keputusan

164 37 0
                                    

"Oh presedir lee," ucap Kun dan Yuta bersamaan.

"Yuta apa semua sudah selesai?" Itu kepala kepolisian Beom yang melemparkan pertanyaan kepada Yuta.

Yuta dan Kun memberikan hormat sebelum menjawab, "sudah."

"Pak, kasus ini sepenuhnya Yuta yang bertanggung jawab, kalau begitu saya pamit kembali melaksanakan tugas," ucap Kun lalu memberikan hormat dan meninggalkan ruangan itu.

"Presedir lee saya tinggal sebentar untuk mengambil keputusan." Dan diangguki oleh presedir lee. "Yuta kemari lah." Lalu komandan Beom mengajak Yuta keruangan sebelah agar lebih nyaman.

"Jadi bagaimana?"

"Pelakunya memang satu orang yaitu zhong, dan dia juga menyerahkan diri, jadi menurutku memang dia pantas merasakan apa yang telah dirasakan korban korbannya," jelas Yuta dan atasannya itu mengangguk paham.

"Lalu untuk lee, dia secara tidak langsung ikut andil dalam peristiwa ini. Dan menurutku, lee ini sepertinya mengalami gangguan mental, jadi alangkah lebih baiknya dia ditahan di pusat pusat rehabilitasi saja"

"Kau yakin dia mengalami itu Yuta?"

"Yakin, jika salah pun bukankah itu lebih baik daripada menaruhnya di dalam sel bersama tahanan lain, bukan?"

"Benar juga, semoga lee memahaminya. Oke, akan ku hubungi pengadilan setelah ini, dan uruslah persidangannya."

"Baik."

Lalu setelah itu komandan Beom kembali menemui presedir lee dan diikuti Yuta dibelakangnya.

"Bagaimana Beom?"

"Maaf Taeyong, putramu juga bersalah dalam kasus ini."

"Tidak bisa! Buat dia tidak bersalah!" Tungkas Taeyong.

"Maaf Taeyong, tapi di persidangan nanti kami akan menyertai beberapa alasan dan dia akan ditahan di pusat rehabilitasi, bukan di dalam sel."

"Maksudmu putraku akan masuk ke rumah sakit jiwa?!"

"Ehm, bahasa kasarnya bisa dibilang seperti itu," ucap Yuta pelan.

Taeyong tertawa pelan sebelum menjawab. "Tidak usah mengada ada, dia putra ku, dan aku lebih mengetahui dia. Sudah, keluarkan pernyataan apapun yang membuatnya lepas dari status tersangka!"

"Taeyong, tapi sepertinya Mark memang harus mendapatkan perawatan. Kita juga tak bisa menyalahgunakan kekuasaan, Mark memang bersalah walaupun tidak sepenuhnya." Komandan Beom berusaha menjelaskan sisi lainnya.

Taeyong tak menggubris perkataan Beom, justru dia malah sibuk dengan ponselnya.

Lalu tak lama setelah itu ada seseorang masuk membawa dua tas besar. Taeyong mengambil itu dan menaruhnya di meja tepat di hadapan komandan Beom dan Yuta.

"Lakukan apa yang kukatakan tadi, atau kalian akan menyesalinya."

Setelah itu Taeyong keluar dari ruangan itu bersama orang yang tadi. Yuta dan komandan Beom menatap kedua tas besar didepan mereka lalu menghela nafas dalam.

"Ah dasar orang itu, dia pikir dengan uang kita bisa menurutinya?!"

"Oh Yuta, suruh siapapun untuk mengirim kembali tas ini kepada Taeyong, dan sampaikan jika semua sudah terselesaikan sesuai permintaannya," lanjut komandan Beom.

Yuta yang mendengar itu terkejut dan menatap atasannya tidak percaya.

"Apakah kau benar benar menurutinya pak?!"

"Ck, kau sudah berapa tahun bekerja bersamaku sih? Sudahlah aku akan menghubungi pengadilan agar kasus ini cepat selesai."

Yuta tak bergeming, ia masih menatap komandan Beom seperti tadi. Dan komandan Beom yang melihat Yuta tak berubah reaksinya hanya memutar bola matanya.

"Semua sesuai rencana awal mu, tenanglah."

Barulah Yuta bernafas lega.

>>>

Hari ini pemakaman Jisung, Haechan, dan Jaemin. Mereka dimakamkan di tempat yang sama dan berjejer.

Hari itu TPU ramai sekali, semua keluarga hanya bisa menangisi gundukan tanah di depan mata mereka. Gundukan tanah itu masih merah, bunga bunga juga masih terlihat segar. Pemakaman telah selesai satu setengah jam yang lalu, dan ketiga tempat peristirahatan terakhir Jisung, Haechan, dan Jaemin tak kunjung sepi.

Mulai dari teman kuliah, rekan kerja keluarga mereka, keluarga besar. Bahkan ayah dan ibu Haechan menyempatkan waktu untuk datang. Ya walaupun hanya beberapa menit lalu pergi tanpa ekspresi sedih sama sekali. Begitu pun Mark masih saja iri.

Renjun dan Jeno sebenarnya juga datang, namun mereka hanya mengawasi dari jarak jauh sedari tadi. Dengan kemeja hitam dan kacamata hitam yang menutupi mata sembab mereka. Mereka sengaja mengawasi dalam jarak jauh, mereka ingin tempat itu sepi, mereka ingin menyapa temannya dalam keadaan tenang.

Hampir tiga jam Jeno dan Renjun menunggu tempat peristirahatan temannya itu sepi. Sekarang tinggal tersisa kakak perempuan Haechan yang masih setia duduk di pinggir nisan adiknya.

Renjun dan Jeno kini sudah di depan makam ketiga temannya. Renjun menunduk, tak lama badannya merosot. Ia menangis lagi, dan mengepalkan tangannya kuat.

"Maafkan aku."

"Jisung, maafkan aku sudah membiarkanmu pergi sendirian."

"Haechan, maafkan aku yang tak bisa menolongmu, aku terlalu takut..."

"Jaemin, maafkan aku sudah meninggalkanmu..."

"Tolong maafkan aku."

Suara Renjun perlahan mengecil, badannya bergetar, setelah itu hanya isakan dari mulutnya yang terdengar.

Jeno menatap Renjun sendu. Ia tak bisa melakukan apapun, Jeno tau apa yang renjun rasakan.

"Besok persidangannya dimulai, kita akan tau keputusan polisi, aku harap kalian menghargai keputusan polisi nantinya," ucap Jeno menatap ketiga makam temannya.

"Si Chenle itu, apa yang akan diterima nya?" Jieun bersuara, bertanya pada dua orang di depannya.

"Kita belum tahu, semua akan diungkap saat persidangan besok kak."

drrrt..

Ponsel Jeno berdering, ia mengangkat panggilan telepon itu, dari kepolisian.

"Ya, halo."

"Kabar buruk, tersangka bunuh diri."









haiiii, tmi nih, aku abis maraton squid game :3
tapi aku masih gamon alice in bonderland sih :(( kek, yatuhaannn arisu sama usagi gimana weh nasibnya :(
kalo cumi cumi game kan based on life story gtuu, klo AIB ner bener fokus sama game nya, tapi semuanya bags kok...
kalian tim apanieh? cumi cumi aoa alice?? ato malah gaberani nonton heheh :D

Inseventh killer ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang