🌙ㅣ6. Kediaman yang Baru

Start from the beginning
                                    

"Rembulan, Kak." Rembulan membalas uluran tangan Alzero dan balas tersenyum gugup.

"SIAPA ITU GUYS?! GUE KOK GAK DIKASIH TAHU? APA TEMPE?!"

"Berisik!"

Rembulan menoleh ke asal keributan, dua orang laki-laki baru saja muncul dibalik pintu lift. Yang satu teriak, yang satu lagi sedang mendengkus kesal.

"Kenalin nih, adik baru kita!" ujar Alzero mendahului Alderion yang akan menjelaskan.

"OH MY!! ADEK? MAKSUD LO?!"

Alderion memijat pangkal hidungnya. "Bisa pelanin gak suara kamu? Ini di rumah bukan hutan."

Berbeda dengan yang lain, Rembulan malah menunduk, ia tidak sengaja bertatapan dengan salah satu lelaki yang ada di sebelah Alzero, entah kenapa Rembulan merasakan hawa tak enak dengan itu. Tatapannya sangat tajam dan mengerikan. Aura yang dipancarkannya pun jauh dari Alderion maupun Alzero. Ia terlihat dingin.

"Ini Rembulan, seumuran sama Vano, beda satu bulan aja, lebih tua Vano," ujar Alderion. "Cepet kenalan sama Bulan, dia adik kamu mulai sekarang."

Lelaki yang berteriak tadi mengangguk cepat, tangannya langsung menarik tangan Rembulan dan menggenggamnya erat.

"Gue Alvano Zanava, adik kembarnya Varo. Kita gak mirip, soalnya gak identik. Gue juga gak mau mirip sama kulkas dua pintu yang bisa jalan plus bisa makan." Alvano tersenyum manis.

Rembulan tersenyum. "Rembulan," ucapnya pelan.

Alvano yang ada di hadapannya itu terkekeh. "Aduh, malu-malu ya?" ucapnya dengan sebelah mata yang mengedip-ngedip.

"Gak usah ngedip-ngedip lo, mau gue colok tuh mata?" Alzero melotot, dirinya langsung melepaskan genggaman tangan Alvano dari Rembulan.

"Yaelah, Bang. Biar adek gue terpesona dan sadar kalau di dunia ini ada manusia setampan gue."

"Terserah."

"Nah, Varo, giliran kamu," ucap Alderion menatap lelaki yang dari tadi diam memperhatikan dengan malas.

"Alvaro Zanava." Lelaki itu melirik Rembulan sekilas, tatapan matanya benar-benar tajam sebelum akhirnya lelaki itu turun ke bawah menggunakan tangga.

"Ah biasa itu Bulan," ucap Alderion saat melihat Rembulan terdiam karena ucapan Alvaro yang singkat. "Dia gak suka banyak omong. Pemalu."

"AHAHAHAHA PEMALU? Lo kira dia putri malu, Bang?" Alvano tertawa keras, tangannya menepuk-nepuk pundak Alzero di sampingnya.

"Udah, udah, diem kamu. Abang mau anterin Bulan ke kamar." Alderion kembali menarik tangan Rembulan, menjauhkannya dari adik yang paling laknat dari adiknya yang lain.

"Ke kamar? Mau ekhem bang?"

Ucapan Alvano membuat langkah Alderion terhenti, lelaki itu melotot. "VANOOO!!"

- 4B -

"Cantiik!!"

"Bulaan."

"Cantiik!!

"Bulaaan."

Rembulan membuka matanya saat mendengar suara berisik dari arah pintu kamar. Ia melirik jam dindingnya dan langsung melotot terkejut. Ini sudah pukul tujuh malam, Rembulan sudah tidur lama sekali.

Jangan salahkan Rembulan, salahkan saja tempat tidurnya yang terasa nyaman.

"Bulaan."

"Bebeb! Honey, sini honey! Ini abang!"

Kesadaran Rembulan masih belum pulih sepenuhnya, tapi ia langsung berlari membuka pintu kamarnya yang terkunci, tadi Alderion menyuruh Rembulan untuk mengunci kamar jika ingin beristirahat.

Saat pintu terbuka, Rembulan kembali terkejut melihat dua orang lelaki tampan sudah berdiri di sana.

"E-eh ... emmm, maaf Bulan tadi lagi tidur."

"Keliatan kok, muka lo masih muka bantal," ucap Alvano lalu menunjuk wajah Rembulan dan tertawa.

Alzero mendengkus melihat kelakuan Alvano, namun ia kembali fokus pada Rembulan. "Ya udah, cuci muka dulu. Entar kita ke sini lagi. Mau makan malam, santai aja yaa!" ucapnya cepat, ia juga langsung membungkam mulut Alvano yang masih tertawa lalu menyeretnya menjauh dari kamar Rembulan.

Rembulan menggaruk tengkuk, ini sungguh bukan kebiasan Rembulan.

Rembulan belum terbiasa dan pasti akan selalu terkejut melihat ketampanan yang dimiliki saudara tirinya itu. Ya ampun, apa nanti kesehatan jantung Rembulan bisa baik-baik saja?


"NYANTAI AJA YA CANTIIK!!"

Rembulan terlonjak di tempat, itu suara Alvano yang menggelegar dari lantai bawah. Mendengar seruan itu, akhirnya Rembulan buru-buru masuk ke kamarnya lagi. Di sana ada kamar mandi untuk Rembulan, jadinya Rembulan tinggal membilas wajahnya di sana, lalu kembali keluar kamar.

Tepat setelah kakinya melangkah satu langkah keluar kamarnya, saat itu juga ia berpapasan dengan Alvaro, kembaran Alvano yang cenderung lebih diam dibanding Alvano.

Rembukan menelan ludahnya susah payah. Ia berusah menyapa. "Hai, Kak?"

Alvaro melirik Rembulan sekilas, kemudian ia melewatinya begitu saja tanpa menjawab.

Rembulan juga jadi bungkam. Dari awal Rembulan datang ke sini, Alvaro terlihat tidak senang, atau mungkin ini hanya perasaan Rembulan saja, ya?


Akhirnya, udah ketemu 4 kakak Zanava ini deh! Nantikan keseruannya di chapter berikut-berikutnya!

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Akhirnya, udah ketemu 4 kakak Zanava ini deh! Nantikan keseruannya di chapter berikut-berikutnya!

Jangan lupa tinggalkan jejak💜

4 Brother'z | TERBITWhere stories live. Discover now