Terungkap

20 3 0
                                    

#KarnavalMenulis
#fcp
#dayke-23
#Terungkap
#2011

Sebelum baca, absen dulu yuk...
Vote ke berapa hari ini?
Jangan lupa komen ya..
.
.
.

Vote ke berapa hari ini? Jangan lupa komen ya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

~*~

Di sekolah Alziera tampak gelisah menunggu sosok yang sejak tadi ia nantikan keberadaannya. Sudah lima belas menit berlalu, namun ketua kelasnya belum juga memperlihatkan batang hidungnya di kelas. Biasanya, Ray selalu datang lebih dulu darinya mengingat ia adalah murid teladan yang pernah Alziera kenal.

Alziera terus memandangi arlojinya yang berjalan terasa lebih lambat dari biasanya. Lo kemana sih? Batinnya.

"Lo kenapa sih Zie?" tanya Li Xia bingung melihat tingkah temannya yang tidak seperti biasanya. Alziera terlihat begitu gelisah dan terus melihat ke arah pintu kelas mereka.

"G-gue... mm, kok ketua kelas kita belum datang juga?" balasnya berusaha menyembunyikan kegelisahannya.

Li Xia menatapnya penuh selidik, ia memincingkan kedua matanya melihat temannya tiba-tiba saja menanyakan ketua kelas mereka.

"Tumben?"

"Gue ada urusan sama dia."

"Jangan bilang lo naksir sama ketua kelas kita?"

"Nggaklah, enak aja!"

"Atau?

"Atau apa?" Alziera balik bertanya.

"Lo ada apa-apa sama dia?"

"Makin ga jelas lo. Wajar kan gue nanyain ketua kelas kita yang super duper rajin itu tiba-tiba g ada di kelas udah jam segini?

Li Xia mengangguk paham, namun ia tetap heran melihat sahabatnya satu ini. Ia yakin pasti ada sesuatu yang disembunyikan darinya.

"Eh Fang Yin, lo liat ketua kelas kita gak?" tanya Alziera pada wakil ketua kelas yang baru saja tiba di kelas sambil membawa tumpukan buku dengan kedua tangannya.

"Oh Ray? Dia izin ga masuk sekolah hari ini?

"Kenapa?"

"Dia sakit katanya."

Sakit? Alziera membatin.

"Oh, ya udah. Thanks ya."

Alziera tidak bertanya lebih banyak lagi. Ia tak ingin sahabatnya semakin mencurigainya jika ia menunjukkan rasa penasarannya lebih jauh lagi.

Kriring... Kriring... Kriring...

Bel tanda masuk kelas pun berbunyi, semua murid harus menempati tempat duduk mereka masing-masing sebelum guru mata pelajaran mereka masuk ke kelas.

~*~

Tling

+8637xxxxxx
Hi, Lo Ray kan? Xaverius Altherio Rayven?

Ray mengernyitkan keningnya melihat nomor yang tak dikenal tiba-tiba menghubunginya. Meskipun terbilang ramah, Ray bukan tipikal orang yang mudah meladeni siapa pun yang tiba-tiba menghubunginya melalui pesan teks. Bahkan ditelepon pun ia tidak akan langsung menjawab panggilan tersebut. Ia masih menimang-nimang untuk membalas pesan tersebut atau tidak.

Tling

Ponselnya kembali berbunyi dengan pesan masuk dari kontak yang sama.

+8637xxxxxx
Ini gue Laow Yifei Alziera. Sorry, tadi waktu di sekolah gue minta kontak lo sama Fang Yin.

"Alziera" gumamnya.

Me: Iya Zie, ada apa?

Alziera Hime: Mmm, katanya lo sakit?

Me: Iya, tapi sekarang udah baikan kok.

Alziera Hime: Lo nanti malam sibuk gak?

Me: Nggak. Kenapa?

Alziera Hime: Kalo gitu kita bisa ketemu sebentar gak, di taman kota?

Pasti dia mau nanyain semuanya. Kayaknya ini waktu yang tepat buat jelasin ke dia, biar dia juga bisa lebih hati-hati, batin Ray.

Bip Bip...

Rayven Altherio: Okay, bisa.

Alziera tersenyum melihat jawaban yang diberikan oleh Ray. Rasa penasaran sudah menguasai dirinya. Ia ingin tahu semua hal yang tidak bisa dicerna oleh logikanya sendiri.

"Zie, lagi-lagi dia manggil gue dengan nama itu," gumamnya.

Hari semakin sore, jam dinding yang terpajang di kamar tidurnya menunjukkan pukul enam. Alziera sudah bersiap-siap karena tidak sabar ingin bertemu dengan Ray. Ia mengajak Ray bertemu jam 7 malam. Karena jarak rumahnya ke taman kota cukup jauh, jadi ia harus berangkat lebih dulu.

Alziera memutuskan untuk memilih taman kota karena ia yakin akan aman jika berada di sana. Meski taman tersebut jarang pengunjung, tetapi letaknya yang berada di tengah-tengah kota membuatnya di kelilingi oleh keramaian yang tak jauh dari sana.

Ia meminta supir pribadinya untuk mengantarnya pergi. Biasanya, jika tidak sedang ke sekolah, Alziera lebih senang naik angkutan umum untuk bepergian karena ia tak suka ditunggu ketika melakukan sesuatu. Hal itu hanya membuatnya merasa bersalah dan akhirnya terburu-buru melakukannya.

Namun, kali ini karena rasa takut yang masih menguasai keseluruhan dirinya ia menjadi takut untuk berpergian. Bahkan, ia memutuskan tidak datang ke pantai lagi untuk sementara waktu.

~*~

"Udah jam segini." Ucapnya sambil mengamati arloji yang sudah terpasang manis di tangan putihnya yang hampir menyamai warna putih susu.
Jam tangannya sudah menunjukkan pukul tujuh lewat lima belas menit namun Ray tak juga menampakkan diri.

"Jangan-jangan dia lupa?" ucapnya bermonolog.

Alziera memutuskan untuk melakukan panggilan pada Ray. Ia kembali merasakan gelisah karena Ray tak kunjung datang menemuinya. Ia sedikit khawatir jika terjadi sesuatu padanya atau justru Ray malah melupakan janji dengannya.

"Nelepon siapa?" ucap Ray berada di balik punggung Alziera.

Alziera menoleh untuk mendapati sumber suara yang tiba-tiba terasa begitu dekat dengan dirinya.

"R-Ray?" Ucapnya ragu. Melihat penampilan Ray yang sedikit berbeda.

Ray mengenakan pakaian yang lebih pantas disebut jubah dibandingkan baju yang dipakai orang kebanyakan. Penampilannya terlihat sedikut berbeda, namun tetap dengan kacamata besar yang selalu menempel menutupi kedua manik hitam pekatnya.

"Iya, ini aku."

"Rambut lo, diwarnai?"

"Nggak, rambut asli ku emang gini."

"Berarti yang warna hitam yang biasa lo perlihatin waktu di sekolah itu diwarnai?" Alziera kembali bertanya.

"Nggak" balasnya menggelengkan kepala.

"Terus?" Alziera semakin kebingungan, bukannya mendapat jawaban dari pertanyaan yang sudah tertata rapi di dalam otaknya, ia justru menemukan pertanyaan baru yang membuatnya semakin frustasi.
.
.
.

[Sebagian teks hilang karena cerita sudah diterbitkan]

UNFORGETTABLE (YOU) [TERBIT]Where stories live. Discover now