2. Joging

122 13 1
                                    

"Tak perlu merasa spesial untuk seseorang yang bukan siapa-siapa."

***

Sore ini sepulang sekolah kantin terasa sangat ramai. Entah aku yang tak pernah mengunjungi tempat ini sepulang sekolah atau memang kebetulan saja hari ini karena kulihat masih banyak makanan yang tersisa untuk dijual.

Ku langkahkan kakiku menuju rak air mineral. Membayarnya dengan selembar uang lima ribuan lalu mengambil sisa dua ribuan. Aku berjalan kearah Serena, temen sekelas ku yang sudah menunggu.

"Pulang sama siapa?" tanya Serena padaku.

Aku menoleh, lalu mengangkat kedua bahuku tak tahu. "Nggak tau," jawabku seraya menghela nafas.

"Lah, naik angkot?"

"Nggak tau, Rena."

Motor di rumahku hanya ada dua. Satu dipakai ayah dan satu dipakai ibuku berangkat mengajar sekaligus pulang bersama adik kembar ku. Tadi pagi aku diantar ayah sekalian berangkat kerja.

"Pulang bareng Abang aku aja gimana?"

Sontak aku menoleh kaget pada Serena. Big no!! Abangnya Serena adalah Bang Gare, temannya Kenvi sekaligus pelatihku.

"Gak usah," tolak ku. "Gak enak, ih. Masa Abang kamu harus putar balik ngantar aku," kekeh ku pelan.

"Ih, gapapa. Sesekali tau!"

"Gak usah, Rena. Aku orangnya gak enakan," ujar ku sok sungkan. "Naik angkot aja. Udah lama juga nggak naik angkot," cengir ku dengan lebar.

Aku tak mau merepotkan orang lain dengan mengantarkan ku pulang. Ibuku pernah mengajari untuk tidak menyusahkan orang lain selagi aku masih bisa melakukan sesuatu dengan baik.

Aku terbiasa mandiri!

"Abang aku pakai mobil juga kok."

"Apa sangkutannya?" Aku mengernyitkan dahi.

"Kan kamu gak mau naik motor, maunya naik mobil," ucap Serena menatapku yang menepuk dahi.

"Gue bukan orang kaya."

"Tapi kamu maunya naik angkot. Angkot itu kan mobil."

"Beda, Ren," sahutku malas. "Jam berapa sekarang?" tanyaku melirik jam tangan milik Serena.

"Satu kurang lima," jawabnya.

Berati satu jam lebih lima menit lagi latihan akan dimulai. Aku berdiri, menepuk bagian belakang rokku mana tau ada sesuatu yang tertinggal di sana.

"Duluan, ya, Ren."

"Nggak jadi pulang bareng?"

"Kapan-kapan deh," ucapku menghela nafas. "Soalnya nanti jam dua mau latihan."

"Kan tempat latihan kamu sama Bang Gare sama. Barengan aja."

"Tidak usah, Bestai. Saya undur diri." Aku berjalan mundur seperti orang gila yang melambai-lambai pada Serena yang hanya geleng-geleng kepala.

Hold Me Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang