9. Jalan Berdua Mas Rama

1.8K 288 19
                                    

Happy reading ❤️❤️

Rama terus saja mengekori Arum daritadi, bahkan pria itu hampir  ikut ke dalam kamar mandi mengikuti Arum. Selepas perbincangannya dengan Oma tadi, Rama langsung memberondongi Arum dengan beragam pertanyaan.

Arum dibuat heran oleh tingkah suaminya itu, bahkan kini, saat Arum tengah bersandar di sandaran kasur, Rama terus saja menguselkan wajahnya di lengan Arum. Arum merasa jengah sekaligus risih. Wanita itu tanpa sadar menghempas kepala Rama.

"Aduh." Rama meringis. Arum yang kalem seketika langsung berubah menjadi bar-bar seperti ini.

Arum menampilkan raut terkejutnya, "Ya Allah, Mas. Mas, maaf Mas. Aku bener-bener ga sengaja."

"Aduh kepala aku pusing. Kamu kenceng banget sih noyor kepala aku." Rama pura-pura mengaduh kesakitan.

Arum semakin merasa bersalah, padahal tidak ada niatan dalam diri wanita itu untuk melukai Rama. Arum menyentuh kepala Rama dan mengusapnya pelan.

"Maaf, Mas. Sakit ya?"

Rama mencuri satu kecupan di hidung Arum, lalu menampilkan senyum jahilnya. Arum tersipu malu, wanita itu menarik tangannya dari kepala Rama seraya tersenyum malu.

"Sayang, aku tanya sekali lagi,  tadi kamu ngomongin apa sama Oma? Ga gibahin aku 'kan?" Rama kembali menanyakan hal yang tadi belum juga Arum jawab.

"Geer kamu! Tadi Oma cuma cerita-cerita tentang kamu aja pas masih remaja. Bandel banget kamu," ujar Arum dengan nada mengejek.

Rama mengerucutkan bibirnya, "tapi 'kan aku udah berubah sekarang, aku udah jadi seorang ayah. Masa mau nakal lagi."

"Iya, iya. Percaya kok." Arum hanya manggut-manggut membenarkan ucapan Rama.

"Eh iya, Mas. Tadi Oma ngasih aku kalung. Bentar."

Arum turun dari kasur dan beralih menuju ke lemari, wanita itu membuka laci, dimana tempat ia menyimpan kotak kalung tersebut. Arum kembali ke kasur setelah mengambil benda itu.

"Cantik ya, Mas?" tanya Arum setelah membuka kotak tersebut.

Rama menelisik kalung berliontin biru itu, kepalanya mengangguk-angguk seolah tengah menilai.

"Cantik, seperti yang lagi megang." Arum lagi-lagi tersenyum malu, wanita itu memasukkan kembali kalung tersebut dan menaruhnya di dalam laci lemari.

Rama memperhatikan gerak-gerik Arum dengan senyuman yang tak pernah luntur dari bibirnya, Arum yang sudah kembali duduk itu terheran-heran melihat Rama yang tengah tersenyum aneh.

Tak memperdulikan Rama, Arum langsung menarik selimut dan tidur. Rama juga menyusul Arum tertidur sambil memeluk wanita itu dari belakang.


***

Paginya, Rama mengajak Arum jalan-jalan. Demi memenuhi keinginan wanita itu, Rama meliburkan dirinya sendiri seminggu kedepan guna menghabiskan waktu bersama istrinya. Rama mengemudikan mobil dengan santai, di sebelahnya, Arum duduk dengan tenang seraya matanya menyapu jalanan kota Jakarta melalui jendela mobil.

"Aku baru sadar, ternyata kota Jakarta seluas ini," gumam Arum.

Rama yang mendengar hal itu langsung menatap Arum kaget dan heran.

"Bukannya kamu dulu juga tinggal di Jakarta, ya?"

Arum tersenyum kecil, "iya sih, tapi aku ga pernah menjelajah kota Jakarta sejauh ini. Dulu kehidupanku ya sekedar sekolah, terus pulang ke panti."

Pikiran Arum menerawang ke masa-masa dimana ia bersekolah dulu. Arum benar-benar merindukannya. Arum juga mengingat dulu, di saat betapa seringnya ia menjahili Dian. Tanpa sadar, Arum terkekeh pelan.

"Kenapa, Sayang? Kok kamu ketawa?" Rama menatap heran Arum.

"Engga, Mas. Aku keinget aja sama Bunda Dian. Jadi kangen."

"Kamu mau ke sana? Aku anter," tawar pria itu yang dibalas gelengan oleh Arum.

"Pasti bunda lagi sibuk, aku gamau ganggu bunda, Mas," jawab Arum.

"Lagipula, aku 'kan mau menghabiskan waktu aku sama suamiku." Arum memberikan senyuman manisnya.

Rama yang mendengar itu pun turut tersenyum senang, Arum sudah tidak kaku lagi pada dirinya, bahkan terkadang Arum menunjukkan sikap manja yang justru membuat Rama senang.

Rama mencubit pipi Arum, "gemes aku, aku gigit nih lama-lama."

Arum langsung menjauhkan dirinya dari jangkauan Rama. Arum bergidik ngeri.

"Emang aku makanan apa?" Arum mencebikkan bibir.

Rama terkekeh kecil, tanpa sadar, mereka telah sampai di tujuan. Rama membuka sabuk pengamannya, kemudian membantu Arum. Karena terhalang oleh perut besarnya, Arum jadi agak kesulitan membuka sabuk pengaman.

Setelah keluar dari mobil, Arum mengamati sekitarnya. Ternyata Rama membawanya ke sebuah pusat perbelanjaan. Rama mengamit lengan Arum. Keduanya berjalan menyusuri Mal.

Mata Arum berkeliaran di sekitar Mal itu, terhitung sudah dua kali ia kemari.

Entah angin darimana, Arum menginginkan es krim. Wanita itu menghentikan langkahnya yang tentu saja membuat Rama juga berhenti.

"Mas, mau es krim." Arum menunjukkan cengirannya.

"Sedikit aja deh, aku lagi pengen," lanjut Arum saat melihat tatapan protes Rama.

Rama hanya bisa mengalah, daripada Arum ngambek.

"Oke. Sedikit ya?" tanya Rama.

Arum mengangguk senang. Mereka berdua berjalan menuju ke tempat es krim.

Sesampainya di sana, Arum hanya duduk manis saja. Sebab yang memesan es krim adalah Rama. Rama kembali dengan es krim porsi kecil di tangannya, ia tidak mungkin membiarkan Arum makan es krim banyak dalam kondisinya yang tengau berbadan dua.

Arum makan dengan khidmat, Rama tertawa pelan melihat Arum yang makan seperti anak kecil. Es krim coklatnya belepotan melumuri sekitaran bibir Arum. Dengan penuh perhatian, Rama membersihkan noda itu menggunakan tisu. Bibir Arum sudah bersih bersamaan dengan es krimnya yang ludes.

"Enak, Mas." Arum mengelus perut besarnya.

Rama mengusap kepala Arum, "udah ya. Kamu jangan banyak-banyak makan itu. Aku gamau kamu sama bayi kita kenapa-kenapa."

"I love you," kata Rama tiba-tiba.

Arum mengulum bibir, wanita itu pura-pura berpikir. Padahal Arum bisa saja langsung membalas perkataan Rama, tetapi wanita itu ingin sedikit mengerjainya.

Arum segera menampilkan raut wajah lesu. "Maaf, Mas. Aku gatau bagaimana perasaan aku. Aku masih ragu, Mas." Dalam hati, Arum tertawa geli.

Senyum yang tadinya terpasang lebar, perlahan mulai surut bergantikan senyum sendu di wajah Rama.

"Gitu ya? Gapapa, Sayang. Tapi kamu harus tau, kalo aku benar-benar mencintai kamu," kata Rama sungguh-sungguh.

Ya ampun, sekarang malah Arum yang gelagapan, ia pikir Rama tidak akan menanggapi ucapan tadi dan menganggapnya sebagai candaan.

"Tapi boong. I love you, Mas." Arum sedikit kaku mengatakan kalimat itu, seumur-umur, baru kali ini ia menyatakan perasaan langsung.

Senyum sumringah langsung terpatri di wajah tampan Rama, jika bukan di tempat umum. Sudah pasti, pria itu akan menarik Arum ke pelukannya.

"Aku gatau harus gimana, tapi aku bahagia banget. Terima kasih, Sayang." Masih dengan senyumannya, Rama menatap dalam ke mata Arum.

Arum melakukan hal yang sama, keduanya saling pandang seraya melemparkan senyum bahagianya.

Setelah cukup lama beradegan tatap-tatapan, keduanya melanjutkan kegiatan mereka berjalan-jalan. Pria itu membawa Arum ke tempat manapun yang Arum pinta. Mereka berdua layaknya sepasang kekasih yang tengah dimabuk asmara.

Tbc

Happiness [End]जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें