Bab 4 Kunjungan

9 6 0
                                    

Pukul dua sore harinya, Anna sendirian di ruang rawatnya. Al sedari tadi siang harus kembali mengurus toko rotinya, ia akan kembali malam nanti. Lelaki itu pergi setelah polisi selesai menanyai Anna tentang insiden malam itu, tetapi gadis itu malah kebingungan, ia tak tahu tentang kejadian malam itu. Anna sudah meminta Al untuk menceritakannya, tetapi temannya itu menolak untuk bercerita siang ini, nanti malam baru ia akan bercerita.
Gadis itu mulai jengah, di ruangan itu ia hanya bisa tiduran dan menonton televisi. Namun, kejengahan itu terusir saat melihat berita tentang pembunuhan pemain piano usai konser musik. Di berita itu juga ada potret dirinya. Jantung Anna berdebar-debar, mengetahui kejadian malam itu membuatnya takut, ia jadi takut mengingat.
“Permisi.” Seseorang muncul di ambang pintu.
Anna langsung melihat ke arah pintu, itu bukan Al ataupun tim medis, gadis itu tak mengenal siapa orang itu. Tapi, bila diingat-ingat, wajahnya tadi ada di berita yang ia tonton. “Siapa?”
Lelaki itu mendekat lalu menaruh keranjang buah di meja nakas samping bangkar Anna. “Aku Rama, teman Romi. Aku juga diundang untuk memainkan biola pada malam itu,” jelasnya sambil tersenyum ramah.
“Maaf, tapi aku tidak ingat.” Anna tersenyum kecut.
Di pintu masuk, Aksa sedang melambaikan tangan kepada Anna. Gadis itu menatap aneh Aksa, seharusnya lelaki itu mendekat saja, tetapi malah melambai-lambai. “Buatlah alasan agar orang itu pergi, cepat,” ucap lelaki itu pelan.
Anna bingung, ia menatap Rama yang sedang berbicara tentang lagu-lagu yang sangat dikenal Anna, sebagai sesama pemain biola tentu wajar saja membicarakan tentang musik. Meski Anna kehilangan ingatan, tetapi tentang musik ia masih seratus persen ingat. Gadis itu mulai menimbang-nimbang untuk membuat sebuah alasan, ia masih tak mengerti kenapa Aksa memintanya melakukan hal tersebut, tapi mungkin ini demi kebaikannya juga.
“Maaf, Rama. Aku sedikit pusing, aku ingin tidur saja, kamu bisa kembali lagi lain hari.” Anna memotong Rama yang sedang bicara.
“Oh, maaf membuatmu pusing dengan celotehanku. Baiklah, aku pulang dulu kalau begitu.” Ia beranjak pergi. “Lain kali aku akan membawa biola agar kamu bisa mendengar permainanku, kalau bisa aku juga ingin kamu memainkan biola,” ucapnya sebelum menghilang di balik pintu.
Anna memandang ke sekeliling, ia mencari Aksa. Lelaki itu bisa muncul tiba-tiba dan menghilang tiba-tiba, Anna mulai merasa ada yang aneh dengan kekasihnya itu. Saat kembali melihat ke arah pintu masuk, Aksa sudah berada di sana, ia berjalan mendekat ke arah Anna.
“Anna, tolong jangan temui orang sembarangan mulai sekarang. Kalaupun terpaksa, ajaklah Al.” Aksa serius, terlihat dari ekspresi dan nada suara.
“Memangnya ada apa?” Gadis itu benar-benar tak mengerti.
“Aku selalu ada di sampingmu, tapi aku tidak bisa berbuat banyak.” Lelaki itu nampak sedih. “Kecelakaanmu itu disengaja, ada seseorang yang mengincar nyawamu. Saat ini aku sedang menyelidikinya, tapi aku tidak bisa pergi terlalu jauh, maaf atas kekuranganku,” lanjutnya sambil menatap Anna sendu dengan senyum tipis di bibirnya.
Anna tak mengerti tentang perkataan Aksa sepenuhnya, tapi ia tahu intinya, sekarang ini ia dalam bahaya. Pembunuh itu pasti masih mengincarnya karena ia masih hidup. “Bisa jelaskan tentang apa yang terjadi?”
“Al akan menjelaskannya malam nanti, kamu juga bisa bertanya tentang banyak hal padanya.” Lelaki itu mengusap puncak kepala Anna pelan. “Tapi, tolong rahasiakan untuk sementara waktu kalau kamu bertemu denganku.”

Promise to AnnaWhere stories live. Discover now