Chapter 12. The Drug is He

0 0 0
                                    

Angin berhembus kencang menerpa kulit Verren, sementara itu Verren merasa berat membonceng Jhon.

"Jhon, lu makan apa sih? Berat banget!" Keluh Verren.

"Lha gue kan makannya biasa aja. Lu aja yang lemah. Cewek lemah!" candanya.

"Lu lah yang lemah, gila aja masa cewek suru bonceng cowok? Pake sepeda pula!" ujar Verren sambil terengah.

"Shhhh.... jangan ngeluh, gue kan sakit dan jadi memar juga gara-gara lo!"

"Ish! Lo kok malah nyalahin gue?! Ya salah lo lah! Salah sendiri sok jagoan lawan mereka! Cowok lemah masa suruh cewek yang boncengin cowok?!"

"Aduh... Aww" rintih Jhon sambil memegang perutnya sementara Verren menghela nafas dan memanyunkan bibirnya kesal.

Tiba-tiba Verren memberhentikan sepedanya secara mendadak. Dan itu membuat perut Jhon menabrak tas yang dibawa Verren. Sejenak Verren tersenyum puas karena Jhon benar-benar sakit, bukan berpura-pura seperti tadi.

"Kita udah sampai kostan. Turun! Biar gue tunjukin mana kamar gue." Perintah Verren.

Tanpa perlawanan, Jhon turun sambil memegang perutnya yang habis mengenai tas Verren. Sedangkan itu Milda keluar kamar dan menatap Verren tak percaya dan menutup mulutnya seakan terkejut.

"Ada angin apa ini sampai seorang Verren Michaella membawa cowok ke kostannya?"

Verren memelototinya memperingatkan Milda untuk tak berbicara apapun lagi sedangkan Milda menggelengkan kepalanya dan berkata, "Terserah lo dah. Ayo Jhon masuk dulu, gue liat kayaknya lo abis di pukul sama cewek bar-bar ini kan?"

"Gue ga di pukul Verren. Gue abis nolong Verren dari tiga preman yang ganggu dia."

"Ya udah, masuk dulu, nanti Verren yang akan mengobati lo." Milda tersenyum sementra itu Verren mulai mempersiapkan kotak P3K.

"Gue pergi dulu ya, kalian berdua jangan macem-macem." Tunjuk Milda ke arah mereka dengan nada memperingatkan.

"Milda kemana?" tanya Jhon lalu meringis karena lukanya diobati.

"Dia biasanya tiap hari Kamis ada jadwal jadi asisten dosen di kampus."

"Oh ya?! Gila, keren banget! Pasti dia pinter banget sampe jadi asisten dosen."

Bukannya menjawab Verren hanya tersenyum simpul.

"Buka bajunya!" perintah Verren dan Jhon malah menyilangkan kedua tangannya pada pundaknya.

"Please deh! Ga usah pasang tampang seolah lo bakal dilecehkan sama gue! Lo ga inget apa lo tadi terpukul di sana?" ujar Verren setengah frustasi.

"Jangan lecehkan aku...." ujarnya memelas ke Verren masih menyilangkan kedua tangannya.

"Gak tau ah... Sana obati sendiri!" ujar Verren memutarkan bola matanya lalu meninggalkan Jhon di kamar kostnya. Sementara itu Jhon melihat ke sebuah foto yang telah robek. Satu sisi ada foto Verren dan sisi lain seseorang yang mungkin saja pria dan mukanya tampak berbolong.

"Apa ini penyebab Verren menjadi benci terhadap cowok?" batin Jhon. "Gue harus bisa mengembalikan kepercayaan Verren kepada cowok!"

Jhon berjalan dan keluar.

"Ver, gue balik dulu ya." Pamitnya.

"Udah diobati kan?" tanyanya dengan mata mengarah ke perut Jhon.

"Udah kok, thanks ya."

♡♥♡♥♡

Malam itu Verren dan Milda berbaringan secara bersebelahan. Verren menatap langit-langit kamarnya. Mengingat semua perlakuan Jhon kepada Verren. Mengingat kata-kata Milda.

Benar kata sahabatnya kalau dia harus berani mencoba, berani bergerak. Dia tak boleh seperti ini secara terus menerus. Entah ada keberanian darimana hingga dia menelepon Jhon. Belum diangkat dia sudah memutuskannya dan mengurungkan niatnya.

"Masa cewek yang ngomong kalo dia suka ke lawan jenis?" tanya Verren menutup mukanya dan menendang angin.

"A elahh... Ver lo sok gengsi banget sih! Bukannya lo pernah nembak cowok duluan pake surat ya?"

"Mil... Lu jahat ih jangan ingetin gue sama moment itu lah... Gue malu!"

"Cie yang malu." Goda Mulda mencolek pipi Verren sementara iru Verren menoleh ke arah Milda.

"Mil, lu yah.... Nyebelin!" ujarnya lalu mengelitik tubuh Milda kemudian mereka tertawa bersama.

♡♥♡♥♡

Jhon baru kembali dari kamar mandi dia mengalungkan handuk pada lehernya. Sambil mengeringkan rambut, dia berjalan menuju kamarnya. Diruang tengah, Arif memberikan informasi singkat kepadanya.

"Tadi ada yang telepon tuh. Gue males ngankatnya, lagi main."

"Sekarang juga masih kali." Ujar Jhon menatap Arif yang sedang bermain.

"Shhhh...... Tar gue mau nembak. Damn! Aing ketembak! Ow shit!"

"Ngapa sih? Ngejar makan malam pake ayam?" ujar Jhon melihat pada smart phone milik Arif.

"Apaan dah lu? Tuh HP lu urusin sana." Ujarnya tanpa melihat ke arah lawan bicaranya.

Jhon melihat Arif kembali main kembali dan sedang dalam pertarungan. Dia mengambil smart phonenya dan melihat beberapa panggilan tak terjawab dari nomor Verren. Kemudian tersenyum-senyum sendiri seperti orang kasmaran. Iseng, Arif melirik Jhon.

"Siapa Jhon sampe senyum-senyum gitu?"

"Verren."

"Asli? Lo..... Lo jatuh cinta sama target lu sendiri?" ujar Arif terkejut sampai-sampai ia tak melanjutkan permainannya.

"Gue udah ga gila. Karena gue mau lawan keinginan si misterius boy. Gue rasa gue harus lindungin Verren."

"Kok bisa sih lu tiba-tiba kayak gini? Lu kenapa?!"

"Gue, sadar. Dia ga bersalah. Gue yakin ini pasti ada hubungannya antara foto itu dan mysterious boy. "

"Lu bisara apa sih apa? Ngomong yang jelas ah, Gue ga paham apa yang lo bicarakan."

"Tadi gue ke kost Verren buat obatin luka gue. Dan gue nemu foto robek. Satu sisi foto Verren dan satu sisi sosok cowok yang mukanya ancur karena fotonya bolong."

Arif masih menatap Jhon menyimak perkataan demi perkataan yang di ucapkan. Tanpa memedulikan bahwa dia telah mati dalam games karena zona aman telah menyempit.

"Ada sebab ada akibat. Pasti ada alasan kenapa Verren bisa benci sama cowok, takut sama cowok. Kalau gue duga pasti alasannya karena cowok dalam foto itu." Jhon menjeda pembicaraanya, "Tapi...... gue ga tau ada kejadian apa sehingga Verren bersikap seperti itu. Apa yang dilakukan cowok dalam foto itu ke Verren?"

Arif mengangguk angguk seakan ia paham, "Gue bakal selalu dukung apapun perbuatan lo. Walaupun gue ga dukung buat lo 'bunuh', gue percaya ini udah keputusan lo yang terbaik." Ucapnya smbil menepuk ringan pundak Jhon, "Satu lagi, gue gak mau lu sampe kenapa-napa. Karena bagi gue, lu udah kaya sodara gue. Gue gak mau sampai terjadi hal buruk sama lo. Lo harus cerdik dan berstrategi untuk melawan Misterious Boy itu!"

"Thanks Broo..." senyum Jhon penuh rasa antusias.

"Yoii..." mereka melakukan toss lalu saling menabrakan sisi pundak mereka.

"Rif, lu mati tuh gagara kelamaan nyumput."

"Eh iya! Gagara gue ga di zona aman. Aaaaah......"ujarnya sambil mengacak-acak rambutnya dengan sebelah tangannya.

"Kuy mabar, gue bantuin lo."

"Halah ga sampe lima menit, paling lu udah KO."

"Lu remehin gue ya. Sok sini gue buktiin."

Mereka bermain. Menyelamatkan diri, melindungi diri dari musuh.

Hard to BelieveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang