Dua Puluh Satu

2.2K 329 36
                                    

Ada rumor yang menggamparkan seisi kantor pagi hari itu, seperti yang pernah dikemukan Pak Santoso namun gue gak menyangka akan terjadi secepat itu.

"Bu, ibu udah denger hot news?" Pagi-pagi Moniq ngajak ngerumpi.

Gue serutup kopi neo cafe cobain kuy yang kemarin dikasih Lantang. Katanya dapet bingkisan dari tetangga. Biar gak overdosis, separuhnya digibahin ke gue. Rasanya lumayan lah buat ngusep-usep usus. Eh bentar, tetangganya Lantang kan si tasya marisya itu. Hoek... kopi gue jadi pahit.

"Lah, kenapa Bu?" Moniq takjub liat gue gumoh.

"Pahit kopinya." Gue buang itu kopi ke pot bunga di samping gue.

Moniq garuk-garuk kepala. "Kopi kan emang pait, Bu. Mana ada kopi rasa strawberry?"

Lah malah gue yang jadi goblok.

"Tadi mau ngomong apa buruan?" Gue membahas hal lain.

Moniq mencondongkan tubuhnya. Dia macem ibu RW yang lagi gibahin warganya. "Katanya nih ya, Bu. Pak Santoso bikin anak perusahaan baru loh."

"Kata siapa?" Gue mulai nyalain laptop, pura-pura bego aja meski gue udah dapat kisikan dari empunya peusahaan sendiri.

Moniq mikir sebentar. "Gak tau juga. Cuma denger dari anak-anak divisi lain saya tuh."

"Emang kalau bikin satu lagi terus kenapa? Dia mau bikin lima kek sepuluh kek ngaruh gitu sama gaji kita? Enggak kan?" Beruntung banget si Jelly, punya calon suami duitnya makin numpuk. Iri gue.

"Katanya itu perusahaan dibikin buat Pak Sandi." Moniq berlagak seolah sedang membawa berita terhebring abad ini.

Gue ngernyit. "Ya kalau bukan buat Sandi buat siapa lagi?" Secara Pak Bos kan anak Pak Santoso satu-satunya, jadi otomatis semua harta dan warisan bapaknya bakal jatuh ke dia semua.

"Berarti Pak Sandi pindah kesono? Terus Pak Santoso balik lagi kesini?" Moniq nyerocos ngasih penilaian.

"Gue sih pengennya Pak Santoso aja, enak ritme kerjanya." Meski sebenarnya gue lebih demen Sandi tetap disini biar gue lebih gampang nikungnya, tapi seperti kata bapaknya passion dia bukan disini. Sandi pengen melebarkan sayap diluar bidang yang selama ini digeluti keluarganya, gue sebagai ehm calon istri dalam tanda kutip cuma bisa support dan mendoakan aja.

"Tapi dulu Pak Santoso ngasih jabatan ke Pak Sandi karena pengen istirahat, kan? Masa udah enak-enak pensiun dipaksain kerja lagi, kenapa gitu loh gak angkat orang baru?"

Gue menyoba berpikir positif. "Gak tau juga sih gue, mungkin Pak Santoso udah ada pandangan siapa pengganti Sandi..." Sandikala belum go publik, jadi keputusan siapa yang memegang jabatan di perusahaan ini sepenuhnya di tangan pemilik. Kemungkinan besar Pak Santoso akan menunjuk orang-orang terdekat, atau mereka-mereka yang sudah bekerja lama disini untuk memegang tampuk kepemimpinan. Kandidat terkuat tentunya Pak Danang atau Pak Tri yang sudah menemani beliau merintis perusahaan ini dari nol. "Aduh jangan Pak Danang, deh. Bisa-bisa kita disuruh lembur tiap hari dengan sukarela."

"Lah iya, mendingan Pak Sandi jauh. Meski galak tapi urusan cuan lancar. Kalau Pak Danang udah kolot, pelit pulak." Keluh Moniq.

"Pak Tri? Dia kan wakil disini."

"Idih ogah, Pak Tri kan genit banget orangnya!" Moniq langsung amit-amit. "Coba Ibu hitung, udah berapa sekretaris disini yang dijadiin daun mudanya. Saya aja hampir dideketin, untung punya Bu Bos galak jadi aman saya. Duh makasih banget, Bu. Saya kalau tanpa Ibu pasti udah jadi ayam-ayaman korporat."

Pak Tri lumayan oke tampangnya, sih. Diusianya yang setengah baya aja masih terlihat gagah dan prima. Cuma itu tadi, untuk urusan perempuan dia hobi ngelaba sana-sini. Gue sering nerima aduan pelecehan ringan yang dilakukannya terhadap karyawan perempuan, sering juga gua kasih surat tegoran berlapis tapi gak mempan secara dia sobat kentel pemilik perusahaan ini. Heran deh gue, Pak Santoso emang terlalu baik tapi gak seharusnya beliau membiarkan manusia sebusuk Pak Tri tetap bercokol di perusahaan ini. Gue dari awal udah gak demen sama pencitraannya, Sandi udah tau belangnya tapi tetap gak bisa berbuat apa-apa karena Pak Santoso sendiri yang melarang anaknya itu memecat orang-orangnya dengan alasan loyalitas. "Pokok siapapun yang menjabat nanti, semoga bisa nendang Pak Tri dan kroco-kroconya itu dari sini."

Step On MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang