Bagian 15

587 101 14
                                    

Masalah yang dialami Kayla sudah diselesaikan oleh pihak sekolah. Orang tua Fitra juga sudah mendapat teguran untuk lebih memperhatikan sikap anaknya.

Selama perjalanan pulang, Kayla yang biasanya akan berceloteh tentang bagaimana keseruannya di sekolah, kali ini lebih memilih bungkam hingga mobil sang ayah terparkir di garasi rumah mereka.

Tanpa mengucapkan sedikit kata, gadis itu turun dan meninggalkan sang ayah yang masih mengamati tingkah Kayla dari dalam mobil. Entah apa yang salah, namun Angga tahu jika sikap Kayla masih ada hubungannnya dengan kejadian yang ia alami di sekolah tadi.

"Assalamualaikum," salam Kayla dengan lesu ketika membuka pintu rumah.

"Waalaikumussalam, Loh Lala kok sendiri? Ayah mana?" tanya Bu Ratna yang sedang menemani Vendra bermain di ruang keluarga, namun gadis itu masih diam dan berlalu masuk kamar.

Sang nenek bukan tidak tahu jika sebelumnya terjadi sesuatu di sekolah, namun ia berusaha bersikap biasa agar mood Kayla membaik ketika sampai di rumah. Langsung menanyakan sesuatu tentang kejadian tidak menyenangkan yang Kayla alami di sekolah hanya akan membuat gadis itu semakin menarik diri nantinya.

"Assalamualaikum." Angga terlihat berjalan mendekati sang mama dengan menenteng ransel milik Kayla.

"Waalaikumussalam," jawab Bu Ratna sembari menyodorkan mainan kesukaan Vendra kemudian berdiri menghampiri Angga.

"Kamu belum makan kan? Mama udah siapin makan siang, lebih baik kamu makan dulu aja, biar Mama yang taruh tasnya di kamar Lala." Bu Ratna bicara seraya mengambil alih ransel milik cucu perempuannya dari pundak Angga, kemudian berlalu ke kamar Lala.

"Ayah!"

Panggilan Vendra disertai rentangan tangan meminta digendong mengalihkan perhatian Angga membuat pria itu berjalan menuju sang putera kemudian menggendongnya dengan sesekali mencium gemas pipi sang ayah.

"Vendra mau temenin Ayah makan?" Angga membawa Vendra ke ruang makan ketika sebuah anggukan antusias bocah itu berikan.

***

Sementara itu, di tempat berbeda meski jam pulang telah terlewat lama, Kayra masih saja duduk termangu di ruang guru, gadis itu tampak memikirkan sesuatu setelah apa yang terjadi hari ini hingga tanpa ia sadari tangannya membuat pola tak beraturan di atas sebuah kertas yang mulanya akan ia gunakan untuk membuat materi esok hari.

"Ra, gak pulang kamu?" Salah satu rekannya menegur ketika melewati meja Kayra.

"Eh, Iya Bu. Bentar lagi mau pulang." Kayra yang masih memegang bolpoin di atas secarik kertas, sedikit terkejut dengan kehadiran rekannya. Gadis itu menilik pada jam tangan lalu segera membereskan meja dan memasukkan ponsel ke dalam tas tanpa menyadari sebuah pesan yang sedari tadi menunggu untuk dibuka.

Ketika akan melewati gerbang sekolah, Kayra dibuat heran dengan keberadaan pria yang entah kapan bersandar pada tembok dekat gerbang sekolah. Tak mau memikirkan hal lain, Kayra memilih untuk melewatinya begitu saja, tujuannya hanya ingin segera sampai di rumah. Belum langkahnya berpijak melewati pria itu, sebuah tarikan pada tas yang ia sampirkan menghentikan Kayra.

"Tunggu, Ra. Bisa kita ngobrol sebentar?" Abra melepaskan cekalannya pada tas Kayra ketika gadis itu sedikit membalikkan badan meski tak sepenuhnya menghadap padanya.

"Maaf, saya sedang tidak ada waktu." Kayra tak sedikitpun melihat wajah Abra, bahkan gadis itu membuang pandangannya ke arah jalan raya berharap angkutan umum yang biasa ia naiki segera datang.

"Sebentar saja..." Tak ada respon dari Kayra membuat Abra tak pantang menyerah,"atau kalau kamu ada waktu tolong hubungi aku, nomor yang terakhir Kayla pake buat telpon kamu itu nomor aku."

"Maaf, saya harus pergi." Kayra mengambil langkah cepat menyebrang ketika netranya menangkap sebuah taksi melintas dari kejauhan.

Abra yang menyadari Kayra menghindarinya, tak sedikitpun melepaskan pandangan dari taksi yang telah menjauh bersama gadis itu. Apakah peluangnya untuk dekat kembali dengan Kayra kali ini telah hilang? Tidak, pertemuan mereka kembali pasti salah satu peluang yang diberikan Tuhan untuk menebus kesalahannya di masa lalu.

Sementara dalam taksi, setelah berhasil menghindari Abra, Kayra terlihat memejamkan matanya erat, mengatur napasnya perlahan menghalau keraguan yang sempat menggelayuti hatinya. Abra hanyalah masa lalu, Kayra kembali menegaskan itu dalam pikirannya. Seharusnya bertemu dengan Abra tak akan berpengaruh padanya, namun nyatanya kehadiran pria itu mengusik ketenangan hati Kayra yang bertahun-tahun ia tata, ditambah kehadiran orang-orang yang berkaitan dengan Abra di sekitarnya. Sialnya, kenapa orang yang ayahnya jodohkan bahkan malah mempunyai hubungan darah dengan  pria itu. Apakah Kayra harus mundur dan terkesan melarikan diri kembali dari semua hal yang berkaitan dengan Abra?

Tanpa terasa taksi yang ia tumpangi telah berhenti tepat di depan rumahnya. Turun dari sana, gadis itu mengernyit mendapati sebuah mobil yang beberapa waktu lalu pernah ia lihat terparkir rapi di sana. Apa lagi ini? Kenapa hari ini seolah hal di luar dugaan setia menimpa dirinya?

...

Sorry, too lateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang