🌙ㅣ15. Alderion Jadi Galau

Mulai dari awal
                                    

Rembulan menatap Alvano dan Alzero bergantian, kedua lelaki itu mengangguk secara bersamaan membuat Rembulan kembali menghadap pintu. Sebenarnya Rembulan ragu, Alderion agak berbeda hari ini. Buktinya saat sarapan lelaki tinggi itu tidak berbicara banyak, tidak menanggapi obrolan, atau ikut bergurau setelah makan selesai. Sama halnya Alvaro yang langsung pergi, Alderion pun sama. Bedanya, Alderion pamit dengan sopan, tak seperti Alvaro.

"Semangat beb, gue dukung. Kalau udah berhasil, kabarin aja gue sama bang Zero oke?" Alvano menepuk pundak Rembulan dua kali, kemudian ia menarik Alzero menuju lift meninggalkan Rembulan yang masih mematung di pintu.

Rembulan menghela napas, pandangannya fokus ke depan, melihat pintu yang tertutup. Perlahan-lahan, tangannya terangkat dan mengetuk pintu sebanyak tiga kali. Rembulan sering membaca novel remaja di perpustakaan sekolah, dan sekarang yang ia ingat adalah dialog sosok gadis yang berusaha membujuk kekasihnya agar mau menemaninya jalan-jalan ke luar.

"Cuacanya bagus ya, Kak Rion? Kayaknya cocok buat jalan-jalan. Andai aja Bulan ada yang nemenin, pasti seru."

Hening. Pipi Rembulan jadi merona karena malu harus mengucapkan itu. Apa jangan-jangan Alderion berpikir bahwa Rembulan kurang ajar? Seenaknya saja mengode lelaki itu. Atau, Alderion memilih abai dan pura-pura tak mendengar?

Mengembuskan napasnya dengan lesu, Rembulan berbalik. Ia hendak menuju tangga untuk mengabarkan ini pada dua saudaranya tadi. Untungnya ada tangga, Rembulan tak bisa menggunakan lift. Hanya saja, tangannya tiba-tiba ditarik ke belakang, cukup kencang hingga keseimbangannya goyah. Ia bisa saja terjatuh keras ke lantai dengan wajah lebih dulu menyentuh ubin jika seseorang tak menangkapnya tepat sasaran.

"Ayo, mau jalan?"

Rembulan terlonjak, sadar jika itu adalah suara Alderion. Kepalanya perlahan terangkat, membuatnya bisa melihat senyuman sosok lelaki yang sudah rapi itu.

- 4B -

Suasana tampak begitu ramai, banyak orang berlalu lalang dengan tas belanjaan yang dipegang pada tangan kanan dan kiri. Berbagai jenis musik pun bercampur membuat suara yang tidak jelas pada telinga.

Alderion dan Rembulan kini mengitari sekitaran mall. Ini juga atas usul Alderion. Rembulan belum tahu ia ingin berjalan-jalan ke mana karena niatnya juga tidak serius, ia hanya menuruti apa yang Alvano katakan. Tapi ternyata, Alderion benar keluar untuk menemaninya dan menyarankan Rembulan pergi ke mall terlebih dahulu, nanti Alderion akan mengajaknya ke suatu tempat.

"Geser ke sini." Alderion menarik tangan Rembulan dan menggandengnya. "Kamu tuh meleng, gak fokus ke depan. Nanti nabrak orang lho."

Rembulan meringis sendiri, matanya memang memandang ke segela arah sedari tadi, tanpa menghiraukan apa yang ada di depannya. Ini pertama kalinya Rembulan pergi ke gedung besar yang bertempat di pusat kota. Isinya benar-benar megah dan ramai seperti yang dibicarakan orang-orang di sekolah. Rembulan tidak menyangka ia akan ada di sana.

"Kak." Rembulan memanggil sambil menggoyangkan lengan Alderion. "Mall itu besar banget."

Alderion terdiam sejenak, sebelum akhirnya ia menunjukkan senyuman menawannya. "Iya dong, Bulan belum ke sini?"

Rembulan menggeleng spontan. "Gak pernah, Kak. Bulan gak punya uang, malu juga kalau orang kayak Bulan masuk ke sini."

Tangan Alderion terangkat mengelus pelan rambut Rembulan, senyumannya kembali terbit. Hatinya terasa sedikit sakit saat mendengar pernyataan Rembulan barusan. Mungkin itu karena ia merasa Rembulan adalah adiknya, Rembulan adalah bagian dari keluarga serta tanggung jawabnya juga.

4 Brother'z | TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang