Gardian mengikuti karena dia belum memberikan jawaban untuk pertanyaan Winnie tadi. "Karna lo mini," ujar Gardian sambil meletakkan tangan terbuka ke bawah, di depan badan, menyesuaikan dengan tinggi Winnie.

Ah, Gardian bersikap seakan cowok itu tidak pernah melihat manusia yang lebih pendek darinya. Winnie memutar mata lagi. "Whatever," jawabnya masih kesal. "My name is not Minnie. So, stop calling me that," Winnie menekan setiap kata.

"Okay, Minnie." Gardian menjawab patuh, tapi juga melawan peringatan Winnie di waktu yang sama. Gardian bahkan menyeringai sekilas, kemudian tertawa kecil saat Winnie memukul dada kiri Gardian dengan kepalan tangan kiri cewek itu.

Winnie menahan kekesalannya. Ugh, bagaimana mungkin Nanny menyukai orang semenyebalkan Gardian ini? Winnie bahkan tidak bisa berada di dekat Gardian tanpa terpancing emosi. Dan saat pulang sekolah, harusnya Winnie bisa pulang dengan normal bersama sopir yang sudah siap sedia di depan gerbang. Namun, Gardian menahan pintu mobil saat Winnie baru saja akan meraih untuk menutup.

Gardian menunduk sambil memegangi bingkai pintu mobil di bagian atas, dia melihat pada Winnie yang juga menatapnya malas. Dia memegangi tangan kanan Winnie di atas pangkuan cewek itu. Gardian mengusap punggung tangan Winnie dengan ibu jari pelan-pelan. "C'mon, Little One," Gardian mempersuasi dengan suaranya yang sangat rendah dan hati-hati, seakan telinga Winnie bisa rusak kalau dia bicara dengan nada suara seperti biasa.

Untuk beberapa saat, Winnie hanya diam saja melihat lurus-lurus pada mata Gardian yang tidak pernah sungguhan terbuka. Gardian selalu tampak malas karena kelopak mata cowok itu hanya terbuka setengah, bahkan kilauan dari mata terang cowok itu hampir tertutup oleh bulu mata yang lebat. Winnie melihat kepada sopir di kursi kemudi, kemudian melihat Gardian lagi. Sepertinya Winnie dalam kuasa hipnotis karena dia mendadak keluar dari mobil untuk mengikuti Gardian ke area parkir.

Ternyata Gardian membawa motor ke sekolah, Winnie tidak tahu motor jenis apa ini, tapi Papa memiliki yang serupa dan memanggilnya Harley. Mungkin Harley Davidson, Winnie tidak pernah peduli tentang kendaraan, yang dia tahu hanya buku sejak dulu, dan yah, sedikit bersenang-senang. Winnie tidak ingat kapan terakhir kali dia naik motor, atau dibonceng naik Harley kesayangan Papa, sepertinya sudah lama sekali.

"Ah!" Winnie refleks mendorong Gardian saat melihat wajah cowok itu tepat di depannya. Winnie terlalu sibuk melihat motor Gardian sampai tidak sadar bahwa cowok itu memakaikan helm untuknya. Gardian hanya mendengkus geli sebelum memakai helm juga, cowok itu mengeluarkan motor dari area parkir, lalu memberi perintah dengan mengedikkan dagu supaya Winnie naik.

"Peluk aja, gak pa-pa," celetuk Gardian saat Winnie hanya memegangi bagian samping dari jaket kulit yang dia pakai. Mereka sudah ke luar gerbang utama, tapi Winnie masih berpegangan dengan cara yang sama. Jadi Gardian yang mengambil tindakan dengan satu tangan, untuk memperbaiki cara Winnie berpegangan padanya jadi sebuah pelukan dari belakang.

Selalu tepat sebelum Winnie protes, Gardian sudah melaju tanpa peringatan sehingga Winnie berakhir diam. Winnie menutup mata erat-erat karena dia bahkan tidak bisa mengenali satu objek pun yang mereka lewati. Dia bisa merasakan detak jantungnya menekan punggung Gardian, dan cowok itu jelas bisa merasakan detak jantung Winnie juga, tapi justru menambah kecepatan sampai Winnie pikir Gardian sedang mengajaknya mati bersama.

Lima belas menit tepatnya Gardian membawa motornya di sepanjang jalan dengan kecepatan senekat itu. Winnie bernapas pendek-pendek setelah mereka berhenti di tempat yang tidak Winnie kenali, dia berdiri diam di samping motor Gardian seperti baru saja kehilangan nyawa. Gardian kembali entah dari mana, Winnie bahkan tidak tahu cowok itu pergi. Lalu Gardian memberikan sebotol air mineral tersegel untuk Winnie, yang langsung dia rebut untuk minum sangat banyak.

HellowinnWhere stories live. Discover now