BAB 6 - Game On

78 20 3
                                    

Sorak sorai para penonton memenuhi arena lapangan basket sore itu. Hari ini timnya harus bertanding dalam pertandingan hidup dan mati untuk memperebutkan posisi puncak klasemen liga basket nasional melawan Pratama Muda, klub asal Bandung yang merupakan musuh bebuyutan club basket tempatnya selama ini bernaung, Satria Jaya. Kini peluhnya sudah membasahi seluruh tubuhnya. Pertandingan sudah mencapai kuarter ke empat dan waktu yang timnya miliki hanya tersisa 3 menit saja untuk bisa setidaknya menyamakan hasil dan berjuang kembali meraih poin untuk memenangkan pertandingan ini.

Para penggemarnya kini meneriakan namanya ketika ia mulai bersiap untuk mengeksekusi tembakan bebas yang ia dapatkan setelah atlet tim lawan melakukan defensive foul padanya ketika ia nyaris mencetak dua poin untuk timnya.

Shit.. focus Robin.. focus..

Robin menatap ring basket yang ada di hadapannya sambil mengangkat bola basket di tangannya.

Shit..

Ia menggerutu ketika tembakannya tadi memantul di bibir ring.

"Satu lagi.." Gumamnya kembali memantulkan bola itu di lapangan sebelum kemudian kembali bersiap dan mengangkat bola basket itu.

Damn it.

Bola basket itu kembali memantul dan tim lawan berhasil melakukan rebound sebelum kemudian rekannya berhasil membuat bola tersebut keluar lapangan dan waktu pertandingan kembali berhenti. Suara bel berkumandang ketika pelatihnya meminta time out untuk yang terakhir kali. Robin tahu jika dirinya pasti akan mendapatkan semburan kekesalan pelatihnya sesaat lagi.

"What the hell Robin?!" Seru Pak Agung, pelatih yang sudah sangat mengenalnya lebih dari 10 tahun karirnya di Pratama Muda. "Lo kenapa seminggu ini selalu gak fokus?" Tanyanya.

"Sorry coach." Katanya sambil terengah. Ia tahu bahwa semua yang dikatakan coach Agung itu benar adanya.

"Deni, lo masuk lewat sayap kanan. Pemain andalan mereka udah punya 4 fouls dan pasti dia udah gak berani lakuin defensive foul lagi. Alternatif lainnya, lo bisa masuk lewat tengah. Lo cari celah buat lewatin si tinggi di bawah ring itu, kalau gak dapet lo lempar ke Jared untuk cari kesempatan three point. Lainnya siap-siap defense kalau serangan kita gagal." Kata Coach Agung. Pelatihnya itu sama sekali tidak menyebutkan namanya tadi.

"Gue coach?"

"Robin out sampe pertandingan selesai, Hendy, lo masuk gantiin Robin.. kita butuh shooting guard tambahan, siapa tahu kita dapet free throw defensive foul lagi kan, jangan sampe gak masuk." Kata Coach Agung sekilas meliriknya.

"Wha..t." Gumamnya sedikit tak menerima keputusan pelatihnya itu mencadangkannya kembali di bench. Namun dalam hati kecilnya ia tahu keputusan Coach Agung kali itu tepat. Mau bagaimanapun pertandingan ini begitu penting untuk menentukan posisi satu klasemen grupnya yang akan mengamankan posisi mereka di babak playoff nanti.

Waktu time out pun habis dan dirinya terpaksa keluar lapangan dan digantikan oleh Hendy yang tadi sempat menepuk pundaknya memberikan semangat.

"Lo gak bisa terus gini Rob, abis ini kita masuk babak play off. Lo harus balik fokus, kita butuh Robin yang kemarin lolosin timnas kita ke babak 8 besar Asian Games, bukan Robin yang selama seminggu ini main gak fokus di lapangan." Kata Coach Agung.

Robin menunduk sambil menatap sepatunya. Ia bisa merasakan keringatnya mengalir di pelipisnya dan kemudian terjatuh ke lantai.

"Apapun yang terjadi di kehidupan pribadi lo sebisa mungkin jangan sampai mempengaruhi performa lo." Gumam Coach Agung padanya lagi.

ONCEWhere stories live. Discover now