Tya yang melihat ada keributan 'pun langsung berlari dan menerobos para murid yang sedang berkumpul, sembari membawa satu gelas es teh manis pesanan Ica.

"Ica?!" teriak Tya, saat ia sudah melihat temannya ini sedang berhadapan dengan Liya.

"Hm bagus," ucap Liya, lalu merebut paksa es teh manis yang sedang Tya pegang, dan ... .

Byurr!

Ica kembali mendapatkan perbuatan yang tidak ia inginkan, namun terpaksa ia harus membalasnya.

"Oke, balasan tadi pagi udah selesai, saatnya gue cabut!" ucap Liya.

Ica langsung menjambak rambut panjang milik Liya dengan keras, yang mampu membuat Liya terlonjak kaget dan kesakitan.

"Aww! Lepasin! S-sakit! I-Ica ... Please ... Lepasin ... Sakit ... ." Liya begitu kesakitan, dan membuatnya pusing tak kepalang.

"Hm, kenapa? Sakit?" tanya Ica, "lo nampar gue satu kali gue bales sepuluh kali, lo guyur gue satu kali gue lempar lo ke sumur sampe mati!" ucap Ica dengan tegas.

Liya langsung gemetar dan membuatnya harus berpikir berkali-kali lagi, saat hendak mem-bully Ica.

Ica kembali menjambak rambut Liya dengan keras, "s-sakit I-Ica lepasin ... Meg-a Mega! Bantuin gue ... Kenapa lo diem aja?" tanya Liya ditengah-tengah rintihannya.

"G-gue mau bantuin lo, t-tapi ... ." Mega melirik ke arah Ica.

"Kenapa lo liatin gue?! Nih temen lo lagi gue bully, gak mau bantuin, lo?!" tanya Ica dengan sedikit membentak.

"Kenapa? Terkejut?" tanya Ica, "lo salah besar kalo mau cari masalah sama gue! Lo bukan lawan gue! Lo pikir gue diem aja itu takut? Gak sama sekali!" bentak Ica, saat ia sudah mampu membuat Liya diam dan terduduk lemas di lantai.

"Liat, 'kan? Gak ada satupun orang yang mau bantuin lo! Bahkan temen lo sendiri 'pun, gak ngebantuin lo sama sekali! Jadi lo jangan pernah percaya sama orang-orang yang ada di sekitarnya lo gitu aja!" ucap Ica, tepat di depan wajah Liya.

"Gue bakal lepasin lo kali ini! Tapi kalo kaya gini lagi, baik sama gue maupun sama yang lainnya keliatan sama gue! Gue gak akan lepasin lo gitu aja!" bentak Ica lagi, kemudian melepaskan jambakan-nya pada rambut Liya.

Tya yang melihatnya secara langsung pun, mampu membuatnya diam tak berkutik. Ia tak percaya bahwa Ica akan se-marah ini pada Liya, dan itu kakak kelas nya sendiri.

"Tya, ayo pergi," ajak Ica.

"Tya ayo pergi!" sentak Ica, "lo kenapa?" tanya Ica, "gue gak akan pernah kaya gini sama orang yang gak bikin masalah sama gue," lanjut Ica.

"Ah? Iya-iya." Hanya itu yang dikatakan oleh Tya, kemudian ia pergi ditarik oleh Ica melewati kerumunan murid-murid.

Dan saat Ica melewati kerumunan tadi, ia melihat ada Karin dan siapa itu?

Karin hanya diam saja saat Ica melewatinya tanpa berkata apapun, dan ia melihat sosok Ica yang begitu berbeda semenjak kepergian Darren, mantan kekasihnya itu.
***

Bryan yang sudah melihatnya sedari tadi 'pun hanya diam saja sebagai ketua OSIS, karena dia tau siapa yang benar dan siapa yang salah.

"Lo diem aja, Bro?" tanya Adnan.

Bryan hanya diam tak menjawab pertanyaan dari temannya itu. Dan Bagas 'pun hanya diam diam memperhatikan Bryan dan Ica.

"Kaya nya dia temennya Ica," batin Bagas, setelah melihat Ica dengan seorang perempuan di sampingnya.

"Kalian kalo mau ke kantin, ke kantin aja, gue ada urusan," ucap Bryan, kemudian pergi meninggalkan Bagas, Chandra dan Adnan.

"Mau ngantin, lo?" tanya Chandra.

"Ayok lah, cacing di perut gue udah pada demo, minta di isi," jawab Adnan.

"Lo, sih Gas?" tanya Chandra.

"Mata lo, gas!" sentak Adnan.

"Gue juga ada urusan, kalian duluan aja," ucap Bagas, lalu pergi meninggalkan Chandra dan Adnan.

"Lah, pergi semua, kayaknya cuma kita aja yang gak punya urusan," ucap Chandra, dengan ekspresi yang di lebay-lebay kan.

"Kita? Lo aja kali! Gue ada urusan sama perut gue!" teriak Adnan, kemudian pergi ke arah kantin.

"Woy tungguin!" teriak Chandra juga, yang langsung menyusul Adnan ke kantin.
***

"Tadi itu Ica, 'kan?" tanya Elvan.

"Iya, dia Ica," jawab Kiran.

"Lo gak ada niatan buat minta maaf sama dia?" tanya Elvan.

Kiran langsung tersadar akan lamunannya, "gue ... Gue udah berusaha buat minta maaf sama dia, bahkan jauh sebelum Darren gak ada," jawab Kiran.

Elvan hanya mengangguk, "terus gimana tanggapan dia?" tanyanya.

Kiran menggeleng, "dia gak ada respon, dan dia gak mau ngomong sama sekali sana gue," jawab Kiran.

Elvan hanya diam dan berfikir sejenak, "dia gak kenal dan gak tau sama gue, 'kan?" tanya Elvan.

Kiran langsung menatap ke arah Elvan, "iya, terus rencana lo gimana?" tanya Kiran.

"Makan dulu," ucap Elvan, sambil menyodorkan siomay ke depan Kiran.

"Gue serius, Van ... ," geram Kiran.

"Iya gue juga serius, udah lo tenang aja pasti gue bantuin, sekarang lo makan aja dulu," ucap Elvan.

Kiran tersenyum manis ke arah Elvan, "makasih, ya," ucap Kiran dengan tulus.

Elvan hanya mengangguk sebagai jawaban.
***

"Hay!" panggil Elvan, saat ia bertemu dengan Ica.

"Apa kita pernah ketemu sebelumnya?" tanya Ica.

"Tadi waktu di kantin," jawab Elvan, "lo Ica, ya? Kelas X IPS 2?" lanjut Elvan bertanya kepada Ica.

"Iya, gue Ica," jawabnya singkat.

"Oh iya, kenalin gue Elvan kelas X IPA 2," ucapnya memperkenalkan diri.

"Oh hai Elvan, lo kelas X IPA 2?" tanya Ica.

"Iya, kenapa emangnya?" tanya Elvan, heran.

Ica menggeleng, "enggak, gue punya temen di kelas lo, namanya Sella," jawab Ica.

"Oh iya, gue kenal."

"Ya udah gue duluan," pamit Ica, setelah itu pergi meninggalkan Elvan.

"Hm, Sella?" gumam Elvan.

☞Bryan♡Ica☜

BryancaWhere stories live. Discover now