#Part-11#

37 6 1
                                    

"Ra, hati-hati! Jangan ngebut-ngebut!" teriak Gabriella yang tengah diboncengi oleh Winara.

"Gak pa-pa Ra, aku bisa kok," timpal Winara yang tetap berusaha tenang dan terus melanjutkan mengemudinya. Bahkan, dia semakin memperkencang laju Scoopy-nya.

"Ra, jangan ngebut!" teriak Gabriella sekali lagi. Namun, bukannya memperlambat laju motornya, Winara malah semakin memperkencangnya.

Sehingga, tidak lama kemudian mereka berdua pun sampai di sebuah rumah sakit. Langsung saja Winara memarkirkan Scoopy-nya dan memasuki rumah sakit itu bersamaan dengan Gabriella yang benar-benar merasa heran.

"Ra, kita ngapain ke sini?" tanya Gabriella yang masih mengikuti langkah sahabatnya itu.

"Sus, ruangan UGD di mana?" tanya Winara ke salah satu suster yang tengah lewat di sana.

"Adek lurus aja, nanti di sebelah kiri ada lorong, dari sana Adek bisa nemuin ruang UGD-nya di mana," jelas suster itu dengan ramah.

"Baik Sus, terima kasih." Setelah mengatakan itu, Winara langsung saja berlalu dari hadapan suster itu. Dan Gabriella yang masih merasa bingung, hanya mampu kembali mengikuti gadis itu.

Dan ...

Jleb!

Tepat di saat Winara telah tiba di hadapan ruangan UGD yang mana di sana ada Syifa yang tengah menangis khawatir, Gabriella menghentikan langkahnya seketika.

"Tante, bagaimana Haidar?" tanya Winara yang kembali menitikkan air matanya.

"Di-dia, dia koma, Ra!" ucap Syifa benar-benar tidak tahu harus berbuat apa. Winara yang mendengar itupun seketika langsung menitikkan air matanya dengan deras dan memeluk Syifa dengan sangat eratnya. Sedangkan, Gabriella masih saja terdiam dengan beribu pertanyaan di dalam benaknya. Dan tak lupa dengan butiran bening yang telah mengalir dengan mulusnya di pipi Gabriella.

"Tan, Tante jangan sedih Okay! Nara yakin, Haidar pasti akan baik-baik aja," ucap Winara seraya menghapus air matanya. Dan hanya anggukanlah yang bisa Syifa berikan untuk saat ini. Hingga pandangannya pun beralih ke arah Gabriella yang masih saja menatap mereka berdua.

Deg.

"Gaby?" lirihnya menatap Gabriella. Sedangkan Winara yang mendengarkan itu langsung menatap Syifa dengan heran dan begitu juga kepada Gabriella yang tengah menetaskan air matanya.

Tanpa aba-aba, Syifa langsung saja menghampiri Gabriella, mencoba untuk meraba gadis yang masih terdiam menatap Syifa dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Gaby?" tanyanya lagi dengan suara yang bergetar.

"Gaby!" ucapnya untuk ketiga kalinya yang sontak langsung memeluk Gabriella dengan sangat eratnya.

Gabriella yang mendapatkan pelukan mendadak itupun sontak hanya bisa terus diam dengan pandangan kosong.

"Gaby ingat Mama kan, Nak? Gaby gak lupa Mama, kan?" tanya Syifa yang terus saja memeluk putrinya.

"Anak Mama udah besar, ya. Gaby apa kabar, Sayang?" tanyanya lagi yang melepaskan pelukannya itu.

Gaby masih saja diam dengan mulut yang terasa bungkam untuk berbicara saat ini.

"Tante? Gaby? Ka-kalian?" tanya Winara tiba-tiba.

"Ga-"

"Keluarganya pasien?" panggil sosok dokter yang tiba-tiba saja muncul dari ruangan UGD.

Sontak, ketiga wanita yang berbeda usia itupun berbalik badan menghadap ke arah dokter itu dan segera menghampiri dokter itu.

"Bagaimana keadaan putra saya, Dok?" tanya Syifa dengan cepat.

"Alhamdulillah, putra Ibu sudah berhasil melewati masa komanya. Jadi, tidak ada yang perlu dikhawatirkan lagi. Dan putra Ibu saat ini akan kami pindahkan ke ruangan rawat inap, sambil menunggu dia siuman," jelas dokter itu.

Mendengar itu, sontak semuanya pun merasakan lega yang luar biasa, termasuk Gabriella yang sebenarnya belum tahu siapa yang dikatakan oleh dokter itu.

...

Dari sini, Gabriella menatap kosong ke arah kaca ruangan yang menampilkan sosok pria yang tengah terbaring di dalam sana. Dia merasa ada sesuatu hal di antara dia dan pria itu. Namun, beribu pertanyaan tak kunjung dia dapatkan jawabannya.

"By?" panggil Winara yang tiba-tiba saja menepuk bahunya Gabriella.

"Eh, kenapa Ra?" tanyanya dengan sedikit tergagap.

"Kamu kenapa?" tanya Winara dengan heran.

"Ha? Maksudnya?"

"By, aku mau kamu jujur sekarang. Siapa sebenarnya tante Syifa? Dan siapa Haidar?" tanya Winara dengan penuh intimidasi.

"A-a d-dia,"

"Nara, Gaby, ayo Nak, kita makan dulu!" ucap Syifa yang tiba-tiba saja datang bersama dengan sekantong kresek di tangannya.

"Eh, iya Tante. Ayo, By!" timpal Winara yang langsung menarik tangan Gabriella untuk ikut bersama mereka. Dan akhirnya, mereka semua pun makan di depan ruangan inap Haidar dengan duduk di kursi tunggu ruangan pasien.

Selang beberapa waktu kemudian, akhirnya mereka selesai untuk menyantap makanan mereka. Langsung saja Winara memberesi semuanya. "Tan, Nara buang sampah sebentar, ya?" izinnya yang langsung diangguki oleh Syifa. Sehingga, sekarang hanya ada Syifa bersama dengan Gabriella yang dipenuhi akan kebisuan di antara mereka berdua.

"Em ... apa saya boleh tau sesuatu?" tanya Gabriella dengan sangat formalnya.

"Gaby, saya ini ibumu, kenapa kamu seperti tidak pernah mengenal saya sama sekali?" tanya Syifa yang hampir saja meneteskan air matanya.

"Saya hanya butuh jawaban di sini. Siapa sebenarnya pria yang terbaring di dalam sana?" ucap Gabriella sedikit membentak, namun itu tidak terdengar seperti bentakan, sebab suaranya yang diiringi sedikit isakan dan bergemetar.

"Di-dia-"

"Tante, Nara gak pa-pa kalau pulang dulu? Soalnya Mama tadi telepon dan nyuruh Nara buat segera pulang," ucap Winara memotong.

"Eh, iya gak pa-pa, Sayang. Lagian, sekarang Haidar juga udah mulai membaik kan, hanya tinggal menunggu dia sadar."

"Nanti kalau ada apa-apa, langsung kabarin Nara aja ya, Tan" mohon Winara dengan tidak enakkan.

"Iya, nanti Tante kabarin perkembangannya Haidar," ucap Syifa seraya tersenyum.

"Oh iya, By. Yaudah, kita pulang sekarang ya, Tan. Assalamu'alaikum!" Lalu, Winara pun mencium punggung tangan Syifa dan mulai meninggalkan wanita itu sendirian penuh rasa iba terhadap Gabriella yang sama sekali tak mengakui dirinya sebagai ibunya.

"Apakah kesalahan Mama begitu fatal di mata kamu, Nak? Sehingga, tak ada lagi status ibu bagi Mama?" ucapnya seraya meneteskan cairan bening itu.

Pertama untuk Terakhir (End)Where stories live. Discover now