BAB 8: Latera Cafe

238 87 6
                                    


Freya bekerja di Latera Cafe pada hari Sabtu dan Minggu. Dimulai pukul dua siang, hingga sepuluh malam. Dengan jadwal seperti itu, Freya bisa mengambil bimbingan belajar pada hari Sabtu dan Minggu pagi. Rencananya begitu sempurna, sehingga hari pertamanya bekerja di Latera Cafe, dia sangat bersemangat.

Ketika Freya sampai di lokasi, jam menunjukan pukul satu siang. Setelah makan siang, lalu langsung berangkat bekerja dengan motor ayahnya. Begitu masuk ke dalam kafe, Freya disambut Melati salah satu pramusaji di sana. Dia menjelaskan apa saja yang harus dikerjakan oleh Freya. Singkat cerita, Freya hanya diminta mengantarkan minuman ke pelanggan.

Latera Cafe baru dibuka selama dua bulan terakhir. Terlihat dari bangunan dan perabotannya yang masih terlihat baru. Dan lagi, kafe ini sedang ramai diperbincangkan di akun-akun kuliner di Mojokerto. Sehingga, pengunjung pada akhir pekan seperti ini akan ramai dan mereka membutuhkan pekerja tambahan.

Setelah menjelaskan pekerjaan Freya hari itu, Melati meminta Freya untuk membersihkan meja-meja serta menata kursi di lantai atas. Freya menyanggupi dan segera membawa kain lap dan pembersih. Dia menaiki anak tangga, lalu dia melihat pemandangan yang cukup menyenangkan.

Baginya, pemandangan di hadapannya ini sudah sering dilihatnya. Hamparan sawah yang hijau, rumah-rumah berjajar dan udara Pacet yang dingin. Tak banyak orang tahu, bahwa Pacet memiliki daya tarik tersendiri. Banyak orang dari Surabaya maupun Sidoarjo yang memilih berlibur ke Pacet. Sehingga ketika akhir pekan tiba, dataran tinggi di Mojokerto ini ramai dikunjungi wisatawan.

Freya mengelap meja satu per satu. Berada di lantai dua yang terbuka, meja di sini tentu lebih cepat kotor. Belum lagi bila hujan turun. Freya memperhatikan lebih teliti, lampu-lampu bergantung terhubung satu sama lain di sisi kanan. Saat ini lampu-lampu itu dalam keadaan mati, sebab hari masih siang.

Setelah membersihkan meja, Freya segera turun ke lantai dasar. Meminta pekerjaan lain pada Melati. Dia benar-benar bersemangat memulai hari pertamanya bekerja.

***

Bekerja sebagai pramusaji, tak semudah yang dibayangkan oleh Freya. Mengantar makanan dan minuman tak semudah yang terlihat, apalagi bila pengunjung sedang ramai. Riuh rendah suara percakapan pemuda-pemudi, suara mesin kopi, musik yang diputar lewat stereo, serta ramai deru kendaraan di luar kafe tumpang tindih membuat pikiran Freya semakin keruh.

Pada hari pertamanya bekerja, dia menumpahkan secangkir cokelat hangat ke pakaiannya sendiri. Dia kurang berhati-hati, sehingga tak menyadari seseorang ada di depannya. Beruntung, minuman itu menumpahi dirinya sendiri, bukan pelanggan. Freya langsung meminta maaf atas kelalaiannya itu.

Freya mendapatkan teguran dari manajernya, dia hanya bisa meminta maaf karena hal itu. Sebab, memang ini pertama kalinya dia bekerja di kafe. Pukul sepuluh malam, Freya bersiap-siap untuk pulang. Tubuhnya terasa lelah luar biasa.

Setelah membersihkan kafe dan menatanya seperti semula, karyawan mulai pulang satu per satu, begitu juga dengan Freya. Dia meraih jaketnya, tas ransel, dan helm yang diletakkannya di dalam kafe.

Baru saja Freya membuka pintu kafe, hujan turun begitu deras. Dia mendesah dan berbalik ke dalam kafe. Freya menarik satu kursi dan memutuskan menunggu bersama pegawai kafe lain yang belum pulang. Freya melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Dia akan terlambat dan pulang terlalu larut. Freya tiba-tiba merasa takut. Seumur hidupnya, dia belum pernah pulang selarut ini.

"Wedang, Frey," kata Melati sembari menyajikan wedang uwuh untuk Freya. Dia sendiri menarik kursi di seberang Freya dan meletakkan wedang uwuh miliknya di atas meja.

Melati berusia sekitar dua puluh lima tahun, rambutnya panjang di atas pinggul, lurus kemerahan dengan rambut belah tengah. Saat ini, perempuan di hadapannya menggerai rambunya, syal melilit lehernya, dengan jaket tebal.

Going On A Fake DateWhere stories live. Discover now