Jangan Asal Senang

4 2 0
                                    

Seperti ini jauh lebih sakit dari rasa yang tertolak sebelum menyatakan perasaan༎ຶ‿༎ຶ

"Gei bareng yuk, biar ga telat."
Sebuah motor berhenti tepat di sampingku, langkahku terhenti karena sosok dibalik helm hitam. Netra coklat itu tengah menatapku. Tatapan yang teduh seperti biasanya. Menolaknya sama saja merusak awal hariku.

"Eh Emang gapapa gar?" Meski bertanya, jauh dalam hatiku ingin cepat-cepat naik ke atas motornya. Namun tetap saja aku masih memiliki banyak setok gengsi. "Santai ajaa, buruan naik." Aku pun tersenyum kearahnya dan segera menaiki motor itu.

Dalam perjalanan hanya ada hening yang menerkam. Canggung ini harus segera dimusnahkan. Kucoba memutar otak untuk menemukan topik yang sekiranya cocok.
"Gar rapat buat classmeeting ja___ Belum genap satu kalimat kuselesaikan motor tiba-tiba berhenti.

"Duh Gei, sori yaa ban motor bocor. Kayaknya kena paku nih, bakal lama." Kami berhenti di pinggiran sawah, jauh dari rumah penduduk. Karena jarak antar rumah yang saling berjauhan.

"Yahh, terus gimana dong Gar. Mana hari Senin lagi bentar lagi upacara, bisa telat beneran nih." Aku pura-pura panik mengikutinya. Padahal justru dengan tragedi seperti inilah aku bisa lebih lama berdua dengannya.

Dia turun dari motor dan melepas helem nya, menampakkan seluruh wajah hitam manisnya serta mata coklat dengan tatapan teduh yang membuat ku ikut teduh dan tenang melihatnya. Mataku belum bisa sepenuhnya meninggal wajah teduh di depanku ini, sayang jika diabaikan.

"Wah kebetulan banget. Ketemu Lo di sini."  Aku kembali tersadar saat mendengar cowok itu berbicara. Dan tepat saat aku menoleh, sudah ada Dezan yang berhenti di samping motor kami. "Gei, biar Lo gak telat, bareng Dezan aja ya. Kan ini motor gue jadi biar gue aja yg urus. Lo kan cuma gue tawari naik, jadi daripada gue gaenk sama Lo mending Lo bareng sama dia dulu."

Mendengar itu sontak membuatku menghela napas tak kentara. Kulirik jam tangan yang sudah menunjukkan pukul 06.45 WIB, sebentar lagi masuk. Tapi aku juga tidak ingin meninggalkannya. "Terus nanti Lo sendirian dong telatnya. Biar gue teme____
"Esgar jarang telat, jadi alesannya nanti pasti bisa dipercaya guru konseling." Perkataan ku terpotong begitu saja oleh Dezan. Tak ingin di cap cewek keras kepala, akupun menurutinya. Aku turun dari motor dan naik ke motor sebelah. Saat motor melaju masih kupandangi dia hingga tak terlihat lagi. Dalam perjalanan, Dezan banyak bertanya dan bercerita tapi entah kenapa aku lebih suka canggung yang tadi menyerangku dan si netra coklat.

Sampai di sekolah, kutaruh tas dan mengambil topi. Aku berlari kembali ke lapangan untuk mengikuti upacara. Setelah upacara selesai baru bisa melepas topi dan merasakan hembusan angin kecil pagi, huhh benar-benar melegakan. Satu setengah jam bukan waktu yang sebentar saat dihabiskan hanya dengan berdiri dan panas-panasan. Aku berniat untuk mampir ke kantin sebentar membeli minuman dingin, masih ada waktu lima belas menit sebelum jam pertama dimulai.

Di tengah perjalanan langkahku terhenti di persimpangan lorong, aku bersembunyi di balik dinding. "Thanks ya bro, udah mau bantu gue tadi."

"Santai aja kali. Gue seneng bisa bantu Lo Deket sama Geira."

"Tapi tadi Lo aman kan?"

"Amanlah, tadi gue ngebut jadi masih sempet ngejar waktu. Untung aja gatelat."

Dua sosok itu tertawa sepanjang koridor dan masuk ke ruang kelas. Hausku hilang. Tubuhku terasa panas, jantungku tidak bisa berdetak lebih pelan. Kuputuskan berbalik. Kenapa aku bodoh? Kenapa bisa aku terjebak dalam sekenario bodoh ini? Seperti ini jauh lebih sakit dari rasa yang tertolak sebelum menyatakan perasaan.

Zamana🌈

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Oct 30, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Anthology Of TalesWhere stories live. Discover now