya gue mau lo terus belajar dan berusaha untuk lupain Darren. Emangnya lo bakal terus-terusan kaya gini? Enggak, 'kan?" ucap Bryan yang ada benarnya.

"Gue bakal bantu lo buat lupain Darren," lanjut Bryan dengan lembut.

Ica sungguh merasa tersentuh akan ucapan dari Bryan barusan. Hati Ica yang setelah sekian lama tertutup, kini bisa kembali sedikit demi sedikit terbuka oleh Bryan.

Entah apa yang kini Ica rasakan dan katakan kepada Bryan, ia sungguh tak tau kata apa yang lebih baik daripada kata terima kasih yang amat luar biasa ia ucapkan.

Ica mengangguk, "gue akan coba," ucapnya dengan singkat.

Bryan langsung tersenyum bahagia, karena akhirnya Ica mampu juga ia luluhkan hatinya. Bersamaan dengan pesanan pecel nya yang sudah siap dihidangkan dan di makan.

Selama beberapa menit Ica dan Bryan habiskan untuk memakan pecel yang mereka pesan, hingga habis sudah makanan yang ada di atas meja.

Lantas Bryan langsung membayar makanan tersebut, "Ica, lo tunggu di sini, ya? Gue mau sholat magrib sebentar," pamit Bryan.

Ica hanya mengangguk, dan kembali menatap jalanan yang membuatnya diam dalam lamunan dan berdebat dengan pikirinnya sendiri.

"Apa yang tadi di panti Bryan maksud? Pelaku yang membunuh Darren? Bukankah itu sudah jelas, bahwa yang membunuh Darren itu sopir truk, yang rem truk nya terputus?" batin Ica.

"Dan sopirnya pun sekarang sedang menjalani hukumannya di penjara?" batin Ica.

Tak terasa Ica yang terus memikirkan hal yang membuatnya menghabiskan waktu cukup lama, dan tak sadar akan kedatangan Bryan yang membuyarkan lamunannya.

"Mau pulang gak?" tanya Bryan sambil mengetuk-ngetuk meja makan.

"Ah? Oh, iya ayo pulang," jawab Ica, kemudian ia langsung pergi menuju motor Bryan yang terparkir di depan warung.

Bryan pun hanya tersenyum, kemudian pergi menyusul Ica dan memakai helm sambil menaiki motornya, yang disusul oleh Ica di belakangnya.
***

Selang beberapa menit, Ica dan Bryan telah sampai di rumah Ica. "Gue langsung cabut aja ya, soalnya ada keperluan mendadak, sorry," ucap Bryan, setelah menurunkan Ica di depan rumahnya.

Ica hanya mengangguk paham, karena ia tau bahwa Bryan sekarang sudah mulai memegang perusahaan milik ayahnya, "iya gapapa kok, makasih ya," ucap Ica.

Bryan hanya mengangguk dan tersenyum, kemudian ia langsung pergi meninggalkan Ica menuju ke Hotel Hidalgo.

Selagi di dalam perjalanan, ia berhenti karena hp yang ada di saku celananya bergetar. Kemudian ia memberhentikan motornya di tepi jalan.

"Iya kenapa El?" tanya Bryan.

"Gue udah ada di Hotel yang lo maksud, dan di sini udah ada Karin sama Tante Dian juga," jawab Elvan di seberang sana.

"Iya, sekitar 10 menit lagi gue sampe," ucap Bryan.

"Oke gue tunggu," jawab Elvan.

Kemudian Bryan langsung menutup teleponnya, dan kembali melakukan motornya dengan kecepatan tinggi, membelah jalanan ibu kota Jakarta menuju Hotel Hidalgo milik keluarganya.
***

"Sebenarnya Tante, kita ke sini cuma mau ngomong sesuatu sama Tante," ucap Elvan memecah keheningan.

"Mau ngomong apa?" tanya Dian.

"Bukan apa-apa kok Tante, jadi 'kan Bryan itu suka sama Ica," ucap Karin.

"Bryan anak dari pak Azam pemilik perusahaan Hidalgo?" tanya Dian.

"Iya Tante," jawab Karin.

"Nah, jadi karena kita temannya Bryan sekaligus temannya Ica juga 'kan, jadi kita mau bantu Bryan buat bilang ini ke Tante," jelas Karin, yang hanya di jawab dengan anggukan kepala oleh Dian.

"Hai," sapa Bryan yang tiba-tiba saja masuk ke dalam ruangan.

"Nah itu orangnya dateng," ucap Elvan.

Bryan tanpa basa-basi ia langsung duduk dan menjabat tangan Dian, sedangkan Dian yang heran akan apa yang dilakukan oleh Bryan pun hanya diam.

"Mungkin Tante bingung, kenapa saya hanya menjabat tangan Tante dan bukan mencium tangan Tante, iya 'kan?" tanya Bryan.

Dian pun hanya menaikkan satu alisnya meminta penjelasan maksud dari apa yang Bryan katakan, "oh oke, satu tahun yang lalu," ucap Bryan, kembali berdiri tepat di depan Dian.

"Tante yang sengaja membayar orang untuk memutus sambungan kabel rem truk itu 'kan?" tanya Bryan dengan santai namun tersirat nada terintimidasi didalamnya.

☞Bryan♡Ica☜

BryancaWhere stories live. Discover now