🌙ㅣ40. Cahaya yang Meredup

Start from the beginning
                                    

Air mata Laila mengalir, hatinya terus berdenyut dan terasa diremas kuat membuatnya merasakan sakit yang luar biasa. Anaknya terbaring lemah, dengan kepala dibalut perban serta kedua kaki yang cidera parah. Laila tersiksa, terus menyesali mengapa ini terjadi, menyesali karena ia tak bisa melindungi Rembulan. Padahal, memang tidak akan ada yang tahu bagaimana ini akan terjadi.

"Mama, makan dulu." Alvano kembali datang setelah sepuluh menit berlalu. Ia menatap Laila yang menatapnya dan menggeleng. "Mama nanti Bulan marahin Vano, nanti Bulan gak suka sama Vano karena Vano gak bisa jagain Mama."

Laila menggeleng lemah, bagaimana ia bisa makan jika putrinya bahkan tak kunjung merespons suaranya.

"Laila, kita makan dulu." Anggara baru saja datang dan langsung menghampiri Laila. Ia membawa nampan dari Alvano. "Di kantin, ya? Atau di taman? Bulan ditemenin dulu sama kakak-kakaknya."

"Tapi aku gak mau ninggalin Bulan, Mas." Laila berkata lemah. "Aku juga gak lapar."

"Mama jangan bohong, kasian Bulan. Pasti dia denger." Alderion tersenyum manis, membantu Laila untuk beranjak dari kursi. "Kami berempat nemenin Bulan, gak akan lalai. Mama istirahat dulu."

Laila menatap Alderion, kemudian ketiga anaknya yang tersenyum meyakinkan padanya. Lantas pandangan Laila terjatuh pada Rembulan yang menutup rapat matanya. Ia memutuskan untuk mengangguk, mengikuti Anggara setelah suaminya itu mengelus lembut kepala Rembulan.

"Kami pamit dulu," ujar Anggara lantas keluar dan menutup pintu.

Keempat lelaki di sana tersenyum tipis juga mengangguk. Tepat di detik pintu tertutup sempurna, semua raut wajah tergantikan seketika. Mengubah keadaan menenangkan menjadi kelam.

Alvano menangis lagi, berlutut di samping brankar yang ditempati Rembulan, mengeluarkannya di sana. Ia masih tak menyangka Rembulan harus mengalami kecelakaan separah ini. Dan lebih menyakitkan lagi ia tak bisa melakukan apa-apa selain menunggu.

Alzero mengikuti, berlutut dan terus menggumamkan kata maaf dengan nada penuh sesal serta suara serak. Kasusnya akan segera ditangani oleh polisi, setelahnya Alzero tidak mau terlibat apa-apa, Syaila dan dua temannya bergantung pada keputusan Anggara nanti. Alzero terpejam erat, sampai akhirnya ia teringat sesuatu.

Alzero membeli sebuah kalung, ia menyimpannya di atas nakas tadi pagi. Ia menoleh pada Alvaro yang kebetulan berdiri di sebelah kiri brankar, di hadapan nakas. "Var, kalungnya Bulan belum dipasang."

Alvaro yang belum berbicara sepatah kata apapun menoleh ke arah nakas, melihat kotak berwarna lavender. Ia meraihnya, membukanya dan menemukan sebuah kalung cantik dengan bandul bulan sabit, di tengah-tengahnya terdapat huruf A yang indah.

Alvaro menghela napas berat. Ia senang sekali jika Rembulan membuka mata dan berbinar melihat kalung ini. Ia senang saat Rembulan tersenyum dan mengucapkan terima kasih dengan kata yang lembut. Ia senang saat Rembulan menatapnya, menatap semua kakaknya dengan tulus. Alvaro ingin melihat itu saat kalung dipasangkan. Tapi apa boleh buat?

Tak sadar, Alvaro menggenggam kalungnya dengan erat. Disaat yang bersamaan matanya memerah dan buliran bening berhasil menetes. Alvaro segera mendongak, berharap ia tak menangis agar tak menjadi bahan olokan. Tetapi tidak bisa, justru yang ia rasakan adalah sesak yang membelenggu.

Semuanya melihat itu, melihat Alvaro yang tak kunjung bergerak karena menahan air matanya. Suasana jadi sepi, tak ada yang berani bertindak apapun selain Alderion yang kini berdiri di samping Alvaro.

"Nggak papa, Varo."

"Gue nyesel." Alvaro mengusap air matanya dengan kasar. "Harusnya gue gak nyia-nyiain orang sebaik dia. Harusnya ... harusnya gak kayak gini. Harusnya gue bisa jaga dia."

"Varo, udah." Alderion merangkul adiknya, berusaha menenangkan. "Bukan salah kamu. Gak ada gunanya menyesal sekarang, kamu udah mau damai sama semuanya, itu udah baik."

"Tapi dia kayak gini. Kenapa?" Alvaro menutup setengah wajahnya dengan tangan, menahan isakan. "Harusnya nggak."

Alderion tersenyum, ia mengelus puncak kepala Alvaro. Sekarang ia tahu sebesar apa kasih sayang lelaki itu pada Rembulan. "Semuanya sudah diatur Tuhan. Apa yang kita harapin memang indah, tapi Tuhan jauh lebih tahu apa yang lebih indah, Varo. Ayo pasang kalungnya, biar Bulan makin cantik."

Alvaro mengusap air matanya lagi. Ia menatap Alzero dan Alvano yang menunggunya dengan raut wajah yang sulit dijelaskan. Mereka tampak sama tersiksanya dengan Alvaro.

Menatap kalung itu sejenak, Alvaro melangkah maju untuk mendekat dan sedikit membungkuk. Dibantu Alvano, Alvaro mulai memasangkan kalungnya di leher Rembulan.

Dan tanpa mereka sadari, Rembulan menatap kegiatan itu. Walaupun buram, Rembulan tahu dan melihat wajah Alvaro dan Alvano, serta Alderion dan juga Alzero yang lekat memperhatikan sebuah kalung yang dipasangkan. Rembulan merasakan tangan Alvaro dan Alvano di lehernya.

Mata Rembulan melirik sedikit, mencoba melihat apa yang terjadi, dan seketika itu ia tahu ada kalung yang dipasangkan di lehernya yang selalu polos sejak dulu.

"Kalungnya cantik, Bulan suka."

Kalimat itu membuat pergerakan keempat lelaki di sana membeku. Semuanya fokus pada kalung hingga tak memperhatikan sosok yang membuka mata. Suara lemah serta pelan menjadi penyadarnya, mereka kompak menatap Rembulan.

"Bulan?!" bahkan keempatnya kompak memanggil.

Rembulan memaksakan senyumannya agar keluar, namun ia masih lemas bahkan untuk mengeluarkan kata-katanya lagi. Rasa kantuk dan pusing saat ini juga menderanya, membuat ia tak bisa merespons keempat kakaknya yang tersenyum penuh haru dan binaran antusias.

Rembulan menatap mereka, Rembulan bisa melihatnya membuat perasaannya membaik. Untuk kali terakhir Rembulan tersenyum hingga akhirnya ia menutup mata kembali. 

Maaf harus nunggu 2 hari

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Maaf harus nunggu 2 hari. Aku bikin ilustrasi duluuu😭
Walaupun hasilnya gak sesuai ekspektasi tapi okelah gak papa😭

Ini kan harusnya chapter ending, tapi karena masih panjang, jadi bakalan ada chapter berikutnya!

Tinggalkan komentar, jangan lupa share ceritanya!💜

4 Brother'z | TERBITWhere stories live. Discover now