6. Harus Nurut!

14.8K 1.9K 67
                                    

Alarm yang terus berbunyi berusaha keras membangunkan Nindy yang terlelap. Mata gadis itu terlihat memerah dan meminta untuk dipejamkan kembali. Namun Nindy tidak bisa melakukannya, dia harus bekerja sekarang.

Pagi ini tidak sama seperti pagi sebelumnya. Jika kemarin Nindy sangat bersemangat tapi tidak untuk sekarang. Dia masih sangat berharap jika bosnya bukanlah Raka. Namun harapannya sia-sia.

Nindy mematikan alarm-nya dan melihat jam yang masih menunjukkan pukul empat pagi. Ya benar, Nindy bangun sepagi ini untuk berangkat bekerja. Jika tidak ingat pesan Raka semalam tentu dia tidak akan mengatur alarm sepagi ini.

"Besok pagi jam setengah 6 kamu sudah harus ada di rumah saya. Alamatnya Perumahan Adhiwangsa no 01."

Nindy menggosok giginya sambil mengingat kembali pesan Raka. Sesekali matanya terpejam karena tidak bisa menahan kantuk. Entah kenapa hari pertama sangat melelahkan. Raka berhasil mengerjainya. Jika bukan karena ekonomi yang sulit tentu Nindy akan dengan hati mengundurkan diri.

"Oke, Nind. Nggak papa. Nanti kalau udah gajian jangan lupa racunin Pak Raka pake ayam geprek cabe se-kilo."

Nindy keluar dari kamar mandi dengan rambut yang basah. Matanya sudah terbuka sepenuhnya. Air dingin sedikit membantunya sadar dari kenyataan yang menyakitkan.

Suara getaran terdengar dari ponsel Nindy. Dia menghampiri meja dan melihat siapa yang menghubunginya di pagi buta seperti ini. Nindy tersenyum saat melihat ada nama ayahnya di sana. Tidak pernah berubah, pria paruh baya itu selalu mengingatkannya untuk semangat bekerja.

"Oke Nindy!" Nindy berdiri tegak dan mengepalkan kedua tangannya erat, "Demi orang tua dan masa depan yang cerah lo harus tahan banting! Hidup foya-foya!" teriak Nindy semangat.

"Brisik lo, Nind!" Gedoran di pintunya membuat Nindy menutup mulutnya rapat. Dia lupa jika kost-nya sangatlah elit sampai tetangga bisa mendengar setiap langkah kakinya.

***

Ekspresi yang Nindy keluarkan saat ini benar-benar memalukan. Mulutnya terbuka lebar dengan mata yang membulat sempurna. Dia sudah sampai di depan rumah Raka sekarang. Tidak sulit untuk mencarinya karena rumah pria itu terletak paling depan dengan nomor rumah pertama.

"Maaf, Mbak. Cari siapa ya?" Seorang pria tua keluar dari rumah saat melihat gadis mencurigakan yang berdiri dengan mulut terbuka.

"Saya cari Pak Raka, Pak." Nindy tersadar dan tersenyum malu.

"Oh, Mbak Gendis ya?"

Senyum Nindy luntur, "Iya, Pak. Tapi panggil saya Nindy aja."

"Bagus Gendis, Mbak. Manis kayak Mbak-nya."

Nindy tersenyum paksa dan mulai memasuki pagar rumah. Lagi-lagi dia dibuat terperangah dengan rumah Raka. Desain yang unik membuatnya yakin jika Raka bukanlah arsitek sembarangan. Seketika dia meringis melihat kemampuannya sendiri.

Noob.

"Langsung masuk aja ya, Mbak," ucap pria yang Nindy yakini sebagai satpam itu.

Nindy mengangguk dan mulai menaiki tangga kecil menuju pintu utama. Dia kembali menghela napas kasar. Bahkan teras rumah Raka lebih besar dari kamar kost-nya. Menyedihkan.

Okay, Boss! (SELESAI)Where stories live. Discover now