Indonesia dan Pagi Hari (+Dirga)

1K 127 33
                                    

(Mungkin di chapter lain mereka selalu memancarkan kebodohan mereka dan kekacauan yang mereka buat. Tapi bagaimana kalau mereka sedang sendirian? Mungkin di saat sendirian itulah sifat asli mereka.)

Enjoy!

Hari ini Indonesia sedang duduk di teras rumahnya. Kebetulan tidak ada meeting aneh yang bisa membuat kepalanya pecah. Dia duduk sambil menyesap kopi tubruk.

Udara di luar masih dingin. Indonesia sedikit menggigil. Meski udara dingin itu berusaha merasuk ke dalam tulang-tulangnya, dia tidak gentar beranjak dari teras.

Indonesia hanya mengenakan kaos dalam hitam dan celana hitam selutut. Entah kenapa dia ingin sekali mengenakan pakaian serba hitam.

Sial, badanku sakit ....

Indonesia kembali meringis. Dia bisa merasakan sarafnya yang seperti terjepit. Seperti saraf itu hendak putus. Indonesia merasakan tulangnya yang seperti mau retak. Otot kekarnya terasa berkedut seakan ingin meledak.

"Keputusasaan macam apa ini?" Gumamnya.

Suaranya lebih berat dari biasanya. Bagi orang lain, suara itu mungkin seksi untuk didengar. Tapi suara itu sebenarnya menyiratkan rasa sakit teramat dalam.

Giginya gemeletuk. Rasanya lidahnya ingin terbakar. Indonesia buru-buru kembali menyesap kopinya.

"Apa aku tetap seperti ini?"

Berwajah datar, pendiam, memiliki badan ideal ala pria dan membuat wanita-wanita itu tertarik, mengenakan seragam impian mereka, dan memancarkan pesonanya tersendiri seolah hidupnya menyenangkan.

"Di luar dingin. Kau bisa kena flu," tiba-tiba terdengar suara lembut dan sedikit berat.

Indonesia tidak ingin menoleh.

"Tidak sopan kalau kau bertingkah seperti itu pada orang yang lebih tua."

".........."

Seseorang di samping Indonesia duduk di kursi empuk. Dia meregangkan tangannya. Badannya kurus, tapi lumayan tinggi. Indonesia bisa mencium wangi semerbak bunga melati di sampingnya.

"Masih seperti ini ya kamu. Padahal zaman itu sudah lewat. Kau harusnya lebih terbuka lagi ...."

"Sedang mengumpulkan niat saja," jawab Indonesia, cuek.

"Dasar anak tengil."

"Kenapa Bapak tiba-tiba ingin menginap?" Tanya Indonesia. Mata emasnya melirik ke arah pria di sampingnya.

"Hanya ingin saja. Ini hari minggu. Kau akan seharian di rumah. Jadi aku ingin menghabiskan malam minggu dan hari minggu-ku bersamamu."

"Sungguh ayah yang baik," ledek Indonesia.

Pria di sampingnya hanya tersenyum. Pria itu merapikan rambutnya yang agak berantakan. Dia juga menyematkan kembali bunga kamboja bali-nya.

"Jadi cuma aku yang melihat sisi aslimu?" Tanyanya.

"Ya. Senang?"

Pria itu bernama Dirgantara Wijayakusuma tersenyum. Seorang mantan personifikasi memang seharusnya menghilang. Tapi dia muncul sebagai sosok "Bapak" untuk personifikasi negara ini. "Bapak" yang tak terlihat. Seperti angin. Meski daun bergerak-gerak menandakan ada angin di dekatnya, tapi angin takkan pernah terlihat. Dirga adalah representasi angin itu sendiri.

"Kau tidak capek bertingkah seperti hantu?" Tanya Indonesia.

"Tidak. Kenapa?"

"Apa menyenangkan?"

Hetalia on Chat! [Kumpulan percakapan aneh para Hetalia] (LANJUT DI BLOG AUTHOR)Where stories live. Discover now