19. Dating With Fino

947 144 3
                                    

Happy reading ❤️❤️

Arum dan Rama duduk bersisian sembari memperhatikan Kirana dan Leo yang sedang bermain di ruang tamu. Sambil mengawasi Kirana, Arum menceritakan apa yang membuat Rama sangat penasaran.

"Jadi gini, mas." Ucapan itu membuat Rama buru-buru menoleh, matanya tak lepas dari pertanda ingin tahu.

"Dulu, saat usia Kirana empat tahun, aku pernah merayakan ulang tahun Kirana, aku pinjam uang ke Mpok Lela, buat bikin nasi kuning dan kue kecil Kirana. Aku undang semua anak-anak tetanggaku, dan..." Arum menjeda ucapannya, ia menarik napas, mencoba menguatkan hati kala mengingat hal pahit itu.

"Ngga ada satu pun yang datang." Arum menunduk menahan air mata yang akan menerobos keluar.

"Kenapa?" tanya Rama dengan suara berbisik.

"Katanya rumahku bau lah, entah katanya kalo deket-deket Kirana pada sial nantinya. Saat itu Kirana sedih banget, akhirnya aku bagi-bagiin nasi kuning yang aku buat ke orang-orang yang ngga mampu di sekitar aku." Arum menunduk, bahunya sudah bergetar. Isakkan-isakkan pilu meluncur dari mulut wanita itu.

Tangan Rama terkepal erat, mata Rama memandang sendu ke arah Kirana yang berada lumayan jauh darinya tengah tertawa lepas bersama Leo.

Ia mengusap kasar wajahnya, kisah pedih itu menimpa putrinya, sekarang ia tau, inilah sebabnya Kirana tak ingin ulang tahunnya dirayakan.

"Maaf sayang, maaf." Rama mengambil kedua tangan Arum, mengelusnya kemudian mencium tangan itu dengan penuh cinta.

Rama membingkai wajah Arum, menghapus air mata yang sudah agak mengering di wajah wanita itu.

"Ini hari bahagia Kirana, mas. Kita seharusnya jangan sedih begini."

"Lagian, itu udah lama, ngga perlu diingat-ingat lagi." Bibir Arum melengkung, membentuk senyuman yang membuat hati Rama sedikit tenang.

***

Jam sudah menunjukkan pukul lima sore, semuanya berjalan seperti biasa. Baik Rama maupun Arum, tak ingin mengingat-ingat masa lalu yang menyedihkan itu.

Arum kini tengah di dapur, membuat kue bolu untuk cemilan keluarga. Kiara muncul dengan cengiran khasnya.

"Bunda." Kiara memanggil Arum dengan sedikit rengekan.

Arum hanya menjawab dengan gumaman, sementara Kiara tengah berpikir keras bagaimana ia meminta izin.

"Kenapa, Sayang?" Arum bertanya sebab Kiara yang terus saja diam.

"Fino lagi otw ke sini." Kiara mengulum senyum. "Ngajakin Kiara malmingan." Bersamaan dengan itu, kedua pipinya langsung merah.

Arum menahan senyumnya, "terus kamu kenapa bilang bunda?"

"Mau minta izin, hehe." Kiara menggaruk hidungnya.

"Minta izin sama ayah kamu dulu, bunda si izinin asal ngga kemaleman pulangnya." Sambil berkata itu, Arum memasukkan adonan yang telah jadi ke dalam oven.

"Emang jam berapa?" Arum lanjut bertanya, tangannya bergerak membereskan peralatan-peralatan yang telah digunakan.

"Jam tujuh," jawabnya.

"Tumbenan ya, mungkin Fino kangen kamu." Arum tertawa kecil setelah mengatakannya.

Kiara menggaruk kepalanya, "mungkin, bun," jawabnya pelan.

"Yaudah sana, izin sama ayah kamu. Bilang kalo Fino mau dateng jemput kamu malmingan."

Kiara mengangguk, ia lantas mencari-cari Rama dan menemukan pria itu yang sedang berada di teras. Terlihat pria itu tengah menyeruput kopinya yang hangat.

Happiness [End]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant