Permintaan Tolong

3.7K 517 5
                                    

"Sudah, Nura. Biar Mbak saja yang selesaikan siapin makan malamnya."

Nura sama sekali tidak bergeming, dia tetap berdiri di dapur dan melakukan apapun yang bisa dia lakukan di dapur ini mengacuhkan ucapan dari Mbak Sumi yang kini menggantikan posisi Ibunya mengurus dapur semenjak Ibu Nura tiada, mata Nura terasa panas saat ingatan tentang Ibunya yang nyaris seumur hidupnya menghabiskan waktu dengan memasak di dapur ini, menyiapkan setiap makanan keluarga Wiraatmaja kembali berkelebat di benaknya.

Sebuah sentuhan Nura rasakan di bahunya dan membuat Nura sedikit tersentak karena terkejut, Mbak Sumi sepertinya mengerti apa yang di rasakan oleh anak mantan orang kepercayaan rumah ini.

Sebatang kara, tidak mempunyai siapa pun lagi seperti orang terbuang, dan sekarang berada di tempat yang penuh kenangan bersama orang yang di sayang tentu itu bukan hal yang menyenangkan.

"Duduk, Mbak bilang!" Setengah memaksa Mbak Sumi mendorong Nura untuk duduk, "Kamu sudah bukan pembantu di rumah ini, Nura. Kamu tamunya Bapak sama Ibu."

Senyuman getir muncul di wajah Nura mendengar ucapan dari Mbak Sumi, tamu? Seumur hidup Nura tidak akan pernah bisa menganggap dirinya sama seperti keluarga Wiraatmaja. Separuh hidupnya adalah milik keluarga ini, seperti itulah yang di ucapkan Ibunya padanya dulu, jika bukan karena keluarga Wiraatmaja yang menolong Janda seperti ibunya, memberikan pekerjaaan, tempat berteduh, bahkan mengurus anaknya, mungkin selamanya Ibunya dan Nura akan hidup terlunta-lunta karena Ayahnya meninggalkannya begitu saja. Dan ucapan dari Bagas tadi sebelum Nura turun semakin membuat Nura sadar atas posisinya di rumah ini.

Rumah mewah ini masih sama, masih atas dua kubu yang berbeda dalam memperlakukannya, Pak Toni Wiraatmaja dan Aditya yang menganggapnya sebagai manusia yang layak, dan Sang Nyonya besar beserta Bagaskara yang melihatnya sebagai musuh.

"Bapak ada apa ya Mbak sampai manggil Nura kesini?" Tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan dari Bagas saat bertanya tadi membuat Nura akhirnya bertanya pada Mbak Sumi, siapa tahu wanita yang suaminya juga bekerja di rumah ini tahu apa alasan Pak Toni memintaku datang yang sebenarnya.

Senyuman di paksakan terlihat di wajah Mbak Sumi saat beliau berbalik, tampak jelas jika beliau sedang menyembunyikan sesuatu, dan mendadak Nura merasa apapun alasan Pak Toni mengundang Nura bukan sesuatu yang baik.

"Sebenarnya beberapa hari yang lalu Mbak dengar Ibu debat sama Bapak nyebut-nyebut nama kamu, Ra. Tapi ngelihat sekarang kamu ada di sini sampai di jemput Mas Bagas sudah pasti Ibu yang menang perdebatan."

Nura menghela nafas panjang, ya, tidak akan ada yang bisa mengalahkan perdebatan dengan Sang Nyonya rumah, semua orang yang masuk ke rumah Wiraatmaja harus tunduk pada apa yang beliau ucapkan.

Nura masih ingin bertanya pada Mbak Sumi apa yang di debatkan oleh Bapak dan Ibu Nyonya rumah ini tapi sesosok cantik yang Nura kenali sebagai Putri Gubernur Akpol yang kini menjadi Menantu keluarga Wiraatmaja datang menghampiri Nura dengan senyuman menawan khas seorang anggota keluarga yang terhormat.

"Nura, bisa temani saya?"

Ya, dia adalah Helena Sutono, Nyonya Muda keluarga Wiraatmaja yang merupakan istri dari Bagaskara.

❤❤❤❤

"Menurutmu kamar ini bagus?"

Pertanyaan Helena membuat Nura mengernyit heran tidak mengerti. Bagaimana aku akan menanggapi tanya dari Nyonya muda ini jika yang dia tanyakan adalah ruangan dengan warna Salem lembut penuh dengan pernak-pernik bayi, kira-kira seperti itulah hal yang terbersit di benak Nura.

Helena tiba-tiba membawa Nura ke salah satu ruangan di rumah Wiraatmaja, dan memperlihatkan hal yang terlihat janggal tersebut dan langsung meminta pendapat Nura.

"Bagus, Mbak Helena. Semua barang-barang untuk bayi lengkap ya."

