1 | Papa Sukanya Apa?

9.9K 966 185
                                    

"Aku sama Papa, tuh, jarang banget ngobrol. Papa nggak pernah tanya aku mau sarapan pakai apa. Nggak pernah tanya hari itu aku ada tugas apa aja, ulangan kemarin dapat nilai berapa, pelajaran apa yang paling aku suka dan enggak kusuka. Papa juga nggak pernah mau tau aku temenan sama siapa aja dan tiap pulang sekolah main ke mana. Saking jarangnya ngobrol, aku jadi enggak bisa bedain, Papa itu sebenarnya enggak pernah tanya karena hal-hal kayak gitu nggak terlalu penting, atau karena semua tentang aku emang enggak pernah penting buat dia."

Seumur hidup, cowok dengan badge nama Elzaqta Sebastala di baju seragamnya itu tidak pernah menyukai keramaian

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seumur hidup, cowok dengan badge nama Elzaqta Sebastala di baju seragamnya itu tidak pernah menyukai keramaian. Ia benci berada di antara orang-orang yang saling berdesakan. Ia benci menjadi asing di tengah riuh yang menggema di sekitar. Sederhananya, Elzaqta benci interaksi manusia-manusia penuh kepalsuan yang menghias tawa seolah di dunia ini hanya ada bahagia. Sebab, ia sendiri tidak bisa seperti mereka.

Namun, hari ini, ia terpaksa harus terjebak di antara lalu-lalang orang yang datang dan pergi. Semua karena gadis bernama Laura yang tadi menyeretnya ke sini. Gadis yang memiliki darah blasteran Indonesia-Jerman itu adalah satu-satunya teman yang ia miliki sejauh ini. Seseorang yang paling ia percaya, meski masih belum cukup untuk membuat ia membagi segalanya. Setidaknya, setiap hari-hari miliknya terasa berat, cowok itu tahu harus datang kepada siapa. Sebab Laura akan ada di sana. Duduk dengan sabar untuk kemudian mendengar seluruh keluhnya tanpa berusaha menyela.

Maka saat tadi gadis itu minta ditemani mencari kado ulang tahun untuk papanya yang akan bertambah usia tiga hari lagi, El tidak bisa menolak.

"Gue bingung, deh." Gadis itu tiba-tiba bergumam di tengah kesibukannya melihat-lihat sepatu olahraga yang berjajar di rak.

El yang semula sibuk mencari-cari pelarian karena merasa tidak nyaman itu seketika menoleh, menatap Laura dengan kening yang ia kerutkan.

"Gue kira waktu nyeret gue ke sini, lo udah tau mau beli apa."

"Iya, awalnya kayak gitu. Tapi pas udah nyampe sini, list di kepala gue buyar. Semua bagus-bagus dan sekarang gue bingung mau beli yang mana."

Sejenak cowok itu menghela napas dalam. Kemudian mendekat ke sisi Laura untuk membantu gadis itu menentukan pilihan. Ya ... setidaknya berusaha andil dalam menentukan keputusan, meski sejujurnya ia sendiri sama sekali tidak paham apa yang gadis itu inginkan.

"Jangan kegoda sama bagusnya doang. Pilih yang bener-bener bisa berguna buat Papa lo dan bakal kepakai sama dia ntar," ucapnya.

Gadis itu tampak berpikir dan mempertimbangkan. Mata bulatnya kembali menjelajah rak sepatu di depan, sebelum akhirnya ia berujar. "Bener juga. Papa udah punya lumayan banyak sepatu olahraga di rumah. Mulai dari futsal, bulu tangkis, sampai voli, semuanya ada. Masih bagus-bagus juga. Kalau gue tambahin satu, belum tentu bakal kepakai."

"So ...?"

Senyum gadis itu mengembang, satu detik sebelum ia akhirnya menyeret El untuk berpindah dari sana menuju jajaran raket berbagai ukuran yang ditata sempurna.

Tidak Ada Aku di Hati PapaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang