07. I'm Your Daugther Too

794 159 15
                                    

"Ibu, tidak akan pergi ke sekolah?"

Sowon menghembuskan napas pendek. "Apa Ibu datang ke sekolah karena kau membanggakan? Tidak seperti itukan?"

"Tapi Bu, aku—"

"Terima hukumanmu, kau yang melakukan kesalahan itu."

"Baiklah, aku pamit kalau begitu."

Sinb benar-benar melenggang pergi sekarang, dia berlari kecil sembari memegangi kedua tali tas ranselnya. Sowon hanya menatap kosong, kemudian ia juga ikut menyusul kepergian Sinb.

Sementara Sinb sudah naik ke dalam bus dan pergi, Sowon baru sampai di halte. Mereka berangkat dengan transportasi yang sama, hanya berbeda waktu saja.

Sesekali Sowon melihat ke arah jam tangan yang melingkar di lengannya, hari ini dia berangkat agak siang karena memang disengaja.

Kembali dengan Sinb, gadis yang sudah duduk dengan tenang pada tempatnya. Ia kebagian bangku paling belakang, berada di tepian hingga membebaskan dirinya untuk melihat ke arah jalanan. Rasanya sepi, rasanya hampa, rasanya sangat kosong.

Uhuk! Uhuk! Uhuk!

Tanpa sebuah sebab atau akibat, Sinb tiba-tiba terbatuk. Mungkin jika batuk itu terjadi untuk sebentar bukanlah sebuah hal yang aneh, tapi kini Sinb masih terbatuk. Telapak tangannya berguna menutupi bibir yang tak mau berhenti batuk itu. Sinb menekan tombol pertanda ingin segera berhenti, dan bus pun berhenti di halte berikutnya.

Melepaskan telapak tangan setelah dirasa semua baik-baik saja, Sinb melihat ada bercak darah yang hadir di sana. Menepis segala pemikiran buruknya, Sinb segera mengambil tisu yang selalu tersedia di dalam tas ranselnya. Ia mengelap darah itu, menjilati bibirnya yang mendadak kering.

"Tidak apa-apa, tidak apa-apa, itu bukan hal serius," ucap Sinb sembari mendudukan dirinya di halte bus tersebut.

Sebenarnya Sinb bisa menetap di dalam bus, tetapi dia membutuhkan udara segar untuk memberhentikan batuknya. Kini dia harus berjalan kaki, berhemat karena takut dimarahi oleh ibunya.

Begitu ia beranjak, ia merasakan pening serta pendengarannya mulai berdengung. Berpegangan pada apapun yang ada di sana, mencoba menahan segala kesadarannya.

"Ah, sialan! Ada apa denganku?" Sinb marah pada dirinya sendiri.

Menepis rasa sakitnya, Sinb memaksa untuk berjalan kaki saja. Mungkin hanya beberapa langkah, meski pasti Sinb akan terlambat masuk sekolah. Hukuman akan semakin bertambah, bersiap saja dengan segala omelan dari Bu Bae Irene.

"Sinb!!!"

Sinb berhenti melangkah, ia meraba kepalanya yang terasa berat. Berbalik, dia samar-samar melihat Sang Ibu yang baru turun dari bus.

"Ibu," panggil Sinb.

"Kenapa berhenti di sini?" tanya Sowon masih menetap di sana.

"Aku salah memberhentikan tadi," jawab Sinb.

Sowon tersenyum miring. "Sebenarnya kau itu punya otak atau tidak, sih? Ibu sampai tidak habis pikir dengan setiap perbuatanmu."

"Kenapa Ibu berkata seperti itu? Bagaimana Ibu bisa dengan mudah menyatakan hal semenyakitkan itu?"

"Karena Ibu malu memiliki seorang putri seperti dirimu, Ibu juga menyesal karena telah membesarkan dirimu."

Sinb tersenyum tipis. "Ya, terima kasih banyak atas pengakuannya."

"Bisakah Ibu mengembalikanmu kepada semesta saja? Ibu sudah lelah berhadapan dengan dirimu, Sinb."

"Ibu, kau menyakiti perasaanku lagi."

I'm Your Daughter Too || Gfriendحيث تعيش القصص. اكتشف الآن