Hanya itu jawaban netral yang bisa Nura berikan atas tanya dari Helena, Nura tidak mempunyai cukup keberanian untuk bertanya semua barang ini di peruntukan untuk siapa, mengingat sudah 3 tahun Helena dan Bagas menikah, tapi mereka tidak kunjung di karuniai momongan.

Dan aturan tak kasat mata di rumah ini semenjak Nura masih tinggal di sini adalah jangan pernah menanyakan apa Helena sudah hamil atau belum.

Hal itulah yang membuat Nura keheranan saat melihat satu ruangan penuh dengan perlengkapan bayi, tapi melihat keadaan Helena sekarang, sepertinya wanita itu memang tidak hamil. Dan terlalu cepat jika hamil muda tapi sudah memborong semua ini dengan begitu lengkapnya.

Wajah Helena berubah menjadi sendu saat dia meraih sebuah jumpsuit warna abu-abu di atas box bayi, mata indah yang selalu membuat Bagas tunduk tersebut tampak berkaca-kaca sekarang saat melihat pakaian lucu nan menggemaskan tersebut.

"Sayangnya semua barang ini tidak mempunyai pemilik, Nura." Tenggorokan Nura terasa tercekat saat mendengar suara lirih penuh kesedihan tersebut. Seperti bisa merasakan kesakitan yang di rasakan oleh Nyonya Bhayangkari yang begitu mendambakan seorang buah hati. "Kamu tahu sendirikan bertahun-tahun aku dan Mas Bagas menunggu, tapi Tuhan tidak lekas memberikan kami kepercayaan."

Nura ingin menyabarkan wanita yang tampak begitu emosional ini sekarang, tapi Helena sepertinya tidak membutuhkan ucapan apapun selain telinga untuk mendengarkan keluh kesahnya. Membuat Nura memilih diam dan menjadi pendengar yang baik untuk Helena.

"Rekan-rekan kami yang menikah depan atau belakang dengan kami sudah memiliki anak, bahkan ada yang sudah hamil anak kedua, tapi aku? Satu saja tidak di kasih."

Tangan Helena kembali bergerak, menyentuh setiap barang yang dari kualitasnya sudah di ketahui Nura sebagai barang premium, bisa Nura bayangkan jika anak dari Bagas dan Helena akan menjadi bayi yang begitu beruntung mendapatkan segala fasilitas terbaik dari Ayah yang hebat dan keluarga yang superior.

"Entah kapan semua barang-barang ini mendapatkan pemiliknya, Nura? Di satu sisi aku sedih melihat semua barang-barang menggemaskan ini, tapi di sisi lainnya aku tidak pernah bisa berhenti menaruh harapanku satu saat semua barang ini tidak berakhir sia-sia."

Suasana di kamar ini terasa hening, barang-barang bayi yang seharusnya membawa kebahagiaan ternyata membawa kisah menyedihkan untuk orang sesempurna Helena Sutono.

"Mbak sama Mas Bagas nggak nyoba IVF?" Takut-takut Nura mengeluarkan pendapatnya, Nura sendiri tidak tahan melihat wajah sedih dari Helena sekarang yang tampak putus asa.

"IVF?" Ulangnya pelan, dan dadi nada suaranya Nura tahu, pertanyaannya begitu bodoh, bagaimana tidak untuk ukuran seorang Wiraatmaja dan Sutono, tentu saja tentek bengek tentang medis bahkan IVF yang mustahil bagi sebagian orang tentu hal yang sudah di coba untuk mereka. "Menurutmu aku tidak mencoba hal itu? Tiga kali aku mencoba IVF, Nura. Bayangkan tiga kali. Bukan masalah uang karena uang bukan masalah, tapi tiga kali aku menaruh harapan besar hal itu akan berhasil, tapi nyatanya nihil. Setiap kali IVF sukses di tanamkan ke dalam rahimku, setiap kali aku bersiap menyiapkan semua hal itu, musibah selalu datang padaku. Tidak ada yang bertahan dari ketiga usaha tersebut."

Nura menelan ludahnya ngeri, tidak bisa Nura bayangkan betapa sedih dan kecewanya Helena setiap kali dia keguguran.

"Bisa kamu bayangkan gimana sedihnya aku?"

Nura menggeleng pelan, jika Nura yang ada di posisi Helena mungkin Nura akan depresi saking stressnya. Nura mendekat, meraih tangan wanita cantik itu untuk menguatkannya. "Sabar ya, Mbak Helena. Tuhan nggak akan nguji umatnya melebihi kemampuan kita. Mungkin tahun ketiga belum tahun keberuntungan untuk Mas dan Mbak, mungkin tahun depan, Mbak? Siapa tahu? "

"Nura? Bagaimana kalau kamu bantuin Mbak?"

Nura, Baby For YouWhere stories live. Discover now