✍ EMPATBELAS ✍

3.4K 237 0
                                    

Happy Reading!!!

Happy Reading!!!

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Flashback*

20 tahun yang lalu.......

Plakkk!

Tamparan keras itu tepat mengenai pipi pria berkemaja hitam. Bekas merah tecetak jelas di pipinya.

"Kamu itu bukan anak saya jadi saya tidak akan memberikan satu persen pun warisan saya sama kamu. Kamu itu cuman beban buat keluarga saya."

"Sekarang keluar kamu dari rumah saya!"

Pria berkemeja hitam yang diketahui bernama Baron itu mengepalkan tanganya erat. Maniknya yang memerah menahan emosi menatap pria paruh baya yang baru saja menamparnya.

"Baik. Saya akan keluar tapi kalian harus ingat ini dengan baik-baik, saya akan membuat keluarga kalian hancur. Dan saya akan mengambil apa yang sudah seharusnya menjadi hak saya. Ingat itu baik-baik! "

Setelah mengatakan itu, Baron berlalu pergi. Meninggalkan rumah masa kecilnya. Meninggalkan semua kenangan yang ada di rumah ini.

"Bang, lo mau kemana?"

Seseorang bernama Barra Austin Abhivandhya mencegatnya.

"Pergi!" Ujarnya dengan raut datar.

"Bang jangan pergi. Lo nggak usah dengerin kata-kata Papa barusan. Gue mohon Bang, lo jangan pergi."

"Buat apa gue disini kalau Papa selalu menutup mata tentang keberadaan gue. Lagi pula anak kesayangan Papa itu elo bukan gue. Dari kesil gue selalu mendapatkan perlakuan buruk dari Papa. Gue muak Bar. Gue capek sama semua ini. Jadi biarin gue pergi. Lagipula gue juga benci sama lo. Karena lo udah berhasil merebut semua perhatian Papa. Semua harta waris yang Papa punya bakalan dia kasih ke elo semua. Sedangkan gue, sepersen pun gue nggak dapat. Gue ini juga anaknya tapi gue sama sekali nggak dianggep."

Lantas setelah mengatakan unek-uneknya, Baron melangkah pergi meninggalkan rumah. Dia tidak peduli dengan teriakkan adik kembar beda 5 menit yang terus menerus memintanya untuk kembali.

Baron sudha terlanjur kecewa dengan keputusan Papa yang menurutnya sangat pilih kasih.

"Suatu saat gue bakal rebut apa yang harusnya jadi milik gue dari lo Bar."

»»»○○○○○♤♤♤○○○○○«««

"Bang cepetan tanda tangani surat itu. Kita harus cepet selamatin nyawa adek! Lo nggak mau kan bang kalau adek lo kenapa-napa?" Teriakan dari Rano membuatnya tersadar dari lamunannya.

Aiden bimbang. Apakah ia harus mendatangani surat pengalaman harta waris ini atau tidak. Tapi jika ia tidak mendatangani surat ini, nyawa Aksa yang menjadi taruhannya.

Lantas setelah berpikir lebih matang lagi, Aiden akhirnya mendatangani surat tersebut.

"Saya sudah tanda tangani surat ini. Jadi cepat berikan adik saya."

Baron tersenyum kemenangan saat berhasil mengusai semua harta keluarga Abhivandhya yang memang sudah menjadi hak nya.

"Ternyata membuat kamu menandatangani surat itu cukup mudah ya. Saya tidak menyangka."

"Nggak usah banyak bacot lu pak tua! Cepetan kembalikan Aksa!!" Ujar Rano yang sudah jenggah dengan kelakuan Baron yang bertele-tele.

"Tidak semudah itu. Karena saya akan mengirim adik bungsu kalian yang cacat ini bertemu dengan kedua orang tuanya yang sudah ada di alam bakal. So, selamat tinggal anak manis!"

Baron dengan santainya mendorong tubuh tak berdaya Aksa dari lantai 5 membuat tubuh itu terjun bebas ke bawah.

Sontak ketiga saudara itu menjerit histeris melihat kejadian barusan.

"AKSA!!"

Baro tersenyum lebar melihat ketiganya yang histeris melihat adik bungsu mereka terjun bebas ke bawah.

Tak ingin membuang waktu lagi, Baron segera mengambil surat yang tadi suah Aiden tanda tangani. Lalu bergegas kabur. Tapi sebelum berhasil kabur, polisi sudah lebih dulu menghadangnya membuat ia berakhir di balik jeruji penjara dan semua yang sudah ia rencanakan selama ini gagal total.

Aiden, Reno dan Rano langsung berlari ke bawah. Mata mereka berkaca-kaca. Kejadian barusan sama sekali tidak mereka duga. Mereka melihat dengan mata kepala mereka sendiri saat tubuh Aksa jatuh dari lantai 5 gedung ini.

Aiden memangku kepala Aksa yang sudah berlumuran darah. Air matanya sudah mengalir deras di pipi Aiden.

"Aksa hikkks jangan tinggalin Abang ya. Kamu harus tetap sama Abang. Jangan dulu nyusul Papa sama Mama. Aksa harus disini sama Abang dan Abang kembar."

Diambang batas kesadarannya, Aksa ingin mengatakan sesuatu. Tapi ia tak bisa menyuarakan suaranya.

'Abang, Aksa mau ketemu Papa sama Mama. Jadi biarin Aksa pergi ya Bang! Papa sama Mama udah tunggu Aksa di atas sana. Selamat tinggal Abang! Terimakasih karena sudah rawat Aksa selama ini dan Maaf karena sudah membuat Abang dan Abang kembar kerepotan karena kondisi Aksa ini. Aksa pergi ya Bang!" Batin Aksa sebelum benar-benar menuntuk kedua kelopak matanya dengan sempurna.

Melihat Aksa yang menutup matanya, tangis ketiganya pecah. Sungguh, mereka tak ingin kehilangan adik bungsu mereka.

"Aksa, jangan tinggalin Abang hiksss.... Abang mohon hikkkss"

 Abang mohon hikkkss"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

[19.09.2021 »« 28.09.2021]

Aksa ✔Where stories live. Discover now