Prolog

5 1 0
                                    

Stack House, Cilandak, Jakarta Selatan...

Segalanya berubah ketika aku mulai mengenal keluarga ini. Diam-diam kuedarkan pandanganku. Karena di sudut ruangan besar dengan udara yang sangat menusuk hingga ke tulang sumsumku ini, aku melihat seorang wanita berusia sekitar empat puluh tahun yang sudah bernapas dengan bantuan tabung oksigen. Tubuhnya sungguh nampak tak berdaya dan hanya bisa berbaring di sebuah ranjang kayu besar yang berukir indah. Dengan berselimutkan kain putih, wanita itu menatap ke sekeliling. Sesekali aku melihat jendela kaca yang masih diterjang oleh hujan deras dan angin kencang untuk menghindari debar jantung yang aku rasakan sekarang.

Saat wanita itu berucap memanggil namaku, suaranya terdengar lirih bahkan hampir tertutup oleh hembusan angin kencang di luar jendela. Melihat sorot matanya yang rapuh, hatiku semakin bergetar. Hingga ruangan ini terasa begitu dingin dan senyap.

"Mikay..."

Wanita itu perlahan memanggil namaku lagi dan mengangkat tangannya seraya ingin meraih jari jemariku yang sepucat tangannya, tapi kulitku memang putih dan tidak terlihat guratan otot seperti di punggung tangannya. Aku benar-benar terkejut saat dari mengeluarkan tangannya dari selimut. Karena yang kulihat dari tangannya seakan hanya terbuat dari tulang dan urat nadi-nadinya saja karena terlalu kurus.

Di hadapanku, aku melihat seorang pria paruh baya yang telah membesarkanku di sebuah panti asuhan selama enam belas tahun ini. Melihat anggukan kepalanya, aku seakan mendapat arahan untuk tidak perlu takut dan segera mendekati wanita itu.

"Dominico..." suara parau wanita itu kembali terdengar.

"Iya, Ma..."

Laki-laki yang sejak tadi berdiri di sampingku kini menghampiri wanita itu.

Tangan kami terpaksa saling menumpuk saat tangan kanan wanita itu ingin menggenggam erat tangan kami.

"Jagalah Mikay..."

Pesan itu sungguh membuatku merinding karena tatapan Dominico terasa tak sesuai dengan keinginan wanita itu.

"Dom, Papa akan membawa Mama untuk berobat ke George Town. Di sana, ada rumah sakit kanker terbaik yang telah dianjurkan oleh dokter Mama. Untuk sementara, tolong Papa untuk mengatur semuanya..."

"Mulai hari ini... Mitha... akan menjadi bagian... dari keluarga kita." Wanita itu menghela napasnya sejenak. "Mama benar-benar ingin kamu... menghargainya... seperti saudara kandungmu sendiri.... ya... sayang!?"

"Semua keperluan sekolah, kamarnya, dan naskah skenario yang harus dibacanya sudah disiapkan. Dave akan membantu kalian," timpal Papa sungguh-sungguh.

Dave yang merasa terpanggil hanya mengangguk di sudut kamar ini.

Namun Dominico lagi-lagi melirik tajam padaku, sebelum ia kembali menatap kedua orangtuanya. 

"Baik, Pa. Ma..."

Laki-laki berusia lima puluh tahun itu menepuk pundak Dominico seraya ingin memberinya semangat yang sempat runtuh seiring kenyataan pahit yang menerpa keluarga mereka kali ini.

The Life of Mikay {ON GOING}Where stories live. Discover now