29. Yoongi XXVI

656 40 71
                                    

Mataku terbelalak. "Oppa? Kenapa kau sudah pulang?"

Pria yang duduk di hadapanku tampak beringas, menatapku dengan marah. "Aku keluar dari pekerjaanku."

"Hah? Kenapa begitu tiba-tiba?"

"Kantor sialan. Kau tahu kan betapa mereka tidak menghargai aku."

Aku melirik ke seorang pria muda yang duduk di sebelahku.

Pria muda ia menelan ludah. "Ng, disini aku seharusnya sembunyi di bawah tempat tidur bukan, Sutradara Yong?"

"Betul." Seorang pria paruh baya yang mengenakan rompi kulit lusuh dan topi cowboy mengangguk. "Lalu, Hana, kau menggoda suamimu, mengajaknya bercinta, memberi kesempatan buat pacarmu melarikan diri."

Aku menelan ludah. "Ng, Sutradara Yong, mengenai itu..."

"Ada apa Hana? Apakah ada bagian yang membuatmu merasa keberatan? Kita bisa lakukan perubahan kecil apabila kau rasa perlu." Pria itu menunjuk ke penulis naskah yang ikut serta dalam pembacaan naskah film terbaruku.

"Kurasa ini sudah bagus." Aktor yang akan berperan menjadi suamiku memprotes. "Naskah ini sudah menggambarkan sekali keputusasaan perempuan ini. Betapa inginnya ia menyingkirkan suaminya untuk sementara buat menyelamatkan pacarnya yang sungguh-sungguh ia cintai."

Aku menunduk. Keringat dingin mulai membayang di belakang leherku. Tanpa sadar, jemariku memilin-milin kemeja yang kukenakan.

Sutradara Yong tiba-tiba mengangkat tangannya. "Kita istirahat sejenak." Ia bangkit lalu memutar-mutar pinggangnya seakan sedang berolahraga. "Aku butuh merokok."

Semua orang langsung keluar ruangan untuk merokok atau ke toilet. Sebagian lagi tetap duduk menunggu snack diantarkan ke meja mereka.

Aku menggulung naskahku, lalu melangkah keluar ruangan. Pembacaan naskah ini dilakukan di sebuah cafe dengan taman belakang.

Hati-hati, aku duduk di ayunan yang ada di pojok taman yang cantik itu. Rantainya terdengar berderak menahan beban tubuhku. Aku mencoba tersenyum, katanya bahkan walaupun dipaksakan, tersenyum akan membuat perasaan menjadi lebih baik.

Kakiku mulai bergerak, membuat diriku mengayun maju mundur perlahan. Mataku terpaku pada naskah di pangkuanku.

Naskah yang sempurna. Bisa jadi, naskah ini yang akan melemparkan aku ke jajaran artis terbesar di Korea.

Saat tawaran datang, aku nyaris tidak membaca naskahnya sebelum menyatakan bersedia terlibat. Aku, aktris rookie, mendapat tawaran main di film yang dipimpin sutradara langganan Cannes, tentu saja aku tidak akan menolak.

Setelah serangkaian casting dan wawancara, 2 bulan sebelum memenangkan piala Best New Actress untuk drama televisiku, aku mendapatkan peran utama perempuan pertamaku.

Aku akan berperan sebagai ibu rumah tangga muda yang tidak bahagia dengan pernikahannya, hingga akhirnya ia berselingkuh dengan seorang pelajar SMA yang bekerja sambilan di minimarket di kompleks apartemennya.

Rangkaian kejadian yang tidak terduga membuat si pemuda tertahan di kolong tempat tidur berhari-hari, menyaksikan kehidupan kekasihnya yang jauh dari harmonis. Hingga akhirnya terjadilah pembunuhan.

Cerita yang menarik bukan? Andaikan saja kejadian yang mirip tidak terjadi padaku sendiri dua minggu lalu.

Segala yang terjadi di hari itu masih berputar di dalam kepalaku bagaikan baru terjadi kemaren. Pelukan Yoongi yang begitu hangat. Suara Seoho yang dalam dan penuh dendam.

Aku mengelus bekas luka yang memutih di tanganku. Perihnya luka cakar ini.

"Hana?"

"Eh?" Aku terlonjak kaget. Naskahku jatuh ke tanah.

Pandora's Dating Agency: Yoongi's Story [COMPLETED]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant