"Namanya Aisha!" lerai Takshaka.
"Gue nggak peduli, cewek munafik ini harus tanggung jawab sama kebodohan dia."
Entah berapa banyak sematan tak pantas yang Danisha dengan dari Realita untuk Aisha, yang jelas dimata gadis cempreng itu, Aisha si tokoh utama tak lebih dari si hina dari kasta terendah.
"Berhenti, jangan sampai gue yang balik bertindak kasar sama lo."
Dan Takshaka, alih-alih terlihat seperti pahlawan dimata Danisha dia malah terlihat konyol diantara perdebatan para gadis itu.
Lantas gadis cerewet itu, namanya Realita ternyata. Danisha penasaran, apakah saat ekspetasi gadis itu tidak sesuai dengan realita--apa dia akan menyumpahi namanya sendiri?
Ditopangnya dagu dengan mulut masih mengunyah, sesekali menyesap jus yang tinggal setengah, sedangkan makanan dan minuman Takshaka masih terlihat utuh. Danisha tampak menikmati perdebatan itu, pun dengan orang sekitar yang mulai menaruh minat. Sembari mengingat apakah dulu, dimasa menempuh pendidikan, Danisha pernah berada di posisi diperubutkan seperti Aisha atau merebutkan seperti Realita. Sepertinya tidak. Entah itu saat SMA atau pun kuliah, dunia Danisha terlalu monoton. Tak ada hal yang lebih penting selain mempertahankan nilai dan ipk agar beasiswa nya tidak hangus. Tidak ada istilah cinta segitiga, cinta dalam diam, apalagi cinta pada pandangan pertama. Semenjak penghianatan sang ayah, Danisha selalu merasa antipati pada pria.
Tak berapa lama, Danisha menyipitkan mata saat Takhsaka terlihat berjalan kearah meja mereka dengan Aisha yang setia mengekor dibelakang. Menyeruput minuman yang habis di detik terakhir, Danisha merasa deja vu dan perasaanya tidak enak. Seperti saat hari ulang tahun, jika Takshaka bersama Aisha ujung-ujung dia yang akan ditumbalkan. Mengikuti insting, Danisha langsung bergegas membereskan diri. Sehingga saat Takshaka tiba dimeja dengan tangan yang sudah merogoh dompet, Danisha langsung menaruh beberapa lembar uang bewarna merah di atas meja.
Sejenak Takshaka dan Aisha kebingungan melihat Danisha yang setengah menggebarak meja saat menaruh uang tersebut. Dan belum sempat Takshaka mempertanyakan maksud Danisha, perempuan itu sudah lebih dulu mengibas rambutnya dramatis lalu tersenyum sok ramah.
"Khem, sorry Takshaka. Kayak nya gue sibuk hari, jadi gue harus segera pergi." Ucap Danisha bangkit dari kursi.
"Owh, jangan khawatir makanan ini gue yang bayarin." Tunjuknya pada uang dimeja." Simpen aja uang lo buat beli bensin untuk nganterin Aisha pulang. " Lanjut Danisha membuat Takshka terperangah.
"Duluan." Danisha mengedipkan mata pada Aisha. Lalu segera berjalan dengan cepat menuju pintu keluar seolah dia memang tengah diburu oleh kesibukannya, padahal Danisha hanya tak ingin dipermalukan oleh Takshaka saat nanti dia malah ditinggalkan dengan beberapa lembar uang dimeja, sedangkan Takshaka tentu saja akan pergi mengantar Aisha pulang. Syukurnya Danisha pintar membaca situasi dan berhasil membalik keadaan.
"Ih, masa cewek yang bayarin sih."
"Keren nya jadi luntur, anjir."
"Mana dia mau pergi kencan sama cewek lain lagi, padahal tadi datengnya sama cewek yang barusan pergi."
Takshaka menggeram dengan tangan terkepal mendengar bisik-bisik dari meja sebelah.
Dasar licik! Umpatnya pada Danisha.
"Maaf." Suara sendu itu membuat Takshaka berbalik, segera dia singkirkan ekspresi keras saat Aisha menyorotnya dengan pandangan menyesal.
"Aku buat pacar kamu pergi."
"Dia bukan pacar gue." Sanggah Takshaka cepat. Lupa bahwa tadi dia bersikeras agar Danisha tidak mengusik hubungan pertunangan mereka.
Oh, shit! Tunggu dulu, dia dan Danisha belum mencapai kata sepakat!
Takshaka menggeram kesal saat perempuan yang baru saja mempermalukannya itu sudah pergi entah kemana. Ah, sudahlah...pikir Takshaka. Sekarang dia harus mengantar Aisha pulang.
