28. Yoongi XXV

Mulai dari awal
                                    

Aku mengangguk.

"Karena itu kau tidak mau berpacaran dengan Seoho?"

"Aku tidak akan berpacaran dengan siapapun."

"Kenapa?"

Aku menatapnya sejenak sebelum kembali mengalihkan tatapan ke lantai. "Setelah semua yang kulakukan, tidak akan ada orang tua yang akan merestui aku menikah dengan anak laki-laki mereka. Pacaran hanya membuang waktu."

"Kalau begitu menikah denganku saja."

"Apa?" Aku tertawa terpingkal-pingkal. "Kau tidak dengarkan aku? Ayahku yang miskin luar biasa saja tidak akan merestui kalau adikku mau menikahi perempuan yang melakukan apa yang kulakukan. Apalagi keluargamu."

Yoongi terkekeh. Memutar-mutar kaleng birnya. "Hahaha. Kau benar. Tapi aku bukan anak tertua, dan bukan pewaris utama. Kalau mau, aku bisa menikahi siapapun. Tidak seperti Namjoon atau Seokjin hyung."

"Kalau orang tuamu tidak setuju, kau tidak akan dengarkan?"

Yoongi tertawa kencang dengan nada mengejek, mendongak ke langit-langit. "Orang tua? Coba katakan padaku kenapa kau begitu sayang pada ayahmu? Apa yang sudah ia berikan padamu sampai kau rela melakukan apapun yang kau lakukan sekarang ini buatnya?"

"Ayahku membesarkan aku dan kedua adikku sendirian. Ia hanya petani, tapi ayah bekerja dari matahari terbit sampai jauh malam merawat kebun dan hewan ternak kami agar kami bisa sekolah."

"Dimana ibumu?"

"Aku tidak punya ibu. Ia tidak pernah peduli padaku. Ia meninggalkan kami semua begitu saja saat adikku lahir." Mataku mengernyit dengan kemarahan yang sulit kutahan. "Hari ini ia melahirkan, besok paginya ia menghilang dari rumah sakit. Tidak satu katapun kami dengar darinya setelah itu."

"Itulah orangtuaku." Yoongi menyahut lirih. "Ada, tapi tiada. Aku tidak ingat kapan aku terakhir bicara pada mereka. Ibuku hanya mempedulikan kami saat ia membutuhkan kami buat dipamerkan ke teman-teman sosialitanya. Ayahku, hm, sebelum dia sakit dan bedridden, untuk bertemu dia saja kami harus membuat janji dengan sekretarisnya."

"Tidak ada cinta di rumahku. Hanya uang. Kami dibesarkan sebagai pewaris, bukan anak. Meeting pemegang saham pertamaku adalah waktu aku 15 tahun. Saat SMA aku sudah terlibat dalam manajemen audisi, trainee dan administrasi."

"Tapi kau menyukainya kan Oppa? Kau cocok jadi direktur utama." Aku mencoba menghiburnya.

"Menyukainya?" Ia cemberut. "Cita-citaku ingin jadi musisi. Aku ingin menulis lagu dan memproduksinya. Aku menang lomba rap waktu aku masih SD. Tapi apa yang dilakukan ayahku? Dia bangun perusahaan sialan itu, dia taruh namaku di daftar petinggi bahkan pada saat aku belum bisa minum alkohol."

"Dia kutuk aku dengan tugas mengurusi kalian para penyanyi seumur hidupku. Memperhatikan kalian melakukan apa yang ingin kulakukan..." Kalimatnya terputus. Ia meremas rambutnya dengan kesal.

"Tapi kau masih bisa menulis lagu dan menyanyikannya kan, oppa?"

"Hahaha. Terus menjadikan diriku sendiri bahan tertawaan publik? Direktur utama perusahaan entertainment terbesar di Korea yang menulis lagu yang jelek?" Ia menatap langit-langit dengan nanar. "Aku...takut..."

Aku menyentuh tangannya. "Tulislah lagu buatmu sendiri. Aku bisa menyanyikannya juga, biarpun kau bilang suaraku jelek. Tidak ada yang perlu tahu."

Yoongi menatapku lembut. Membalas meremas jemariku. "Hana, apa yang sebenarnya kau lakukan? Kenapa kau berubah? Kau tidur dengan banyak sekali orang seakan kau tidak yakin perusahaan akan bisa memberimu proyek yang cukup."

Pandora's Dating Agency: Yoongi's Story [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang