🌙ㅣ14. Ada Mereka yang Siap

Start from the beginning
                                    

"Nao?" Alderion memanggil lagi. "Aku nggak jawab chat kamu setengah jam, itu bukan masalah besar 'kan buat kamu? Aku gak jawab, bukan berarti aju nyuekin kamu. Dan kamu gak bisa gegabah ngambil keputusan kayak gini, Nao. Maaf, ya?"

"Basi."

"Nao?"

"Basi, Rion! Kita putus aja. Kamu kayak ngeremehin aku banget! Gimana kalau chat aku penting?! Gimana kalau aku lagi butuh bantuan kamu?! Kamu tetep bakalan cuek gini 'kan?!"

"Enggak, Nao. Aku janji. Tiap ada waktu, aku bakalan jawab chat kamu super cepat. Beneran. Kamu bisa pegang omongan aku."

"Halah, gak usah banyak janji! Semua cowok itu sama aja!! Udahlah Rion, gak usah banyak alesan! Kita tetep putus!"

"Na--" Alderion tak bisa melanjutkan ucapannya saat sambungan telepon terputus, bersamaan dengan hati yang berdenyut nyeri. Ia kembali mengatur napas, mungkin nanti ia akan menyelesaikan masalah ini ketika bertemu secara langsung dengan Naomi.

Alderion menghela napas, tangannya bergerak menekan layar ponsel dan membaca pesan-pesan dari kedua adiknya. Mereka masih belum menemukan Rembulan. Oh, dan lihat! Ada seseorang yang mengirimkan chat selain kedua adiknya tadi.

Varo

Rmh lm

Hah? Kamu ngetik apa Ro?

Bln d rmh lm

Keyboard kamu rusak?

BULAN ADA DI RUMAH LAMA

Kepala Alderion mengangguk-ngangguk mengerti, ekspresinya masih santai sampai akhirnya ia menyadari sesuatu. "HAH? BULAN?!!"

- 4B -

"Bulan? Bulan bangun, makan malam yuk?"

Rembulan mengerjap, merasakan wajahnya dielus dikedua sisi, serta tangannya yang digenggam erat, ia jadi tak bisa terus menutup mata. Apalagi saat hidungnya mencium wangi yang sudah cukup familier. Wangi vanilla lembut, wangi mint segar, dan buah-buahan manis.

Vanilla biasanya identik dengan Alderion, Mint segar itu Alzero, sementara buah-buahan manis pastinya Alvano.

Mengingat itu semua, Rembulan sontak saja membuka mata, langsung terbangun dengan tubuh tegap dan mata terbuka lebar. Hanya saja, ia tak bisa melihat apa-apa dengan jelas membuat kedua tangannya meraba-raba, mencari keberadaan kacamatanya.

"Ini, beb." Alvano memasangkan kacamatanya pada Rembulan. "Udah jelas lihat kegantengan gue belum?"

"Abang?!" Rembulan bergeser mundur saat sadar ketiga lelaki mengerumuninya di tempat tidur. Dan ... tempat tidur?! Rembulan merasa tadi ia tertidur di kursi teras, bukan di kamarnya di kediaman Zanava.

"Bulan, ayo ke bawah, kita makan dulu. Gue udah beli kue sama es krim buat lo." Alzero tersenyum menawan. Ia tahu Rembulan terkejut, jadinya ia mencoba menghiburnya dengan es krim, semoga saja Rembulan menyukainya.

Rembulan sendiri terdiam, menatap dirinya yang dibalut selimut memakai sebuah piyama ungu muda yang ringan di tubuh. Ini benar-benar berbeda dari yang terakhir kali Rembulan pakai.

"Jangan panik, Bulan. Tadi Bibi yang gantiin." Alderion seolah mengerti pemikiran Rembulan saat ini, ia tersenyum dan meraih sebelah tangan Rembulan. "Kamu ke rumah lama, ya? Bulan takut sama kami?"

Rembulan ingat, ia sedang menghindar dan saat ia bosan di teras rumah lamanya, ia ketiduran. Mendadak gemuruh dadanya terdengar lagi, seperti diobrak-abrik kembali. Ia merasa bersalah karena dirinya menghindar.

"Maaf, Kak." Rembulan bergumam pelan, kepalanya menunduk dalam.

"Nggak perlu, Bulan." Senyuman Alderion menguar, tangan lelaki itu bergerak menyelipkan rambut Rembulan yang panjang pada daun telinga. "Kami nggak butuh permintaan maaf dari kamu, tapi sebaliknya, kami yang harus minta maaf. Tapi lain kali, jangan kabur-kaburan lagi ya? Tadi kami sempet bohongin Mama, bilang kalau Bulan ada kerja kelompok makanya harus berangkat pagi dan pulangnya sore banget."

"Iya, Bulan. Jangan kayak gini lagi. Kami panik tahu. Kalau aja lo gak ketemu, gue mau lipat seluruh isi dunia!" Alvano berujar, yang langsung menjadi bahan kekehan yang lain.

Kepala Alderion menoleh kembali pada Rembulan. "Bulan, sekarang Bulan gak sendirian lagi. Ada kami yang siap buat Bulan. Ada kak Rion, mau dengerin tiap keluhan Bulan. Ada bang Zero, mau kasih apapun yang Bulan minta, ada bang Vano yang mau hibur Bulan kalau sedih. Ada Papa, kalau Bulan mau apa-apa, mau ngadu tentang kami, Bulan bisa bilang ke Papa."

Tertegun dengan ucapan Alderion, Rembulan termenung cukup lama, sampai kepalanya perlahan terangkat. Ia melihat Alderion yang tersenyum teduh padanya, Alzero yang menebarkan senyuman mempesona, serta Alvano dengan senyuman lebar penuh tawa.

Rembulan ingin menangis lagi. Begitu terharu melihat orang yang mau peduli serta bersikap lembut selayaknya keluarga sendiri seperti ini. Rembulan bahkan tak tahu harus bagaimana, ia jarang sekali mendapat perhatian dari lelaki selain ayahnya dulu.

Mengusap air matanya yang mengalir, Rembulan segera memeluk Alderion yang posisinya paling dekat, menangis di sana menumpahkan rasa harunya.

"Makasih. Makasih semuanya."

Alderion tersenyum lembut, mengecup kepala Rembulan, namun tiba-tiba tubuhnya terdorong ke samping saat Rembulan melepaskan pelukan.

"Jangan bang Rion doang yang dapet, gue juga mau!" Alzero yang menjadi pelaku dorongan Alderion itu segera menarik Rembulan ke dalam dekapan. "Lan, kalau mau apa-apa bilang ke gue aja."

"Sekarang gue!" Alvano menarik paksa Alzero, merebut Rembulan darinya. "Bulan jangan dengerin mereka, kalau mau apa-apa tinggal ke abang Vano aja, nanti abang mintain ke Papa."

Kalian udah dapat cowok fiksi baru nih?Mau siapa?Rion, Zero, Varo, atau Vano? Yang jadi idaman mana nihhh?

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Kalian udah dapat cowok fiksi baru nih?
Mau siapa?
Rion, Zero, Varo, atau Vano? Yang jadi idaman mana nihhh?

Jangan lupa tinggalin jejaknya di sini, dan kalau ada typo boleh tandain yaa!!

4 Brother'z | TERBITWhere stories live. Discover now