05. Keinginan

2.3K 267 10
                                    




"Mafia?" Namjoon mengerutkan kening, melihat sebuah kertas dengan stempel naga pada ujungnya. Mengambil dengan beraninya map yang ada dimeja itu dan membacanya tanpa meminta izin terlebih dahulu. Jika itu orang lain, sudah pasti Johnny akan mengiris lengan mereka sampai halus dan menjadikannya makanan burung.

Tapi, dirinya masih saja anteng memeluk Namjoon dari belakang, seolah menolak melepaskan pria yang sedang berada dipangkuannya itu. "H-hmm."

"Bahaya juga pekerjaanmu, bocah. Apa jangan-jangan kau berbisnis juga hanya kedok saja?" tanya Namjoon, sarkas.

"Kedok apa sih?"

"Untung menyembunyikan pekerjaan kotormu."

"Hahaha beraninya kau membaca itu." Johnny berucap pelan, suaranya terdengar dalam, namun dirinya masih belum bergerak, memutuskan untuk terus memeluk Namjoon, meski tahu dokumen pentingnya sedang berada ditangan Namjoon sekarang.

"Oh? ini rahasia?" Namjoon tertawa kecil.

"Sebenarnya—iya. Tapi aku percaya padamu, Hyung." Johnny tertawa samar. Mengecup tengkuk Namjoon dengan lembut, sampai membuat siempunya kegelian.

"Hah? dasar naif. Aku ini tidak sebaik itu, Johnny. Aku bisa saja jadi licik jika ada peluang." Namjoon memperingatkan.

"Lakukan saja."

"Aku bisa saja menghancurkanmu."

"Aku juga bisa menghancurkanmu, hyung."

Namjoon terdiam. Setiap kata-kata yang keluar dari mulut Johnny tampaknya bukanlah kata kata semata. Dirinya cukup mengetahui bagaimana Johnny itu dengan baik. Jika benar Johnny adalah mafia... berarti pria itu tahu bahwa Namjoon sempat menyelidikinya, tapi anehnya, Johnny tetap diam saja. Aneh.

"Kenapa diam, hyung? ayo bicara lagi. Aku suka mendengar suaramu." Johnny mengangkat dagunya. Menatap pria yang sekarang berada dipangkuannya itu dari belakang.

"Sudah cukup." Namjoon berujar. "Aku sedang tidak berada di mood yang bagus untuk bicara."

"Aku kecewa mendengarnya."

"Terimakasih sudah paham."

"Bagaimana kalau mendesah, hyung?"

"Maksudnya, kau yang mendesah?"

"Bukan, kau." Menggeleng, Johnny memberikan seringaian kecil pada Namjoon, yang disambut kekehan tanda penolakan pada pria tampan itu.

"Apa ini? bagaimana bisa orang yang baru saja kemarin mendesahkan namaku itu berani menyuruhku untuk mendesah?"

Johnny menggeleng tak habis pikir, "Sebelum kau berbicara begitu, sadarilah bagaimana posisimu sekarang, hyung. Duduk diatas pangkuanku dengan nyamannya. Hm?"

"Ha." Namjoon mendecih. "Sebenarnya siapa disini submisifnya? tidak ada satupun dari kita yang mau mengalah."

"Sebelum kita mulai membicarakan posisi ranjang," ucapan Johnny terhenti, bersamaan dengan tangannya yang kini memeluk perut Namjoon, erat. Nafasnya bahkan terasa sampai ketelinga Namjoon, sampai membuat pria itu bergidik. "Bagaimana jika kita mulai dari pacaran terlebih dahulu?"

Namjoon terpekur, tidak menyangka kata-kata itu akan keluar dari mulut lelaki itu disaat-saat seperti ini. "Kenapa harus aku, Johnny?" Namjoon bertanya.

"Karena yang bisa hanya kau," jawaban cepat Johnny membuat jeda singkat diantara mereka berdua. Sibuk bergulat dengan pikiran masing-masing. Demi mencari argumen-argumen yang dirasa benar untuk diperdebatkan saat ini.

"Bisa lepaskan aku? aku masih ada pekerjaan lainnya lagi selain mengurusi perasaan emosional pribadimu." Namjoon berdiri dari pangkuan Johnny. Sementara Johnny kemudian melepaskan pinggang Namjoon dengan berat hati, karena dirinya tahu Namjoon itu orang sibuk. Menyempatkan diri untuk berbicara kepadanya saja sudah sangat berharga baginya.

"Hyung," Johnny memanggil Namjoon.

"Ada apa?"

"Aku tahu kau mungkin sekarang menganggap aku remeh karena aku tidak pernah menunjukkan tindakan tegas padamu." Johnny memulai. "Tapi tampaknya aku harus mulai memberitahumu satu peraturan sejak kau datang kesini dan bertanya mengapa aku tidak mengejarmu lagi ; aku tidak pernah main-main jika sudah menginginkan sesuatu. Kuharap kau paham maksudku."

"Bagaimana jika aku menolak paham?" satu kalimat meluncur keluar dari belah bibir merah itu, Namjoon menatap Johnny dengan tatapan datarnya, seolah sama sekali tidak menganggap apapun serius kata-kata Johnny itu. Namjoon malah terkesan... Menunggu. "Aku bukanlah orang yang bisa kau buat bertekuk lutut dengan menyedihkan hanya karena ancaman sampah ini, bocah."

"Well, aku juga tidak berharap kau bertekuk lutut. Aku hanya memperingatkanmu, Namjoon. Bahwa mulai sekarang, cara kerjaku mungkin akan sedikit berbeda dari biasanya, dan kuharap kau akan paham."

"Aku bilang," Namjoon menjeda, dengan sinar penolakan yang terpancar dari matanya, menatap lurus Johnny yang hanya terkekeh sinis. "Bagaimana jika aku menolak paham? itu terserah padaku, bukan?"

"Tentu saja itu terserahmu. Mau kau menganggap perasaanku itu berharga atau tidak, itu urusanmu. Tapi ya... aku ini tipe yang sangat sayang pada diriku sendiri. Jadi, jika aku mulai menginginkan sesuatu...."

Ada yang salah.

Namjoon membeku diam, saat kemudian disekelilingnya mulai terasa dingin, dengan beberapa derapan langkah pria dewasa mendekat. Tatapan mata yang serasa membekukan jiwa raga itu, melihatnya dengan sedikit remeh. Namjoon bisa melihat kilat cahaya dimata Johnny terasa amat dingin, apalagi saat sekelilingnya kemudian terasa ramai, dengan puluhan orang yang mengitari ruangan itu, dengan revolver hitam mengkilat ditangannya.

Ah.

sejak kapan telepon genggam milik Johnny sudah berada ditangannya?




Baru saja, kan, tangan itu tadi memeluk pinggangnya seperti tidak rela jika lepas?




".... Jika kau menginginkan sesuatu?" Namjoon menatap mata kelam itu dengan dingin, melihat Johnny yang berdiri dengan tubuh tegap mendominasi. Layaknya tokoh yang berbeda dengan yang beberapa hari lalu mengerang dibawahnya.

"Jika aku menginginkan sesuatu... maka perangpun, akan aku jalani dengan sepenuh hati, Namjoon."

"Apa yang kau inginkan?"

"Hatimu." Johnny berucap dengan cepat.

"Jika aku tidak bisa mendapatkan hatimu saat dia sedang berada didalam tubuhmu dan berdetak untuk memberimu kehidupan, maka aku tidak keberatan jika harus mendapatkan hatimu saat dia tidak lagi berdetak."



Ah,




Namjoon menghela nafas panjang.







Padahal berurusan dengan mafia adalah hal yang paling dia benci....

Who's Dominant? - Namjoon x JohnnyWhere stories live. Discover now