"Ngapain." Tanya Taskahaka menarik lengan Aisha yang hendak membereskan meja.
"Beresin ini."
Takshaka menggeleng pelan. "Biarin pelayan yang beresin."
"Tapi aku pelayan." Jawab Aisha.
Menggaruk tengkuk yang tak gatal, Takshaka berdehem.
"Tau. Maksud gue biarin pelayan yang lain beresin. Lo, gue anter pulang." Ungkapnya.
Sedikit cekcok. Akhirnya Takshaka berhasil membujuk Aisha untuk pulang bersamanya. Mereka melangkah selaras menuju pintu keluar. Takshaka dengan sigap mendorong pintu cafe dan mempersilahkan Aisha keluar terlebih dulu dengan gesture gidikan bahu. Yah semua terlihat berjalan lamban. Belum sempat benar-benar keluar dari keset yang bertuliskan Welcome--langkah mereka terhenti saat Demantara tau-tau sudah menjulang tinggi dihadapan mereka.
"Demantara." Aisha bergumam lirih sembari menatap Demantara dengan sedikit tertegun.
Demantara sendiri membawa langkah kakinya menuju dua orang yang seolah menyambutnya di pintu masuk cafe.
"Hai." Sapanya ringan tampa nada.
Tak ada dari dua orang itu yang membalas sapaan Demantara. Meski begitu Demantara tak terlihat tersinggung.
"Ngapain lo disini?" Nada sewot itu yang malah membalas sapaannya.
Demantara dengan santai juga ikut mengabaikan pertanyaan Takshaka. Dia beralih menatap Aisha yang masih terlihat melayang entah kemana.
"Aisha." Panggil Demantara. Seolah itu adalah sebuah mantra, Aisha terlihat mengejapkan matanya, tersadar.
"Ya?" Ditatapnya Demantara dengan bola matanya yang cemerlang.
"Hari ini bukannya kita ada diskusi untuk olimpiade?"
Seolah baru dipukul dengan keras, Aisha terpekik kaget.
"Ah iya! Hari ini kan?"
Demantara tersenyum lalu mengangguk ringan.
"Aku lupa. Maaf, Demantara." Ungkap Aisha dengan kedua tangan di dada dengan posisi badan yang sedikit dibungkukan.
"Nggak masalah. Kita bisa langsung diskusi didalam cafe." Balas Demantara membuat raut kusut Aisha sedikit lebih baik.
"Beneran?" Tanya nya kembali memastikan. Membuat Takshaka yang sedari awal diam kian merasa tak nyaman.
Demantara membalas dengan anggukan tapi matanya melirik ke arah Takshaka. Mengkode Aisha bahwa ada satu manusia tak diundang dalam diskusi mereka.
"Yaampun." Asiha kembali berseru dengan nada penuh sesal, "Takshaka, aku minta maaf. Aku ada janji sama Demantara sebelumnya, tapi lupa. Jadi kamu nggak perlu anterin aku pulang. Tapi sekali lagi terimakasih ya atas tawaran kamu tadi." Ungkap nya membuat ekspresi Takshaka keruh. Pemuda itu hanya mengangguk tampa kata. Membiarkan Aisha dan Demantara berlalu setelah tadi mereka berpamitan. Akhirnya kesempatan untuk membuat kesepakatan dengan Gladis yang tadi Takshaka gadai dengan mengantar Aisha pulang adalah pilihan yang merugikan. Sekarang dia harus kembali menysun rencana untuk membuat pertemuan dengan Gladis yang kian menyebalkan. Tepatnya Danisha.
Hendak berjalan dengan suasana hati yang tak baik Takhaka mendengar bunyi lonceng cafe bergemerincing. Dia mendadak terdiam, berharap kecil bahwa Aisha membatalkan diskusinya tadi. Tapi tetap, sekecil harapannya tadi sebesar itupula kenyataan pahit nya, dia malah mendengar dua orang gadis menginjak harga dirinya secara tidak langsung.
"Kasian ya, tadi dia yang ninggalin cewek nya buat cewek lain, sekarang malah dia yang ditinggalin karena cowok lain."
"Khekeke, karmanya instan banget."
Brengsek!
TBC
***
NEXT?
SEMOGA SUKA!!!
Maaf kalau banyak typo🙏
Jangan lupa teken bintang ⭐ dan coment ya
KAMU SEDANG MEMBACA
The Plot Twist
ChickLitPlot Twist ; an unexpected shit Danisha ; the plot twist itself _________________________________________________ Danisha Mahiswa, Bussines Woman yang memiliki zero experience dalam hal percintaan karena terhalang prinsip 'money comes first, men com...
Part 18
Mulai dari awal
