15. Acuh

1.4K 241 17
                                    

Happy reading ❤️❤️

Rama terus mencueki Arum dengan keterdiamannya. Hari ini hanya ada dirinya, Aqila, dan Rama di rumah. Yang lainnya tengah pergi ke tempat dimana Susan yang mengajak.

Rama tidak ingin ikut dan memberikan alasan tengah sibuk dengan urusan pekerjaan. Arum tau, Rama tengah menghindar. Lantas wanita itu juga beralasan jika tidak bisa ikut karena tak enak badan.

Rencana ke Bogor pun gagal, Susan mengajak semuanya pergi entah kemana. Niat untuk ke makam Kinan dan Farhan pun kandas.

Arum duduk di pinggir kasur sembari menyusui Aqila, pikirannya terus berkelana, bagaimana hubungannya dapat membaik seperti dulu?

Suara sandal membuat Arum tersadar dari pikiran-pikirannya, Rama duduk membelakanginya, mengambil jam tangan yang ditaruh di atas meja. Tampilan pria itu nampak rapih.

"Mau kemana, Mas?" Arum mencoba membuka obrolan dengan sang suami.

Rama tak langsung menjawab, pria itu berdiri dan bercermin, lalu memakai sepatu. Arum tidak pernah melihat Rama serapi ini, kecuali jika pria itu akan pergi ke kantor.

"Aku pergi dulu. Ga usah nanya-nanya lagi!" Rama berkata ketus.

Arum menahan diri agar tidak menangis, sudah terlalu banyak air mata yang wanita itu keluarkan dulu. Kini harusnya wanita itu mendapatkan kebahagiaannya.

Arum pikir, setelah menikah dengan Rama, kehidupannya akan lebih baik. Tapi wanita itu sadar, dalam rumah tangga, pasti akan selalu diterpa oleh masalah sekecil apapun itu.

"Pulang jam berapa, Mas?" Arum bertanya dengan suara yang bergetar.

Sebenarnya Rama mulai menyadari jika Arum ingin menangis, tetapi pria itu tetap mempertahankan egonya, rasa cemburu di hati membuatnya jadi tak menentu.

"Malem," jawab Rama cuek.

"Ohh gitu, ya. Hati-hati ya, Mas," ucap Arum penuh perhatian.

Rama hanya berdehem sejenak, pria itu langsung saja pergi tanpa mengucapkan apa-apa lagi. Biasanya kemanapun Rama akan pergi, pria itu selalu mencium kening Arum serta membisikkan kata-kata romantis yang benar-benar Arum sukai.

Arum meremas selimut, isakan-isakan kecil mulai terdengar. Pertahanannya runtuh, bulir air mata mulai mengalir dari kedua mata wanita itu. Seakan memiliki ikatan batin yang kuat, Aqila yang tengah berada di gendongannya pun ikut menangis.

Lantas wanita itu menepuk-nepuk pantat Aqila, "udah sayang, Qila sabar ya. Ayah ga marah lama-lama."

***

Berkali-kali Arum melirik jam di sudut ruang tamu. Menunggu kepulangan sang suami. Sudah jam tujuh malam, tapi belum ada kabar apapun. Nomor WhatsApp Arum juga diblokir oleh pria itu. Saking tidak inginnya berkomunikasi dengan Arum.

Suara bel membuat Arum berdiri semangat, senyumnya luntur kala ia membuka pintu dan melihat kondisi sang suami.

"Mas? Kamu.... Mabuk?" Arum mencium bau-bau alkohol di diri pria itu.

Rama melengos mengacuhkan Arum, pria itu duduk di sofa sambil memijat keningnya. Arum menyusul duduk di sebelah Rama.

"Mas! Kamu kenapa mabuk? Kamu ga inget anak-anak? Kamu pernah janji kalo kamu akan berubah!" Arum berteriak emosi.

"Aku menyarankan untuk ke Bogor, karena memang aku ingin ketemu sama Mpok Lela. Aku ga pernah ada niatan untuk modus atau apa untuk bertemu sama Mas Lukman." Percuma Arum menjelaskan, dalam keadaan mabuk seperti ini, Rama tidak bisa berpikiran jernih.

Rama berdecak kesal, "terserah!"

Rama kembali menghindari Arum, pria itu malah masuk ke kamar. Arum benar-benar bingung, apa yang ia harus lakukan agar Rama percaya dan rumah tangga mereka dapat kembali membaik.


Tbc

Happiness [End]Where stories live. Discover now