🌙ㅣ29. Pertemuan yang Kedua Kali

Start from the beginning
                                    

Raut wajah bingung Agraska tercetak jelas, ia menoleh pada Alvaro yang memalingkan wajahnya ke arah lain, kemudian ia menoleh kembali pada gadis di hadapannya. "Apa maksud lo?"

"Bulan tahu kejadiannya, baru diceritain kak Varo. Karena balapan kak Varo sama kakak kamu, ada yang jadi korban dan ada juga pelaku. Kakak kamu nyabotase mobil kak Varo, dan sayangnya bukan kak Varo yang jadi korban. Tapi bunda sama adik kak Varo. Mereka berdua meninggal. Gara-gara perbuatan kakak kamu."

"Hah?!" Agraska tidak bisa mengeluarkan kata-kata lagi. Apa-apaan ini? Hal yang baru ia dengar. Kakaknya melakukan hal yang di luar dugaannya? Menyabotase mobil dan menghasilkan dua korban? Tidak ada yang mengatakan itu padanya, tidak ada yang menceritakan ini, termasuk Rexa yang beberapa kali ia kunjungi di penjara. Rexa hanya mengatakan jika permasalahannya rumit, dan ia dijebak oleh Alvaro hingga ditahan di penjara.

Apa maksud dari semua ini? Agraska menggelengkan kepalanya, lantas melangkah mendekat pada Alvaro. "Maksudnya apa, Var?!"

"Lo yang apa!" Alvaro menatap tajam ke depan. "Gue gak ngerti lo tiba-tiba datang nyamperin gue dulu, teriak kalau kita musuhan, dan lo bakalan ngincar gue. Gue gak tahu maksud lo apa!"

Benar. Alvaro pun bingung dengan tindakan Agraska hingga keduanya harus menjadi musuh bebuyutan. Ia tidak tahu, jika Rexa adalah ketua geng motor Axares yang sebenarnya. Kini, Alvaro mengerti. Benang kusutnya terurai.

"Var?" nada suara Agraska terdengar gamang, begitpun pandangannya yang kosong. Lelaki itu seperti baru saja tersadarkan dari hipnotis.

Melihat itu, Rembulan melangkah maju, menepuk sebelah lengan Agraska. "Kakak kamu bilang apa ke kamu? Dia gak bilang kalau dia kalah balapan, terus balas dendam ke kak Varo dan ngerencanain pembunuhan? Dia gak bilang kalau dia salah sasaran dan malah nyelakain bunda kak Varo dan adiknya? Dia gak bilang ada dua nyawa yang pergi?"

"Cukup!" Agraska melangkah mundur, mencengkeram kepalanya yang mendadak terasa berputar.

Rembulan sendiri hanya menghela napas, kemudian berbalik pada Alvaro. "Kak?"

"Kita pergi aja." Alvaro segera menarik lengan Rembulan untuk naik ke atas motor. Sudah cukup sampai di sini. Alvaro sudah mengetahui kesalahpahaman Agraska padanya, dan ia sudah menebak jika ini semua keinginan Rexa. Agraska hanyalah alat untuk dendamnya.

Rembulan menurut, namun sebelum itu, ia menepuk-nepuk pundak Agraska yang sudah berjongkok. "Kamu tanyain lagi ke kakak kamu tentang semua ini. Terus, jangan ganggu kak Varo lagi. Urusan kalian udah selesai."

Tak menjawab apapun, Agraska hanya memperhatikan bagaimana Rembulan tersenyum padanya, kemudian berbalik menuju motor dan meninggalkannya.

- 4B -

"Bulan?" Alvaro memanggil dengan suara pelan.

Rembulan yang sedang menyuapkan makanannya itu langsung menatap Alvaro, menunjukkan raut wajah penuh tanya. "Kenapa, Kak?"

Alvaro berdeham, ia menatap ke luar yang menampilkan jalanan kota yang ramai. Mereka sedang berada di restoran untuk makan malam, tepat setelah kejadian dengan Agraska tadi. Sebenarnya, Alvaro ingin mengatakan sesuatu pada gadis berkacamata di hadapannya, tapi mendadak ia ragu, dan perasaannya jadi aneh.

Ia tidak pernah ingin mengucapkan rasa terima kasih, atau kata maaf pada seseorang. Tetapi kali ini berbeda. Rasanya jika ia tidak berkata pada Rembulan sekarang, ia tidak akan bisa bebas dari pikirannya berisik.

Apalagi setelah Rembulan membantunya tadi, gadis itu dengan sigap menyelesaikan apa yang menjadi kesalahpahamannya dengan musuhnya. Padahal, tadi Alvaro sudah ada niatan untuk berkelahi dengan Agraska saja karena terlalu malas untuk banyak berbicara.

"Kak Varo?" Rembulan memanggil lagi. "Kenapa?"

Alvaro menoleh sekilas, kemudian kembali lagi menatap jalanan dengan satu tangan menopang dagunya. "Maafin gue. Dan makasih."

Rembulan diam, belum merespons karena ini terlalu mendadak. Yang benar saja Alvaro meminta maaf dan berterima kasih padanya. Apa Alvaro demam? Rembulan memperhatikan lekat wajah Alvaro, telinga lelaki itu tampak memerah. Jadi benar, Alvaro demam?

"Kakak sakit, gak? Mau diperiksa?" tanya Rembulan dengan nada bingung. "Kakak jadi aneh."

Disebut begitu, tentu saja Alvaro langsung menoleh, ia menatap Rembulan dengan kedua alis yang hampir bertautan. Gadis di hadapannya ini kadang terlihat sangat dewasa, tapi ternyata lugu dan polos sekali.

Alvaro jadi terkekeh. "Pokoknya gitu," ucapnya, lalu segera mengeluarkan ponsel dari saku celana. "Abis ini kita ke penginapan, Bang Rion sama yang lain ada di sana. Kita gak pulang dulu."

"Mama?" tanya Rembulan saat ingatannya mengarah pada Laila.

"Bang Rion udah izin ke Mama," jawab Alvaro. Dan sadar atau tidak, untuk pertama kalinya ia menyebutkan panggilan itu pada Laila yang sedari awal tidak ia anggap sama sekali. "Mama diajak, tapi dia bilang mau nemenin Papa. Dia terlalu baik buat Papa," lanjutnya dengan sebuah komentar di akhir.

Mendengarnya, Rembulan melebarkan senyuman. "Mama 'kan sayang sama Papa, dia gak mungkin ninggalin Papa."

"Tapi Papa udah--"

"Seseorang gak mungkin gak bisa berubah kak Varo." Rembulan memotong, kedua tangannya bergerak untuk menangkup pipinya sendiri, membuatnya lekat memandang Alvaro. "Cinta emang begitu, 'kan?"

Satu alis Alvaro terangkat, lantas mengangguk. Senyuman tipisnya tanpa disadari keluar. "Gitu, ya."

Akhirnya aku update lagi!🦋Terima kasih udah nunggu dan terima kasih udah nyemangatin

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Akhirnya aku update lagi!🦋
Terima kasih udah nunggu dan terima kasih udah nyemangatin. Nanti aku update lagi!!

Jangan lupa tinggalkan jejaknya, dan share cerita ini💜

4 Brother'z | TERBITWhere stories live. Discover now