13. Wisata Masa Lalu

11.9K 1.4K 95
                                    

Di dalam sebuah ruangan yang berbau khas itu Nindy menunduk dengan takut. Dia memainkan tangannya yang sudah basah dengan gelisah. Sedari tadi Nindy tidak berani untuk mengangkat kepalanya. Dia terlalu takut dengan tatapan tajam Raka yang baru saja sadar setelah melakukan operasi patah tulang.

"Mau sampai kapan kamu nunduk?" tanya Raka dengan suara pelan.

Masih dengan menunduk, Nindy menggeleng cepat. Sesekali dia mengelap ingusnya yang ikut mengalir bersama air mata.

"Liat saya."

Nindy kembali menggeleng.

"Liat saya Nindy!"

"Nggak mau, takut." Nindy bergumam lirih.

Raka menghela napas kasar dan menyandarkan kepalanya di kepala ranjang. Pemulihannya terhitung cepat dan dia sudah bisa duduk saat ini, meskipun tangannya masih sakit dan harus diberikan perawatan khusus.

"Saya pusing." Raka memejamkan matanya.

Nindy mendongak dan menatap Raka khawatir, "Mana yang sakit, Pak? Saya panggilin dokter ya?"

"Saya pusing liat tingkah kamu," ucap Raka sebelum Nindy pergi. Matanya kembali terbuka dan menatap Nindy datar.

"Maaf." Nindy kembali menunduk dan menangis.

"Kalau tangan saya nggak sakit, pingin rasanya getok kepala kamu pakai besi."

Nindy secara reflek bergerak melindungi kepalanya, "Maafin saya, Pak."

Raka menarik napas dalam, "Kamu kenapa susah banget dibilangin? Saya larang kamu bukan tanpa alasan, liat apa yang terjadi sekarang? Dasar badung!"

Nindy mengangguk mengerti, "Iya, Pak. Saya juga mau bilang makasih karena udah tolongin saya kemarin."

"Saya nyesel bantu kamu." Raka kembali memejamkan matanya.

"Pak, jangan marah. Saya minta maaf." Nindy kembali merengek dan meraih tangan kanan Raka yang tidak terluka.

"Saya harus nginep di sini gara-gara kamu, padahal pekerjaan lagi numpuk."

"Nanti saya bantu, Pak."

Raka menatap Nindy tajam, "Harus! Kamu itu asisten saya. Lagian saya di sini juga gara-gara kamu bandel!"

Nindy kembali menunduk dan mengerucutkan bibirnya. Sedang sakit pun Raka masih bisa mengomelinya. Nindy tidak bisa membayangkan betapa menyebalkan pria itu setelah sembuh nanti dan mengungkit-ungkit masalah ini, sama seperti yang ia lakukan dulu pada masa lalu mereka.

"Doni pasti udah sebar berita kalau keamanan proyek Aditama Design itu nol," gumam Raka sambil memijat pangkal hidungnya.

"Doni siapa, Pak?" tanya Nindy bingung.

"Nggak usah kepo!"

"Sekarang Pak Raka istirahat ya biar cepet sembuh, jangan ngomel terus, atau mau saya kupasin buah?" tanya Nindy perhatian, lebih tepatnya mencegah Raka untuk kembali mengomel.

"Kupasin saya buah," balas Raka pada akhirnya.

"Oke, Bos!"

***

Tiga hari telah berlalu dan Raka masih berada di rumah sakit. Jika kondisi pria itu membaik maka besok akan diperbolehkan pulang. Selama tiga hari ini pula, Nindy menginap di rumah sakit. Selain karena bentuk tanggung jawab dan rasa bersalahnya, Raka tidak memiliki siapapun untuk menjaganya. Tidak mungkin dia meminta nenek dan kakeknya untuk menjaganya di sini. Kandidat yang paling tepat adalah Nindy meskipun mereka sering beradu mulut karena perbedaan pendapat. Seperti saat ini, Nindy tampak menggerutu sambil mengupas kulit anggur dan memisahkannya dengan bijinya.

Okay, Boss! (SELESAI)Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