Part 10

3.3K 409 15
                                    

A/n sorry to say, sebelum kalian para readers merasa kecewa sama cerita ini, saya mau ngingetin aja kalau cerita ini asli standar banget, dengan tokoh, cerita dan alur yang juga standar. Ya,  karena sebenernya sih, cerita ini dibuat cuma sebagai media hiburan di tengah-tengah buntunya ngerjain skripsi. Hihihi

Selamat menikmati :D

*****

Reno terus bergumam, menyenandungkan lullaby untuk adiknya yang sedang terlelap. Sorot matanya terlihat sendu. Sedih melihat Retha, adik kesayangannya semakin kurus dengan bulatan hitam yang tak pernah hilang di kelopak matanya. Menandakan bahwa tiap malam Retha tidak mengalami tidur yang berkualitas.

Lembut, Reno terus mengelus rambut Retha agar adiknya itu semakin terlelap dalam tidurnya. Jemari Reno terus bergerak menelusuri lekuk wajah Retha. Membelai pipinya yang tirus. Pelan, Reno mengecup puncak kepala Retha.

"Cepet sembuh, Sayang," Lirihnya sedih.

Setelah memastikan Retha sudah tertidur lelap, Reno ikut memejamkan matanya di samping Retha. Belum ada semenit, Reno merasakan getaran yang berasal dari saku celana pendeknya. Ia melihat id caller dengan nama Bianca di sana. Pelan, Reno beranjak dari kasur Retha, berusaha tidak menimbulkan pergerakan yang dapat mengganggu tidur Retha saat ini.

Jemarinya menggeser answer icon sembari berjalan menuju balkon kamar Retha.

"Yo, Bi."

"Hari ini lo kosong gak, Ren?"

Reno terlihat berpikir sejenak, mengingat-ingat ada janji dengan siapa dia hari ini. "Gak ada, Bi. Kenapa?"

"Bagus!" Bianca terkekeh. "Temenin gue yuk, ke Berlibee sore ini."

Dahi Reno berkerut, "Nah, kenapa gue? Angga mana?"

"Nah! Gue ngajak lo ke Berlibee buat nontonin Angga sama bandnya perform, Ren."

"Oh." Reno manggut-manggut. "Adrian mana?"

Bianca berdecak kesal. "Banyak nanya lo. Rese. Mau nemenin gak nih?"

Reno terkekeh mendengar nada kesal Bianca. "Iya, iya. Gue temenin, Bi."

"Ujung-ujungnya bilang iya aja, ribet lo."

Reno tergelak.

"Oke jam tiga tet, lo jemput gue ye"

"Oke. Gue naik motor."

"Iya, siap."

"Oke deh. Bye."

"Arunanantiikutperform" Bianca berbicara cepat, tanpa jeda. Kemudian terkikik geli

"Apaan, Bi?"

Tut tut tut Bianca memutus sambungan teleponnya.

Reno mengernyitkan keningnya. "Siapa tadi dia bilang? Aruna?" Gumamnya.

*****

Samar, Reno mendengar tepukan tangan dari dalam kafe, sesaat setelah ia memarkir motor tepat di samping kafe. Ia bisa merasakan bagaimana riuhnya di dalam, dari suara tepukan ramai yang ia dengar. Bahkan ada suara siulan juga.

Bianca berdecak kesal. "Cepet ah. Lo gak mau kehilangan momen Aruna perform kan?"

Dahi Reno berkerut dalam. Heran, bagaimana Bianca bisa tau. Pasti-

"Iya, iya gue tau dari Adrian." Bianca memutar bola matanya jengah. Seolah tau arti reaksi Reno.

Nah kan. Dasar Adrian.

TrustWhere stories live. Discover now