Chapter 32

4.7K 604 355
                                    

Halooo anak-anak, apa kabar? Ada yang rindu?
Maaf ya baru bisa up sekarang, Minggu lalu aku tumbang wkwk.

Absen dulu yuk, kalian baca jam berapa?

Oke, udah siap memenuhi komentar disetiap paragraf nya?☝️

Jangan jadi Siders ya sayang-sayangku🙏💜

Happy Reading 💓

Ini nggak aku revisi, buru-buru pengen up. Jadi maaf kalo banyak typo bertebaran.
***

Balkon apartemen dan gelapnya malam ini menjadi saksi bisu, Vio tergugu ditempatnya, dia benar-benar hancur. Remasan kuat tangannya mampu merusak selembar foto yang ia pegang. Ia memilih duduk di kursi panjang tak jauh dari tempatnya berdiri tadi kala merasakan nyeri diperut bagian bawah.

Vio meringis sembari menyentuh perut yang kini terasa semakin sakit.

"Lo nggak apa-apa Vi?" Tiba-tiba Adam muncul ikut duduk disebelah Vio. Pertanyaan tadi hanya dijawab anggukan oleh sang empunya.

Mata Vio masih enggan bertemu dengan sorot mata tajam milik Adam, meski sedari tadi laki-laki itu menatapnya intens. Bukan apa-apa, Vio hanya tidak bisa jika harus menangis lagi. Tapi mau berusaha tidak menangis seperti apapun pada akhirnya tetap menangis didepan Adam, lagi.

"Secengeng ini sahabat gue yang dulunya preman," Adam berusaha mencairkan suasana, direngkuhnya tubuh Vio.

Usapan lembut yang ia beri mampu menenangkan Vio,"nangis aja sepuas yang Lo mau, gue nggak akan ngelarang. Tapi inget satu hal, jangan pernah ngerasa sendiri, ada gue dan mereka, anak-anak Lo."

"Gue harus gimana sekarang?"

Kedua tangan Adam menangkup wajah Vio, ibu jari ia gunakan untuk menyeka air mata sahabatnya itu, "Pikirin semua baik-baik, emosi  yang buat Lo kalah sama diri Lo sendiri." Tegas Adam.

"Lo hamil muda, dan ada Al El yang masih kecil. Dengan bilang nggak butuh Vibra lagi, itu bohong. Lo butuh Vibra, mereka butuh Vibra."

"Tapi gue nggak baik-baik aja ketika liat Vibra sama jalang itu, Dam." Pungkas Vio.

"Kalian udah dewasa Vi, selesaikan masalah jangan pake emosi. Gue nggak mau Lo nyesel nanti Vio,"

"Gue nggak akan pernah menyesali keputusan yang udah gue buat,"

"Lo terlalu gegabah ngambil keputusan,"

"Coba Lo ada diposisi gue Dam, serumit itu hidup gue sekarang."

"Adam, bantu gue urus surat perceraian gue sama Vibra, tolong," ucap Vio memohon.

Adam diam sejenak, kedua tanganya menyentuh pundak Vio, berusaha menasehati sahabatnya itu dengan lembut, "Denger Vi, gue akan bantu apapun itu, tapi nggak untuk urusan perceraian. Lo nggak bisa kaya gini Vi,"

"Lo terlalu nurutin ego Lo sendiri," lanjut Adam.

"Terus gue harus gimana? Sabar lagi, gue manusia biasa Dam, bukan malaikat. Gue nggak bisa berbagi cinta, kasih sayang atau apalah itu,"

"Disini gue nggak ada siapa-siapa lagi selain Lo, orang tua gue jauh. Gue harus minta tolong siapa lagi, Dam." Tambah Vio dengan suara serak.

"Tenangin diri Lo dulu Vi,"

***

Mata dua insan itu saling bertemu dengan sorot  sendu, keadaan merubah keduanya menjadi seperti saat ini. Vio berusaha berpaling dan menghindar tetapi Vibra tetap gencar menggenggam erat pergelangan tangannya. Mereka berdua berdiri ditepi jalan tepatnya diseberang sekolahan kedua putranya.

EUPHORIA [Completed]Where stories live. Discover now