🌙ㅣ20. Dua Pengawal yang Siap

Start from the beginning
                                    

Ada raut bahagia terpancar jelas pada Syaila, ia juga tampak senang sekali seperti menemukan harta karunnya yang telah lama hilang, sementara Alzero sendiri masih mengerutkan kening.

Alzero terasa familier dengan panggilan 'Hero' padanya. Tapi ia juga merasa asing sekaligus. Jadinya, Alzero termenung berhadapan dengan Syaila.

"BANG NOL!!" Di tengah suasana yang sepi, Alvano muncul dengan teriakan menggelegar, memecah suasana yang sepi. "BULANNYA KENAPA?!!"

Mata Alzero terpejam sejenak, ia segera melepaskan genggaman Syaila di lengannya dan langsung menggendong Rembulan. "Gak usah halangin jalan, cewek gue luka!" bentaknya pada tiga gadis di sana. 

Alzero membawa Rembulan keluar dari kelas diiringi beberapa reaksi terkejut.

- 4B -

"Cup cup cup, Bulan jangan nangis, udah abang obatin kok."

"B-Bulan gak nangis." Rembulan tersenyum gugup, pandangannya langsung mengarah pada gorden tipis yang ada di sebelahnya. Gadis itu tidak tahan melihat wajah mulus yang hanya berjarak satu jengkal dari pandangannya itu. Pipinya langsung memanas tanpa sebab, jantungnya juga berdetak kencang.

Rembulan belum pernah mengalami hal ini. Diperhatikan begitu lembut dan detail oleh lelaki, diperlakukan selayaknya hal yang paling berharga. Dulu, mendapatkan senyum segelintir orang saja amat susah untuknya, namun sekarang Rembulan bisa merasakan itu. Senyuman tulus dari Alzero dan Alvano.

"Ini, kacamatanya udah abang bersihin." Alzero bersuara dan menyingkap gorden yang menutupi brankar tempat duduk Rembulan sekarang. Mereka berada di UKS.

Tangan Rembulan terjulur, hendak mengambil kacamatanya namun Alzero menjauhkannya dari tangan Rembulan membuat gadis itu bingung. Bukankah Alzero akan memberikan kacamatanya pada Rembulan?

"Biar abang pasangin," ucapnya lalu menggantingkan posisi Alvano dengan mendorong lelaki itu membuat gerutuan keluar dari mulut Alvano. Perlahan, Alzero menyelipkan gagang kacamata pada kedua telinga Rembulan, dan merapikan posisinya agar nyaman. "Selesai! Gimana? Udah bisa lihat jelas 'kan?"

Rembulan mengangguk perlahan, ia sedikit membenarkan letak kacamatanya sebelum akhirnya tersenyum pada dua saudara di hadapannya. "Makasih abang udah mau bantuin Bulan," ucapnya tulus.

Senyuman Rembulan tetap mengembang cantik, hingga perlahan memudar kala ia mengingat kejadian tadi di kelas.

"Bang, kenapa tadi abang bilang gitu?" Rembulan bertanya, menatap Alzero yang mengerutkan keningnya seketika.

"Bilang apa?" Alzero balik bertanya.

"Bilang ... itu." Bibir bawah Rembulan digigit pelan, ia agak gugup mengatakannya. "Abang bilang 'cewek gue' tadi. Ta-takutnya ada yang salah paham."

"OH!" bukan Alzero, melainkan Alvano yang memekik. "Bener, Bang. Identitas Bulan dan hubungannya sama kita 'kan belum ada yang tahu."

Alzero tak langsung menjawabnya, ia mendudukkan diri di brankar, menepuk-nepuk lembut kaki Rembulan yang terhalang selimut. "Tadi spontan sebenernya. Gak kepikiran harus ngomong apa, jadinya abang bilang begitu, biar gak ada yang ganggu Bulan lagi."

"Abang tahu, ini kayaknya bakalan ngusik Bulan. Tapi, kalau Bulan kayak gini terus, Abang gak mau. Apalagi kami gak selalu sama Bulan," jelas Alzero, memberikan pengertian pada Rembulan.

"Hmm, kalau itu alasannya gue setuju aja." Alvano mengangguk-ngangguk. Kedua tangannya kini meraih kedua pipi Rembulan, mengelusnya dengan jari. "Bulan 'kan belum mau ngungkapin identitas Bulan yang baru, jadinya kami mau ngelindungin Bulan dulu selagi kami bisa. Bang Nol juga bener, kami 'kan gak selalu ada sama Bulan kalaupun di sekolah yang sama. Contohnya kejadian ini, kalau aja gak ada si Varo tuh, kami gak bakalan dateng cepet."

Telunjuk Alzero bergoyang menunjuk Alvano, sangat menyetujui. "Tadi beruntung banget Alvaro mau chat kami. Biasanya dia bodo amatan. Tapi aneh juga ya, bener-bener tumben, deh. Gue gak nyangka."

"Mood-nya emang begitu, gak bisa dingertiin orang." Alvano mendengkus, ia kembali memokuskan tatapannya pada Rembulan. Ia mengerjap, melihat mata yang membulat di hadapannya. Lucu sekali.

"Beneran kak Varo?" Rembulan berkata pelan, sedikit tak menyangka dengan obrolan kedua saudaranya ini.

Alvaro mau repot-repot memberitahu Alzero dan Alvano? Sebuah keajaiban apa yang Rembulan dapatkan hari ini? Senang sekali. Walaupun tak secara langsung, tapi Alvaro menolongnya, tak seperti pertama kali yang mengabaikan Rembulan begitu saja.

Rembulan jadi terdiam. Alvaro bisa saja melakukan ini karena lelaki itu mulai terbiasa dengan hadirnya Rembulan. Alvaro yang dulu belum bisa menerimanya karena masih asing. Sekarang, semoga saja seiring berjalannya waktu, Alvaro perlahan-lahan mau menerima kehadiran Rembulan dalam hidupnya.

"Iya, tadi Varo yang ngabarin." Alvano memutar bola matanya. Malas sekali harus membicarakan orang itu. "Bulan kok nanyain dia, sih? Kan ada bang Vano di sini. Gitu, ah!"

"E-eh nggak, Bang! Bukan begitu." Rembulan gelagapan, segera ia meraih kedua tangan Alvano, menggenggamnya erat. Ia tidak mau terjadi kesalahpahaman. "Bulan kaget aja. Bulan juga mau ucapin terima kasih buat Bang Zero sama Bang Vano, kalian rela datang ke kelas Bulan tadi, padahal kalian lagi ada urusan. Maaf, Bulan harus ngerepotin. Bulan gak tahu ini cukup atau nggak, tapi Bulan bener-bener ucapin terima kasih, Bulan seneng banget ada yang bantu, dan ada yang mau belain Bulan di sini. Bulan gak merasa sendirian, Bulan gak merasa terjebak. Rasanya gelapnya hilang, Bulan kayak punya malaikat baik yang siap bantu kapan aja."

Melepaskan satu genggamannya pada Alvano, Rembulan meraih tangan Alzero juga. "Bulan seneng banget. Bulan beruntung dapat kalian."

Akibat ucapan Rembulan barusan, suasana UKS jadi hening untuk sementara waktu. Sayang sekali dipecahkan oleh suara Alvano yang merengek terharu, tanpa aba-aba memeluk Rembulan dengan erat.

Begitupun Alzero, senyumannya menguar dan lebih mempesona. Untuk pertama kalinya, ia mendengar ucapan terima kasih setulus ini dari sosok gadis. Dengan begitu, ia juga ikut memeluk Rembulan.

"Gak salah deh gue setuju kalau Papa nikah sama Mama Laila."

Sayangnya, acara hangat saling peluk itu dikacaukan dengan bersin Rembulan yang kencang. Gadis itu lupa, ia masih flu.

 Gadis itu lupa, ia masih flu

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Jangan lupa tinggalin jejak!

Share juga ke temen-temen kalian yaa!
Terima kasih sudah baca💜

4 Brother'z | TERBITWhere stories live. Discover now