07. I'm Your Daugther Too

Mulai dari awal
                                    

Sowon tersenyum. "Itu lebih baik, bukan? Jika Ibu membuatmu sakit hati, maka semesta akan lebih mudah mengambilmu."

"Aku baru menemukan seorang ibu yang begitu tega seperti ini," ucap Sinb tidak habis pikir.

"Karena jika kau tidak dibesarkan, maka semua akan baik-baik saja, Sinb!"

.
.
.

"Ibumu tidak datang?"

"Dia tidak akan datang."

"Kalau begitu kau harus menerima konsekuensinya, Sinb."

"Ya, aku mengerti."

"Kau akan dihukum sendirian karena Ibumu tidak datang ke sini untuk bertanggung jawab, Ibu Soojin dan Eunseo datang ke sini tadi."

Sinb menghembuskan napas pendek. "Ibu mau tahu kenapa orang tuaku tidak ke sini?"

"Ibu tahu, Sinb," ucap Irene.

Sinb mengambil ponselnya, segera ia menghubungi Sang ibu.

"Mungkin melalui panggilan dia mau membantuku terbebas dari hukuman," ucap Sinb dengan penuh harap.

"Kau yakin?" Irene bahkan meragukan.

"Ada apalagi? Jangan menghubungi Ibu, Ibu sedang sibuk sekarang! Urusi masalahmu sendiri, kau sudah besar, Sinb!"

Tut!

Sinb memejamkan matanya sembari meremas benda pipih canggihnya.

"Ya, sepertinya aku akan dihukum saja," ucap Sinb sudah tidak ada lagi pilihan.

"Sinb yya," panggil Irene.

"Ya?"

"Kau akan diskors, dan kau harus mundur dari olimpiade."

Sinb terkejut. "Mundur dari olimpiade? Aku hanya memecahkan jendela, tidak melakukan hal yang merusak citra sekolah, Bu!"

"Ada yang lebih baik darimu, dia akan menggantikan posisimu."

"Kenapa sekolah ini tidak adil? Aku menghabiskan waktuku semalaman untuk belajar, tetapi kenapa ini bisa terjadi? Aku sudah siap, Bu!"

"Maaf, tetapi kau harus mundur dari olimpiade."

Sinb menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan, saat itulah dia berada di titik paling rendahnya. Dia terisak, membuat Irene selaku wali kelas merasa tidak tega.

"Sinb aku minta maaf," sesal Irene.

"Aku belajar semalaman, aku mengurangi waktu tidurku, aku, aku bahkan terkadang lupa makan, tapi apa ini? Kenapa aku harus mundur, Bu?"

Sinb mengangkat wajahnya dan menyeka air mata.

"Bagaimana aku mengatakan ini kepada keluargaku? Mereka pasti akan kecewa mendengarnya," sesal Sinb.

.
.
.

"Bibi Yuju, apa kau sedang sibuk?"

"Tidak, aku baru saja beristirahat setelah bekerja."

"Kau bisa datang ke sini? Aku membutuhkan seseorang untuk menjadi teman."

"Ya, di mana sekarang? Bibi akan datang kepadamu."

"Aku akan mengirimkan alamatnya melalui pesan."

Sinb mematikan panggilan sepihak, mengirim lokasi saat ini kepada Yuju. Sepulang dari sekolah, Sinb langsung pergi ke atap gedung tua yang tidak jauh dari area sekolah. Tempat ini ditemukan oleh teman-temannya, berguna untuk menenangkan pikiran.

"Ibu pasti akan tertawa mendengar ini, kemudian dia memarahiku, atau yang paling buruk dia mendepakku dari rumah."

Rasanya menyedihkan, ketika hal yang bisa ia banggakan malah berakhir tanpa sebuah kejelasan sama sekali. Dilihatnya lampu yang menyala dengan terang, menghiasi kota di malam ini.

"Sinb eonie!!!"

Sinb menoleh ke sumber suara, bukan Yuju yang datang, tetapi Umji yang sudah hadir di sana.

"Hei," balas Sinb dengan senyuman.

"Tidak salah, kau memang ada di sini," ucap Umji sambil berlari kecil menghampiri.

"Kenapa kau belum pulang?" tanya Sinb, melihat ada ransel di punggung Umji.

"Aku mendengar ada yang menggantikan posisimu, aku datang ke sini karena Eunseo sunbaenim bilang kau akan ke sini," jelas Umji.

Sinb menghembuskan napas panjang, kemudian ia merentangkan kedua tangannya. Umji meniru, Sinb menoleh dan segera saja tersenyum.

"Jangan khawatir, Eonie. Dia pasti tidak sebaik dirimu," kata Umji dengan sangat percaya diri.

"Benarkah?"

"Iya, karena mesin penghitung yang sebenarnya itukan kita berdua!"

"Kau benar, mesin penghitung!"

Mereka begitu akrab, yang tidak akrab hanyalah Sowon terhadap Sinb.

I'm Your Daughter Too || GfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang