Lagu - (alternative chapter)

1K 125 14
                                    

(chapter potongan)

-
-
-
-
-

"Pengembara!~ bisakah kamu memanggil Xi―ah, adeptus itu ke sini?" Venti tiba-tiba bertanya secara terang-terangan.

Aether yang mendengar itu hanya mengerutkan keningnya. 'permintaan macam apa itu?'

"Tiba-tiba sekali... tapi, baiklah."

Tidak menolak melakukannya, si pengembara itu pun pergi ke arah yang berlawanan.

"Hmmm-hmmm~... Baiklah, apa yang akan kutampilkan ya..." 'pengamen tuli nada'--kata Paimon--itu nampak sedang berpikir-pikir, kala jari telunjuknya ia letakkan di dagu.

"Hmmm... Oh- ah! Itu dia! Hehe, baiklah..." wajahnya berbinar ketika ia menemukan ide yang cocok, menurutnya.

"Akhem... Selagi menunggu mereka kemari..." Venti nampak mengeluarkan Liranya, entah dari mana. Wajar saja, dia kan Archon.

Ia pun mulai memainkan Liranya. Tanpa ada suara, bait-bait terdengar di telinga.

...

'Lagu ini dibuat atas nama seseorang. Semua kesedihan dan kehampaannya akan diceritakan di sini. Angin lalu di padang Dihua berhembus. Mata air yang bening memancarkan cahaya bulan nan terang.

Siluet sesosok makhluk abadi berjalan di antara fana yang enggan mendekatinya. Sosok itu kesakitan. Terpampang dari raganya. Wajahnya tertutupi oleh topeng yang dipenuhi kenaifan.

Alunan dari seruling yang menerawangi nasibnya nanti terdengar merdu di telinga. Perlahan rasa sakitnya menghilang bersama dengan debu yang terbawa angin. Di bawah cahaya rembulan, sosok itu hanya terdiam selagi mendambakan nada-nada lembutnya.

Keinginan untuk menari di atas hamparan bunga tertanam di hatinya...'

Di sisi lain, Aether menemukan Xiao. Nampak sedang merenungkan diri di bawah pohon Cuihua yang rindang. Matanya ia pejamkan. Namun, kala mendengar suara langkah kaki yang mendekat, maniknya pun terbuka seketika.

"Ah- Xiao... K-kupikir kau tidur..." si pengembara menggaruk-garuk tengkuknya yang tidak gatal. Entah kenapa wajahnya memanas begitu menatap adeptus di hadapannya. Ia malah-malah teringat rekaan adegan kemarin, di mana dirinya dan Xiao...

"Tidak, kok... Ada perlu apa?"

"Eng- apa kau ada waktu senggang?... Venti memintaku untuk memanggilmu--err... Entah apa yang mau dia lakukan." jelas Aether.

'Venti? Kenapa Barbatos tiba-tiba...' Xiao nampak sedang berpikir. Si pengembara hanya mengerutkan alisnya.

"Ada apa? Kalau tidak bisa, aku akan beritahu--"

"Tidak. Aku ikut.." celetuk adeptus itu.

"A-ahh... Baiklah..." Aether kali ini menggaruk kepalanya yang tidak gatal juga. Entah kenapa belakangan ini pengembara itu terlihat lebih sering menjadi cengo, linglung dan melamun. Apa mungkin karena kejadian 'itu'?--sssh! Sudah hentikan!

"Tapi...," menggantung kata-katanya, terlihat daun telinga Xiao beserta wajahnya menjadi warna ranum merah.

"A-apa aku boleh menggandeng tanganmu sampai ke atas?"

Di saat itu juga wajah lawan bicaranya ikut merona.

"Emmm? Ya--ah! Ah... T-tentu saja boleh! Memangnya kau menganggap pernyataanku kemarin apa?... E-ehh, bukan itu maksudku---ya, kau boleh..." si pengembara malah gelalapan dan meracau tidak jelas.

Xiao malah terkekeh kecil, dan suaranya tertangkap telinga Aether, membuat pengembara itu semakin jadi malunya.

"Kau... Lucu..." seraya mengucapkan itu, Xiao mengambil tangan Aether.

"Ayo." ajakan Xiao membuyarkan lamunan pengembara di hadapannya. Malu, Aether hanya mengangguk selagi menunduk.

Selagi berjalan bersama, tanpa disadari, dari sisi lain terlihat beberapa pasang netra memperhatikan keduanya secara diam-diam.

"Pssst- kalian lihat? kita tidak boleh berisik selagi mereka berkencan di sini, hehehe..." Hu Tao menyembulkan kepalanya dari balik pagar bambu, diikuti dengan surai biru muda, dan biru laut yang juga muncul di balik pagar itu.

"B-bukankah itu Yaksha, adeptus--sang pemusnah iblis--Xiao? Wah... Ternyata mereka dekat, ya... Aku hanya dapat melihat adepti itu dari jauh ketika hendak memburu roh-roh jahat, tapi sudah dibasmi terlebih dahulu oleh adeptus Xiao..." Chongyun membuang napasnya.

"Hmmm... Menarik. Mungkin kita bisa membuatkan puisi untuk mereka, Hu Tao. Kapan lagi kita menemukan makhluk abadi dan fana saling menjalin hubungan dekat--apalagi di Liyue." komentar Xingqiu.

"Wahaha, ide bagus. Nanti akan kuberi bumbu-bumbu roman, lalu menjualnya ke rumah buku Wanwen, dilirik warga asing, terkenal di seluruh Teyvat, dan foila!~ kita mendapatkan keuntungan-- Aw!"

Buku yang tadinya dipegang oleh Xingqiu, mendarat cukup keras di kepala Hu Tao.

Pebisnis memang selalu memikirkan apapun untuk dijadikan bisnis, ya...

-
-
-
-
-
-

Haloooo, maaf untuk chapter kali ini pendek banget--berhubungan ini chapter selingan, dan agaknya ada kabar yang kurang menggembirakan dari awthor.

Jadi... awthor memutuskan untuk Hiatus selama kurang lebih sebulan karena kebetulan lagi sibuk parah irl :"")) takut nanti pada ngira aku ilang, jadi kupasang status hiatus aja deh, ya x""D maaf kalau chapternya kurang memuaskan, atau tidak semeriah sebelumnya(⊃。•́‿•̀。)⊃

Kalau ada yang penting, silakan dm langsung atau klik link yang ada di profilku~~

mkay, that's all from me.

Ty
Sampai jumpa kapan kapan lagi~ :D

Crytalfly (Xiao x Aether)Where stories live. Discover now