Part 5

4.8K 477 14
                                    

a/n makasih buat reader tersayang yang mau repot-repotbaca cerita ini. Thanks to @nisafitri_11 yang pertama kali ngevote.As a writer, saya gak maksa kalian buat ninggalin jejak di comment ataupun vote. Karena cuma dengan nambahnya jumlah pembaca di cerita ini, rasanya bahagia banget. :")

Happy reading to you all

*****



Hari ke-430 semenjak peristiwa di bawah hujan itu berlalu. Dan selama itu pula Reno memandangi gadis itu secara diam-diam. Memandangi senyumnya, tawa lepasnya, mata sendunya, atau bahkan punggungnya.

"Bego lo, Ren. Kenapa gak lo deketin aja sih. Betah banget lo liatin tuh cewek. Sampai kapan lo mau sok-sokan jadi secret admirer kayak begini he? Gak habis pikir gue."

Reno hanya memandang datar ke arah sahabatnya yang sepertinya sudah kehabisan kata karena tingkah Reno yang mulai mendekati garis batas untuk dikatakan gila.

Reno mendengus kasar. "Gue juga gak tau Ian, Sampai kapan gue bakal kayak gini. Begini aja udah cukup buat gue."

"Terserah lo deh, Ren. Apa sih yang bikin lo seolah-olah jadi pecundang begini? Bukan lobanget, Man."

Reno mengedikkan bahu, tak menjawab pertanyaan Adrian yang sudah kesekian kalinya ia dengar dengan kata-kata yang sama persis. Matanya terus memandang ke arah tiga meja di depannya. Cewek kuncir kuda itu sedari tadi hanya mengaduk-aduk jus alpukat di hadapannya dengan pandangan kosong. Akhir-akhir ini Reno jarang melihat senyuman yang membuat ia terpikat pada Aruna persis seperti pertama kali mereka bertemu.

"Lo beneran gak mau ambil langkah lebih jauh dari ini, Ren?" Adrian kini mengikuti arah pandangan Reno yang sedaritadi tertuju pada Aruna. Reno hanya mengedikkan bahu untuk menjawab pertanyannya.

"Habis ini pensi akhir tahun, Ren. Osis mau pilih panitia dari tiga orang perwakilan tiap kelas," lanjutnya. Mendengar pernyataan Adrian, Reno menaikkan sebelah alisnya.

"Lo mau ikut gak? Kalo lo mau, gue bisa pastiin kalo Aruna juga bakal ikut di kepanitiaan itu." Adrian menyunggingkan senyum jahilnya ke arah Reno.

"Apa kata lo aja." Reno menepuk pelan bahu Adrian. Ia kemudian meninggalkan kantin dan bergegas menuju kelas dengan senyuman tipis di bibirnya.

" Usul yang bagus ," batin Reno.

*****

Suasana kelas 10-3 terlihat cukup riuh dan gaduh, meski hampir semua murid sibuk mencatat tulisan yang disalin oleh sekretaris kelas di papan tulis. Bu Rumi, guru Biologi kelas itu sedang berhalangan hadir. Seharusnya ini bisa menjadi jam kosong yang menyenangkan kalau saja beliau tidak meninggalkan catatan yang harus ia sampaikan hari ini ke dalam dua whiteboard yang sekarang sudah hampir penuh.

"Ger...." Aruna memanggil sahabat sekaligus teman sebangkunya. Jemarinya sibuk bergerak di atas buku bersampul merah marun yang terbuka lebar. Menampilkan tulisan-tulisannya yang berjajar rapi. Yang dipanggil hanya diam tak bergeming.

"Gerry ih." Aruna menyikut lengan cowok yang sedari tadi hanya menelungkupkan kepala di antara kedua lengannya itu sekali lagi

Gerry hanya menjawabnya dengan gumaman

"Ih lo tidur mulu sih, Ger. Nyatet kek. Males banget lo. Molor mulu. Ini masih jam berapa coba."

" Lemme sleep for a minute, Baby. " terdengar suara serak Gerry, menandakan bahwa ia benar-benar ngantuk saat ini.

Aruna mendengus. Kebiasaan banget si Gerry kalau semalaman nonton pertandingan bola, pasti sepagian di kelas dia akan tidur dengan pulasnya. Beruntung bangku Aruna dan Gerry berada di pojok kelas dan tepat di depan bangku mereka, ada Bobi yang bertubuh besar, sehingga membuat Gerry merasa aman karena tubuh kurusnya tertutupi oleh badan besar Bobi.

TrustDove le storie prendono vita. Scoprilo ora