PROLOG

9.9K 390 46
                                    

"Disini kau rupanya gem" Ucap seorang pemuda bersurai hitam bermata ruby kepada pemuda manis bersurai coklat bermata coklat caramel yang tengah duduk di sebuah kursi taman, atau lebih tepatnya di bawah pohon besar dibelakang sekolah.

"Kak hali" Ucap pemuda chubby bermata caramel yang belakangan baru diketahui bernama gempa, menoleh pada pemuda tampan bermata ruby yang kini tengah berjalan menghampirinya dari arah gedung sekolah

"Apa yang kau lakukan disini" Tanya pemuda bernama halilintar sambil mendudukkan dirinya di samping pemuda manis berpipi chubby yang bernama gempa itu

"Seharusnya gem yang tanya, kenapa kak hali ada di sini bukannya di lapangan. upacara kelulusannya kan di lapangan bukan di sini" Ucap gempa sambil melipat naskah pidato yang sempat dibacanya tadi, sebelum kemudian mengalihkan pandangannya pada halilintar sang kakak kelas sekaligus teman semasa balitanya yang malah asik memainkan handphone di sampingnya

"Kalau kau saja boleh kabur dari persiapan upacara kelulusan, kenapa aku tidak boleh" Balas halilintar datar tanpa mengalihkan pandangannya sedikit pun dari layar handphonenya

"Aku sedang membaca ulang naskah pidato untuk pembukaan upacara kelulusan bukannya bolos atau apa kak hali"ucap gempa sabar

" Tidak ada bedanya untuk ku"balas hali mengembalikan handphonenya kembali kedalam saku jasnya, sebelum kemudian memfokuskan pandangannya pada wajah manis dan chubby pemuda yang duduk di sampingnya,yang merupakan tetangga sekaligus teman masa balitanya itu. sedangkan gempa, pemuda yang ditatap sedemikian rupa oleh pemuda  tampan, cool, plus keren macam halilintar hanya bisa salah tingkah sebelum akhirnya memberanikan dirinya menatap kembali kearah mata halilintar dan tentu saja keberaniannya langsung ciut seketika, ketika dia mulai beradu pandang dengan manik ruby setajam silet milik halilintar

'Gila serem abis masbro'batin gempa ketakutan, ketika dia melihat tepat kearah mata halilintar, kemudian gempa pun menurunkan pandangannya ke arah dasi halilintar yang menggantung dengan asal di kerah kemejanya, sebelum akhirnya menghela nafas pelan

"Kak hali, hari ini kan hari kelulusan kak hali, setidaknya berusahalah untuk terlihat rapih" Ucap gempa seraya menunjuk dasi halilintar yang menggantung dengan asal di kerah kemejanya

"Malas" Balas halilintar yang ditanggapi dengan tawa kecil dari gempa

"Bilang saja tidak bisa"

Halilintar tidak menanggapi pancingan gempa, dia hanya kembali memperhatikan gempa dengan kedua matanya yang menyala bagaikan bagai percikan petir merah itu, menatap lurus kearah manik bulat indah sewarna caramel milik gempa

Mendadak halilintar merasa lapar, dalam banyak arti tentu saja

Tanpa banyak kata, gempa mulai meraih dan merapihkan dasi halilintar, bukan karena terpaksa tapi karena sudah terbiasa, apa mau dikata meskipun tampan dan menjadi idola para wanita halilintar itu cuek orangnya, baik itu pada penampilannya atau orang di sekelilingnya, dia juga orang yang sulit didekati, selalu bersikap dingin pada siapapun dan kapanpun, juga jarang sekali tersenyum, mungkin itu sebabnya banyak siswi di sekolahnya yang sering memanggil halilintar sebagai pangeran es. sedangkan gempa seperti kebalikan dari halilintar dia ramah, murah senyum, dan baik pada semua orang

Sungguh pasangan teman yang aneh namun saling mengisi satu sana lain

"Kau tau kak hali, aku tidak bisa terus merapikan dasi dan pakaianmu seperti ini, suatu saat nanti kau juga harus bisa melakukannya sendiri" Ucap gempa seraya tersenyum tipis ketika melihat hasil kerjanya pada pakaian halilintar yang kini terlihat rapi

"Paling tidak kak hali harus terlihat rapi di acara kelulusan kakak"gumam gempa seraya memeriksa kembali kemeja, dasi, serta jas yang dikenakan halilintar

"Ngomong ngomong, kak hali mau melanjutkan sekolah ke SMA mana?"tanya gempa

"Kenapa, mau menyusul ku ke sekolah yang sama tahun depan?"jawab halilintar

Samar sekali, terlihat semburat merah samar terlihat di kedua pipi gempa

"Tentu saja tidak, aku hanya mau tau saja, dan juga tidak mungkin aku melakukan hal seperti itu"

Halilintar hanya terdiam melihat gempa yang mulai salah tingkah di depannya

"Tentu saja tidak, mana mungkin orang yang tahun depan akan berangkat ke luar negeri melakukan itu" Ucap halilintar sinis pada gempa yang kini terdiam mematung dengan wajah pucat

"Maaf.." Gumam gempa

"Kau membuatku patah hati gempa" Ucap pemuda itu sambil memperhatikan daun daun yang berguguran tertiup angin, dia berharap kisahnya dan gempa tidak berakhir seperti komik tragis dimana pemeran utamanya dengan seenak jidat mematenkan bahwa kecepatan jatuhnya bunga sakura itu lima sentimeter per sekon, padahal ada rumus gaya gesek benda, rumus kecepatan angin, rumus percepatan gravitasi, dll. rumus tadi itu cuma rumus roman bakal gagal kalo dipakai buat jawab ujian

Sudahlah, makin lama pikiran halilintar makin ngelantur

Gempa yang pada saat itu masih berusia tiga belas tahun hanya bisa menatap ragu pada sosok kawannya, halilintar adalah sosok kakak sekaligus sahabat untuk gempa, tak ada satupun dari mereka yang menyangkal hal itu, namun jauh di dalam lubuk hati gempa yang paling dalam, gempa merasa kalau dia dan halilintar tidaklah sedekat itu, karena selalu saja, seolah olah ada jarak yang membentang diantara mereka dan gempa juga merasa kalau halilintar selalu terlihat jauh entah karena apa.

"Gempa"

"Hmm"

"Ada sesuatu yang selalu ingin ku katakan padamu sejak dulu"gumam halilintar

Gempa yang merasa bahwa percakapan ini akan menjadi percakapan yang akan mengubah apapun hubungan yang ada di antara mereka mulai menatap halilintar dengan mata bulat sewarna caramel miliknya

"Apa itu" Tanya gempa memiringkan kepalanya dengan ekspresi ingin tau

'Imutnya'batin halilintar

Pemuda yang menyandang gelar senior bagi gempa itu mulai mengumpulkan keberaniannya
'Sekarang atau tidak sama sekali'tekad batinnya

"Gempa, aku menyukaimu" Ucap halilintar seraya menatap gempa yang masih setia memiringkan kepalanya

"Aku juga menyukaimu" Balas gempa polos, halilintar yang merasa bahwa pernyataan suka gempa dan dirinya berbeda jalur, mulai merasa frustasi

"Maksudku bukan suka sebagai teman, aku suka kamu sebagai seorang lelaki, tidak lebih tepatnya aku cinta kamu gem"ucap halilintar tegas

sementara gempa yang baru saja mendengar penyataan cinta dari halilintar akhirnya mengerti, mengapa dia selalu merasa bahwa halilintar tidak mungkin menjadi teman ataupun sahabatnya

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Bersambung

Karena Waktu Bisa Melakukan ApapunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang