Mata yang membuka ingatan

73 10 2
                                    

*WARNING! ADA KATA-KATA KASAR. Kalau gak mau kena pengaruh negatif skip aja kata-katanya.*       

                             Setiap orang tidak akan pernah bisa mengingat detail kecil kejadian-kejadin kecil dalam hidup mereka. Tetapi tiada yang bisa memaafkan diri mereka saat tahu 

- Maria Artoneme -

    Retno yang saat itu kakinya masih sakit, langsung pergi ke tempat dimana Nilam, yang seorang saksi itu berada. Dahan pintu coklat itu pun dibuka, saat itulah ia menyaksikan sebuah pemandangan yang sangat asing

    "Dok, Nilam ... Kalian lagi ngap-- ASTAGA, kok kalian bisa ada di langit-langit?" Tubuh mereka melayang-layang di udara. Tangan Nilam yang kecil itu mengarah ke bawah, dan tangannya itu mengarah kepada Maria yang perlahan tak sadarkan diri.

    "Dokter!" Detektif itu berseru seraya menurunkan tubuh mereka berdua yang terus melayang di udara. Saat Maria sudah dilepaskan dari ikatan tak kasat mata, Retno melihat sebuah mata yang yang tak asing di ingatannya. Mata hijau bercorakkan kotak-kotak dan pupil tipis yang begitu menawan, bersinar dengan begitu terangnya. Indah di pandangan setiap orang, tetapi tidak dengan Retno. Dia memiliki kenangan terburuk dengan adiknya tentang mata berpendar itu.

    Ia ingat tentang kedatangan wanita tadi, ia berlumuran darah. Matanya yang putih sudah terkelupas dan bergelantungan, tumbuh-tumbuhan terselip di antara celana dan pinggangnya. Tetapi yang paling mengerikan adalah ucapannya yang terus menghantuinya sejak dahulu.

    "Kenapa kau tak menyelamatkan aku dan malah membiarkan itu terjadi?"

    "Kenapa kau belum menemukan pelaku pembunuhan wanita tua ini? HEII!!!"

       Ia terus terbayang-bayangkan, hingga rasanya gila jika tak menuntaskan kasus ini. Dan sekarang waktunya ia untuk mengetahui kebenaran itu.

    "Dek Nilam, Dekk ...."

    "Aduhhh, pusing banget kepalaku ... Eh, halo pak detektif. Saya lupa nyampaiin tadi buat bapak jangan datang dulu, karena saya masih mau tanya beberapa hal. Tapi sudah terlanjur datang."

     "Maaf saya tadi matikan panggilan, karena memang saya ada urusan penting dengan anak itu. Oh iya, nama ibu siapa? Tidak enak rasanya kalau hanya manggil bu dokter."

     "Maria, Maria Artoneme. Dokter yang menangani anak yang anda interogasi. Oh iya, saya sepertinya sudah akan bekerja kembali. Batas bapak sampai jam 11 siang untuk bertanya pada anak ini. Tetapi saya mau tegaskan satu hal terlebih dahulu," ucapnya seraya mulut yang semakin didekatkan. Yang berarti pembicaraan itu cukup penting dan rahasia. 

      "Terkait apa itu Ibu Maria?"

      "Aduhhh, tidak usah pakai kata bu. Panggil saja nama saya. Oke, terkait dengan Nilam tadi. Tolong jangan singgung tentang neneknya. Dia sudah ..."

      "Meninggal ... Ah, saya tau itu."

      "Iya pak, eh. Bapak bagaimana bisa tahu itu?"

      "Itu karena ... Saya yang ...."

      "Saya yang apa pak? Bapak tau tentang keberadaan orang yang membunuh saya? To-tolong usut tuntas ya pak. Sa-saya akan merasa bersalah jika pembunuh saya tidak diketahui pak." Nilam tiba-tiba bangun sesaat setelah mendengar bahwa Aldo mengetahui pelaku yang menghilangkan satu-satunya sanak saudaranya.

NilamWhere stories live. Discover now