🌙ㅣ40. Cahaya yang Meredup

Start from the beginning
                                    

Alzero melangkah mundur. "Gak ada gunanya minta maaf sekarang. Maaf dari lo bisa ngembaliin kondisi Bulan? Nggak, La!"

"Heroo!" Syaila semakin histeris di tempatnya saat ini. Ia tidak mau seperti ini, ia tidak mau dihukum di penjara pada usia muda seperti ini. Syaila takut, ia tidak bisa menghadapinya. Sekarang tak ada jalan lain selain memohon ampun, meminta maaf dan mengakui semua kesalahannya.

Di tengah itu, Anggara beranjak menghampiri Syaila. Pria yang sedari tadi diam membiarkan anak-anaknya bertindak itu menarik pundak Alzero untuk mundur. Ia berdeham keras membuat yang lain tersentak. "Apa alasan kamu mem-bully Rembulan? Mem-bully semua korban kamu?"

Syaila menunduk dalam, satu tangannya meremat lengannya yang lain untuk menyalurkan rasa cemasnya.

Alasan Syaila melakukan perundungan memang bukanlah tanpa sebab adanya. Sejak kecil saat kakaknya meninggal dunia, Syaila selalu mengalami penyiksaan yang dilakukan oleh Paman dan Bibinya. Itu terjadi sampai sekarang. Orang tua Syaila sudah meninggal, ia tinggal bersama Paman dan Bibinya agar bisa tetap bertahan hidup di dunia ini. Dibiayai sekolah, makan, dan fasilitas lengkap. Syaila sebenarnya dimanja, tapi ia akan menjadi pelampiasan Paman dan Bibinya jika mereka bertengkar karena urusan rumah tangga.

Syaila mendapatkan semua luka di sana, hingga melampiaskannya pada orang-orang yang ia anggap lemah agar ia tak tersiksa sendirian. Semua alasan itu yang membuatnya seperti ini.

Semuanya ia katakan dengan jujur pada Anggara, begitupun Theara dan Ghea yang mengaku jika mereka hanya mengikuti Syaila, ikut-ikutan melakukan perundungan karena kesenangan pribadi.

Setelah mendengarnya, Anggara tidak berkata apa-apa, ia berbalik dan berbicara sesuatu pada salah satu guru setelahnya keluar dari ruangan diikuti oleh Alderion.

Melihat itu, Syaila segera bersimpuh kembali dan menarik kaki Alzero. "Hero ... maaf! Maafin gue!"

Alzero bungkam. Sekarang ia tahu mengapa Syaila bisa berubah drastis seperti ini, bukan layaknya Syaila kecil yang biasa bermain dengannya dulu. Alzero prihatin, tapi ia kecewa dengan tindakan yang Syaila pilih. Dan ada penyesalan dalam diri Alzero, jika saja ia tak meninggalkan Syaila apa Syaila akan menjadi orang yang seperti ini sekarang?

Ini memang bukan faktor kesalahan Syaila sepenuhnya untuk melakukan perundungan. Ini dilakukan atas amarah dan juga luapan emosi dari faktor penyiksaan dirinya sendiri di rumah. Tapi, setiap manusia itu memiliki pilihan. Syaila pun begitu, memiliki pilihan baik atau buruk. Sayangnya Syaila menuju ke jalan yang salah.

Alzero melangkah mundur untuk melepaskan cengekeraman tangan Syaila di kakinya. Mata lelaki itu menajam, menyorot pada Syaila. "Gue ngerti lo tersiksa. Tapi tindakan lo tetap salah, Syaila. Gue kecewa, lo bukan Ala yang gue kenal."

Melihat Alzero yang menyorotnya jauh berbeda dari biasa, hati Syaila berdenyut nyeri. Ia tak mampu berkata apa-apa lagi selain mengalirkan air matanya, menunduk lebih dalam mengingat semua tindakannya selama ini, dan tenggelam dalam perkataan Alzero. Benar apa kata lelaki itu, Syaila bukanlah Syaila yang Alzero kenali dulu.

"Maaf."

- 4B -

Laila tak menyerah untuk mengharapkan mata Rembulan terbuka dan menatapnya. Dokter mengatakan, masa kritis telah dilalui dan barusan pemeriksaan lanjutan telah dilakukan. Jika besok Rembulan masih tak membuka mata, maka Rembulan akan dinyatakan koma.

4 Brother'z | TERBITWhere stories live. Discover now