10. Masakan Kanjeng Ratu

15.8K 1.8K 47
                                    

Perasaan Nindy terasa campur aduk sekarang, antara senang dan gelisah. Senang karena akhirnya bisa kembali bertemu orang tuanya setelah beberapa bulan tidak bertemu dan gelisah karena takut jika rahasianya akan terbongkar. Meskipun sudah meminta Raka menutup mulut, tapi kegelisahan itu masih ada. Bukan satu-dua orang yang tahu jika Nindy baru bekerja sekarang. Dia belum mempersiapkan semuanya karena kedatangan orang tuanya yang mendadak.

"Pak Raka pulang aja deh." Nindy berbalik dan menatap Raka yang bersandar pada mobilnya dengan kaca mata hitam.

"Kamu ngusir saya?"

Nindy mengerucutkan bibirnya kesal, "Nggak gitu." Dia tampak bingung menjelaskan.

"Lah terus?"

Nindy berdecak, "Iya, saya ngusir Bapak!"

Raka tersenyum miring dan berjalan mendekat, "Nggak mau. Saya mau liat kamu dimarahin sama Bapak kamu karena udah bohong selama ini."

"Pak..." Nindy berucap dengan wajah yang memelas.

"Nindy!" Sebuah teriakan yang nyaring itu membuatnya berbalik.

Ekspresi kesal Nindy langsung berubah saat melihat orang tuanya yang berlari mendekat. Nindy merentangkan kedua tangannya dan berlari ke arah orang tuanya. Mereka berpelukan dengan gembira tanpa peduli dengan pandangan orang lain.

Dari jauh, Raka tersenyum tipis melihat itu. Dalam setedik Nindy bisa langsung berubah saat melihat orang tuanya. Ke mana rasa takutnya tadi? Raka berjalan mendekat dan tersenyum sopan pada wanita paruh baya yang menatapnya bingung.

Melihat Ibunya yang mendadak diam, Nindy menoleh dan mengumpat saat Raka sudah berada di belakangnya.

"Ini siapa, Nduk?" tanya Ibu Nindy bingung.

"Ini Pak Raka, Buk. Dia-" Belum sempat menyelesaikan ucapanya, ayah Nindy sudah maju satu langkah dan menatap Raka lekat. Bahkan raut wajah galak ia tunjukkan dengan pandangan remeh.

Nindy meringis melihat itu. Memang ekspresi itu yang selalu ayahnya tunjukkan jika anak gadisnya terlihat tengah bersama pria.

"Pak..." Nindy menarik lengan ayahnya, "Jangan melotot. Itu bos Nindy," bisiknya.

Ayah Nindy terkejut dan mundur satu langkah, "Kenapa nggak bilang dari tadi?"

"Bapak kebiasaan deh." Kali ini Ibu Nindy yang berbicra.

Raka menahan senyumnya melihat pertikaian di hadapannya. Sekarang Raka tahu dari mana sifat aneh Nindy muncul. Gadis itu persis seperti ayahnya.

"Perkenalkan, Pak. Saya Raka." Raka mengulurkan tangannya.

"Maaf ya, Pak Raka. Ayah Nindy memang selalu gitu kalau liat anaknya sama cowok." Ibu Nindy meminta maaf.

"Nggak papa kok, Buk. Saya paham, namanya juga orang tua."

"Ini kenapa kok Pak Raka ada di sini juga?" tanya Ayah Nindy bingung.

"Panggil saja Raka, Pak."

Nindy mencibir melihat jawaban manis yang keluar dari bibir Raka. Pria itu seperti memiliki dua kepribadian ganda. Nindy masih ingat betapa jahilnya pria itu selama ini.

"Kan Pak Raka bosnya Nindy."

Raka kembali menggeleng, "Jangan, Pak. Panggil Raka aja biar enak. Dan kenapa saya ada di sini karena kebetulan tadi ada pekerjaan yang harus saya dan Nindy selesaikan, jadi sekalian jemput Bapak dan Ibu."

Ayah Nindy mengangguk paham, tapi dia kembali menatap Raka penasaran, "Nak Raka ini cuma bosnya Nindy atau lebih?"

"Pak!" Nindy mulai panik.

Okay, Boss! (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang