Chapter 29

3.9K 544 415
                                    

Halloo apa kabar anak", dua tahun kurang lebih aku nggak up🤣 berasa ngeghosting anak orang. Oke aku bakal lanjut ini cerita kalo Masi rame, absen dulu deh kalo gitu, berapa banyak yang nunggu euphoria up☝️☝️☝️

Jangan lupa Vote dan komen ya💜

Lupa alur nggak? Kalo lupa baca ulang wkwk

°°°

Setelah menjalani perawatan selama tiga hari kini Vio sudah bisa pulang. Kondisi Vio jauh lebih baik dari sebelumnya, sampai dirumah dirinya disambut oleh Al dan El yang tengah bermain diruang tamu. Kedua putranya  lantas berlari menghampiri, memberi pelukan hangat untuk dirinya. Bukan kehangatan pelukan putranya yang Vio rasakan, melainkan sepi dan dinginnya tempat tinggal yang ia sebut rumah.

Netranya melihat kesekitar sudut ruangan yang nampak gelap meski banyak penerangan disana. Sanggupkah dia bertahan nanti? Nanti, saat tiba waktunya Vibra menikah dengan sahabatnya sendiri.

"Mama Uda nda sakit? Ayok main!" Ajak Al sembari menarik ujung jari telunjuk Vio, membawanya untuk duduk bersimpuh dilantai.

"Kalian main apa sayang?"

"Main warna-warna, cantik kan ma?" Jawab El, menunjukkan hasil mewarnai gambar sebuah keluarga yang tengah berdiri saling bergandengan.

Jari telunjuk El aktif menunjukkan sebenarnya siapa yang ada digambar itu. "Ini Papa, Mama, El sama Al," jelasnya.

Vio mengulas senyum, matanya tak sengaja bertemu dengan mata Vibra yang kala itu tengah menatapnya intens. Buru-buru ia mengalihkan pandangan. Satu hal yang ada difikirkan Vio, digambar itu semua  masih utuh keluarga lengkap. Sekelebat bayangan buruk melintas diotaknya, jika nanti dirinya memilih untuk pisah dengan Vibra akankah kebahagiaan kedua putranya masih ada?

"Masyaallah neng Vio," suara mbok irah dari arah dapur, diikuti oleh Fara yang berada dibelakangnya.

"Bu irah ngagetin aja deh," Vio terkekeh.

"Vio apa kabar? Udah baikan?" Fara berusaha mencairkan suasana, meski pada akhirnya suasana tetap dingin tak tersentuh.

"Udah," singkat Vio.

Seolah berada dirumahnya sendiri, Fara mengajak mereka untuk sarapan bersama. "Aku baru aja masak sama bibi, ayok sarapan. Vi kamu baru aja sakit harus lebih hati-hati, nggak boleh telat makan"

Vio hanya memicingkan sebelah matanya, berfikir kenapa sekarang Fara terlihat lebih berani dari sebelumnya. Tak mau terlalu ambil pusing, Vio memilih mengiyakan ajakan Fara.

Ruang makan terasa ramai ketika sarapan bersama dua bocah super cerewet, Al dan El. Vio sibuk  menyuapi  mereka yang sejak tadi merengek dan menuntut untuk disuapi. 

Tanpa permisi Fara mengambil nasi dan beberapa lauk untuk Vibra kemudian berganti mengambil untuk Vio. Vio berterimakasih atas hal itu.

"Sayang, nanti jam sebelas aku ada meeting di kantor, aku tinggal nggak papa?"

Vio mengangguk, "mau bawa bekal buat makan siang sekalian? Nanti aku siapin,"

"Oh nggak usah, nanti makan diluar aja. Setelah ini kamu istirahat, inget nggak boleh kecapean nanti- uhuk," Vibra tersedak, secara reflek ia menerima uluran segelas air putih yang tanpa ia sadari dari tangan Fara. Vio hanya tersenyum tipis melihat itu, lalu kembali meletakkan gelas miliknya disisi kanan Vibra.

"Makasih Far," 
Meski hanya ucapan terimakasih, Fara merasa senang. Setidaknya dia tidak merasa terasingkan.

"Pelan-pelan makanya, lagi makan jangan cerewet!" kelakar Vio.

"Baru juga sembuh udah galak aja,"

"Sakit atau enggak, aku masih sanggup kalo cuma marah-marah sama kamu, inget!"

"Sabal ya pah, katanya olang sabal pacalnya dua," celetuk Al ngawur.

"Astaga siapa yang ngajarin hm?" Tanya Vio sambil mencubit hidung Al.

"Glavity yang bilang, ma."

Mau seberapapun usaha Fara untuk terlihat, ia tetap jadi bayangan dikehidupan Vibra. Lihat saja, sedari tadi dia berusaha memberi perhatian tapi tak dilirik sama sekali. Dia tau, bahkan sadar ditempat ini tidak ada ruang untuknya.

Vio yang menyadari  Fara terlihat canggung lantas mengajaknya ngobrol.
"Far, gimana ditoko kue bunda, nggak ada masalah kan?"

"Enggak kok Vi, malah dari kemaren rame terus,"

"Jangan kerja berlebihan Far, inget kamu lagi hamil,"

"Iya Vi, tapi aku malah seneng dari pada dirumah terus, bosen."
"Lagian Bunda udah percayain semua ke aku, nggak enak sama Bunda," lanjut Fara.

Vio mengangguk, ia baru tahu kalau toko kue milik mertuanya sudah diambil alih oleh Fara. Yah, meskipun hanya sekadar membatu, tapi kesannya Areta lebih percaya dengan Fara, bukan dirinya. Tapi sudah lah tak apa.

°°°
Cukup larut malam Vibra baru pulang dari kantor, sudah biasa ia seperti ini karna memang sejak kemarin pekerjaan kantor sedikit berantakan. Akhir-akhir ini banyak masalah bermunculan, masalah rumah tangganya yang masih abu-abu, ditambah masalah keuangan perusahaan yang menurun. Entah cobaan apa lagi yang harus ia hadapi sekarang.

Manik matanya menatap wajah teduh perempuan yang kini berbaring disofa ruang tamu, lengkap dengan tv yang masih menyala. Ia meraih remote control untuk mematikan tv, kemudian kembali menatap wajah Fara yang sedikit tertutup poni yang menjuntai.

Sampai larut malam bisa-bisanya Fara tidur disofa dengan hawa dingin seperti ini. Tangan Vibra terulur untuk membangunkan sang empunya, tapi tidak ada respon. Ia berjongkok, menatap lekat pemilik wajah cantik itu yang terlihat polos saat tidur. Rasa bersalah kembali menyelimuti dirinya, ia menghela nafas gusar sebelum akhirnya memutuskan untuk memindahkan Fara ke kamarnya. Ia membopong tubuh Fara dengan hati-hati, rupa nya perempuan itu terlalu pulas.

Dari ujung tangga, Vio melihat itu semua, perlakuan Vibra pada Fara yang berhasil memporak porandakan perasaan. Apa tidak wajar jika dirinya egois, cemburu dan marah? Lihatlah suaminya bersama perempuan lain, perempuan yang nanti juga akan menjadi istri Vibra. Sanggupkah dirinya nanti berbagi suami dengan sahabatnya sendiri?

Ia memilih kembali ke kamar, ia urungkan niatnya untuk menyambut kepulangan Vibra. Biarlah, laki-laki itu tidak terlalu membutuhkan nya kan sekarang.

°°°
Pagi-pagi sekali Vio turun ke dapur, berniat untuk masak. Didapur ia sudah disambut oleh Fara, meja makan sudah dipenuhi dengan makanan yang terlihat menggiurkan.

"Pagi, Vio."

"Kamu bangun pagi-pagi untuk masak semua ini?"

Fara mengangguk sembari mengulas senyum, "iya, sekalian bantu bibi. Kata bibi biasanya kamu juga bantu masak, tapi kan kamu baru aja sakit makanya aku inisiatif bantu,"

"Oh yaudah, aku mau siapin bekal Vibra sama anak-anak,"

"Nggak usah Vi, ini udah aku siapin semua, udah selesai."

Vio menatap kotak makan yang tertata rapi diatas meja,"makasih Far, tapi lain kali biar aku aja yang nyiapin."

"Maaf ya Vi, kalau kamu nggak suka,"

"Enggak, bukanya nggak suka, tapi biar aku aja yang ngurus suami dan anak-anakku,"

Fara tertampar dengan kalimat terakhir yang Vio ucapkan. Benar, tidak seharusnya ia bersemangat seolah Vibra adalah suaminya.  Posisinya sekarang sudah seperti benalu, ya, hanya benalu dikehidupan rumah tangga sahabatnya sendiri. Benalu yang kapan saja bisa dibuang layaknya sampah.

Tapi satuhal, berada ditempat ini bukan lah keinginannya, mengemis tanggung jawab pun juga bukan permintaan nya, disini ia sepenuhnya korban.

Rupanya perlakuan Vibra semalam membuatnya terlalu percaya diri, hingga lupa untuk sadar diri. Laki-laki itu terlalu baik, dan perempuan mana yang tidak jatuh hati padanya.

°°°
TBC.

Lanjut nggak nih?


EUPHORIA [Completed]Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon