Bab 8 Kerjasama

2 2 0
                                    

Anna terbaring di tempat tidur, Al duduk di sofa yang berada di dekat jendela. Tadi Mora segera menghubungi Al untuk ke rumah Anna, mereka berdua memang saling kenal sejak Mora menjadi penggemar yang dekat dengan Anna. Al duduk diam, tetapi pikirannya berpacu cepat.
“Al.” Aksa duduk di samping Al, ia menampakkan wujudnya yang indah.
Al menoleh, matanya langsung terbelalak. “Aksa? Tapi, kamu sudah meninggal.”
“Ya, aku sudah meninggal. Aku sekarang ini adalah arwah,” balas Aksa sambil tersenyum lebar, ia merasa lucu dengan ekspresi Al. “Dengar, aku perlu bicara denganmu. Aku hanya menampakkan wujudku sebentar, selebihnya dengarlah suaraku.” Ia pun kembali tak nampak.
Al merasa merinding seketika, yang ia ketahui selama ini dirinya sama sekali tak memiliki kemampuan untuk melihat hantu atau semacamnya, ia hanyalah manusia yang normal. Al masih memandang ke arah tempat Aksa tadi duduk, meski tak nampak, Al yakin Aksa masih di sana. Aksa kembali berbicara, ia menceritakan tentang dirinya yang menjadi arwah.
“Sekarang, aku ingin bertukar hasil penyelidikan tentang kecelakaan Anna.” Aksa masih duduk di samping Al.
“Aku dan polisi sudah memastikan itu direncanakan, tetapi sampai sekarang tak ada bukti yang mengarah kepada pelaku.” Al kini bersandar sambil menatap langit-langit kamar.
“Orang yang hendak mencelakai Anna sama dengan orang yang membunuh Romi,” ucap Aksa.
Al menaikkan sebelah alisnya. “Tepat sekali.”
“Mereka adalah orang yang sama, siang tadi ia juga menyamar sebagai gadis bernama Rani. Aku yakin mereka adalah orang yang sama, pasti ada alasan kenapa ia mengincar Anna, padahal ia sangat menutup rapat dirinya saat beraksi.” Aksa berdiri dari duduknya lalu berjalan menuju lemari yang berisi koleksi biola Anna. “Tetapi, aku yakin identitas asli pembunuh ini tersamarkan oleh penyamarannya, pelaku ini sangat pintar menyamar.”
“Apa? Hampir membunuh Anna?” Al langsung menoleh ke arah tempat Aksa duduk tadi.
“Ya. Aku tidak tahu kejadian yang sebelumnya terjadi sebelum aku datang, tapi pembunuh itu hendak menembak Anna dari mobil saat Anna dan Mora berada di halaman depan rumah.” Aksa kembali duduk di dekat Al. “Alangkah baiknya kamu selalu bersama Anna, Al. Bawa Anna kemana pun kamu pergi, jangan tinggalkan ia sendiri. Yah, meski aku juga bisa melindunginya, tapi mungkin hantu tidak akan menakuti pembunuh itu untuk yang kedua kalinya.” Ia terkekeh.
“Kamu menampakkan diri?” Al tertawa kecil.
“Iya. Tapi aku tidak menyentuhnya, akan lebih memakan energi kalau mencoba menyentuhnya. Namun, jika saja tadi pembunuh itu masih nekat, aku akan menghajarnya.”
“Bicara denganku seperti ini memakan energimu berlebihan.” Al menatap sendu ke arah Aksa. “Sekarang tinggal berapa waktumu?”
Aksa melihat bagian bawah pergelangan tangan kirinya. “Setidaknya ini tidak mengorbankan banyak waktu. Tenang saja, waktuku hanya termakan banyak untuk menampakkan diri tadi, untuk bicara tidak akan menelan banyak, waktuku masih 20 bulan 15 hari.”
Al menghela nafas pelan. “ Aksa, mari kita bekerjasama melindungi Anna. Kita harus segera menangkap pembunuh itu.”
“Ya, kita harus menangkapnya sebelum waktuku habis.” Aksa bersuara sedih, “Aku rela mengorbankan waktuku, meski akan membuatku menghilang, aku akan melindungi Anna seperti janjiku.”
Anna yang terbaring kini mulai membuka kelopak matanya, ia melihat ke arah Al yang sedang berbicara dengan Aksa. Ia terkejut Al juga bisa melihat Aksa, bahkan berkomunikasi dengan kekasihnya. Anna langsung terduduk, ia menatap kedua lelaki itu bergantian.
“Kamu, bisa melihat Aksa?” tanya Anna.
“Tidak, aku hanya bisa mendengar suaranya saja saat ini, itu juga Aksa yang membuatnya demikian.” Al terkekeh. “Tadi, kata Mora kamu pingsan tanpa sebab. Ada apa?”
Anna kembali teringat dengan manik mata yang ia lihat di dalam ingatannya. “Orang yang membunuh Romi memiliki mata dengan warna yang berbeda, aku melihatnya saat ia  hendak menembakku. Manik mata berwarna cokelat terang dan biru yang tidak terlalu tua.”
Al mengerjapkan mata. “Apa orang itu kelainan?” Ia terkekeh.
Aksa tertawa kecil, kini ia sudah tidak menyuarakan suaranya kepada Al. Anna menatap Al serius, lelaki itu langsung berhenti terkekeh, Anna melirik Aksa juga hingga membuat kekasihnya terdiam. Al yang kembali tidak mendengar suara Aksa menanyakan keberadaan temannya itu kepada Anna, ternyata Aksa masih di sebelahnya.
“Coba ngaca, Al. Matamu saja kelabu begitu,” ejek Anna.
“Kalau ini keturunan, aku ini blasteran.” Al menyisir rambut pendeknya yang rapi ke belakang. “Anna, mulai sekarang jangan jauh-jauh dariku. Kalau memang kamu melihat ciri orang itu, kemungkinan besar kamu diincar adalah karena kamu tahu sesuatu tentangnya.”

Promise to AnnaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang